Serpihan Hati Yang Disia-siakan
Suasana sore yang ramai khas bubaran pabrik membuat jalanan terlihat macet. Bising suara klakson motor dan mobil saling bersahutan, berebut jalanan yang tampak penuh. Rasa lelah setelah seharian bekerja, membuat orang-orang itu ingin segera pulang dan sampai ke rumahnya masing-masing.
Begitupun dengan seorang wanita muda yang baru saja kembali bekerja setelah masa cuti lahirannya usai. Wanita muda itu bernama Nadira Megantari. Dia termasuk salah seorang karyawati pabrik tersebut. Saat ini dirinya tengah menanti kedatangan sang suami yang biasa menjemputnya.
"Mas Danu ke mana, ya? Kenapa sudah sore seperti ini masih belum datang?" tanya Nadira seraya melirik jam kecil yang melingkar di tangan kirinya.
Saat ini waktu sudah hampir menunjukkan pukul 05.00 sore, tetapi suaminya yang bernama Danu Purnama masih belum sampai di tempat biasanya pria itu menunggu. Padahal, Nadira sudah berdiri di sana selama hampir satu jam lamanya. Danu sendiri merupakan pria yang berprofesi sebagai ojek online. Pernikahan Danu dan Nadira sudah berlangsung sekitar lima tahun. Selama pernikahan itu pula, Danu dan Nadira baru dikaruniai seorang anak yang bernama Tiara. Tiara baru berusia dua bulan dan hal itu membuat Nadira sedikit mengkhawatirkan bayinya yang sudah ia tinggalkan terlalu lama.
Wanita yang baru berusia 23 tahun itu lantas merogoh tas kecilnya untuk mengambil ponsel yang ia simpan di sana. Bukan ponsel bagus yang ia miliki, melainkan hanya ponsel jadul yang hanya bisa digunakan untuk telpon dan kirim pesan singkat saja.
Panggilan pertama yang dilakukan Nadira sama sekali tidak dijawab oleh Danu, tapi Nadira kembali melakukan panggilan itu hingga beberapa kali. Namun, Danu tak kunjung menjawabnya.
"Nad, kamu belum pulang?" tanya salah satu teman Nadira yang kebetulan lewat bersama suaminya.
"Belum, Din. Mas Danu masih belum menjemputku!" jawab Nadira.
"Mungkin macet, Nad. Kamu tunggu saja, ya! Aku pulang dulu." Dina berlalu setelah Nadira menganggukan kepalanya.
Nadira kini kembali berdiam diri sambil menoleh ke berbagai arah. Dia berharap bisa melihat keberadaan suaminya diantara banyaknya orang-orang yang masih berdesakkan untuk pulang ke rumah. Meskipun dia yang bubar kerja lebih dulu, nyatanya malah kembali berdesakan dengan para karyawan yang baru saja bubaran kerja lembur.
"Ya Tuhan, Mas Danu ke mana, ya? Aku sudah menunggunya selama satu jam lebih, tapi kenapa dia masih belum datang? Ditelpon pun, tidak dia jawab." Lagi-lagi Nadira menggerutu kesal. Untuk kesekian kalinya, wanita itu kembali menghubungi sang suami. Dia berharap kali ini Danu menjawab panggilan telponnya.
Suara sambungnya itu terdengar di telinga Nadira, tetapi hanya beberapa saat karena di detik selanjutnya, Danu memutuskan sambungan itu dan membuat Nadira geram.
Mas, sebenarnya kamu ke mana?
Aku udah menunggu kamu dari tadi, lho!
Tolong jemput aku sekarang! Kasian Tiara sudah menungguku pulang!
Nadira mencoba untuk kembali mengirimkan pesan pada Danu, ia berharap suaminya itu kali ini mau menjawab panggilan dan membalas pesannya. Namun, harapan Nadira tidak sesuai. Satu jam setelah Nadira mengirimkan pesan, Danu tak kunjung datang, sementara hari sudah mulai beranjak petang.
"Ya Tuhan, ke mana Mas Danu sebenarnya? Kenapa dia tidak memberiku kabar? Belum lagi aku tidak punya uang untuk naik angkot," lirih Nadira sambil menatap uang kertas bergambar Dr.K.H IDHAM CHALID yang ada di genggamannya, hanya itu yang ia miliki.
Uang itu sebenarnya jatah dia jajan hari ini, tapi tidak dia gunakan. Sementara Danu sudah beberapa hari ini juga tidak memberikan uang padanya dengan alasan penghasilan ojek onlinenya ia belikan susu untuk Tiara, sisanya ia berikan pada sang ibu yang menjaga putrinya. Nadira baru bekerja di pabrik itu baru sekitar dua minggu, jadi dia juga belum mempunyai penghasilan dari sana.
Nadira kembali menghubungi Danu, tetapi kali ini ponsel pria yang menjadi suaminya itu sudah dalam keadaan tidak tersambung dan hal itu sukses membuat Nadira merasa kacau. Tubuhnya yang masih belum semua total pasca melahirkan dua bulan lalu, belum lagi dia merasa lelah karena pekerjaan yang sangat berat hari ini di pabrik itu membuatnya sedih sendiri, sementara hari mulai gelap pertanda malam akan tiba.
"Ya Tuhan ... Mas Danu, kenapa kamu tega seperti ini? Kalau memang tidak bisa menjemputku, seharusnya kamu katakan saja." Wanita muda itu bergumam sambil tertunduk lesu meratapi nasibnya yang terasa memberatkan hati. Ditambah lagi dadanya yang semakin terasa sesak karena air ASI yang belum diberikan pada Tiara seharian ini semakin membuatnya kesakitan.
Di tengah-tengah kebingungan Nadira, tiba-tiba ada seorang pria yang datang menghampirinya. Pria itu bernama Raka Arjuna. Dia adalah salah satu atasan Nadira di pabrik.
"Nad, kamu belum pulang? Padahal ini udah sore, lho!" tanya pria itu.
"Belum, Pak. Saya masih menunggu suami," jawab Nadira pada pria itu.
"Oh. Kenapa dia belum menjemputmu? Tumben sekali."
Nadira meringis karena tidak bisa menjawab pertanyaan Raka. Dia sendiri pun merasa kebingungan dengan sikap Danu yang tidak seperti biasanya itu.
"Apa perlu saya antar?" tanyanya lagi.
"Ya?"
Nadira terkejut dengan tawaran pria yang bernama Raka itu. Bagaimana tidak, pria yang begitu disegani oleh para pekerja di gedungnya, sekarang dia justru sedang menawarinya untuk pulang bersama.
"Apa kamu tidak mau saya antar?" ulang Raka lagi.
Nadira segera menggelengkan kepalanya. Selain dia merasa sungkan, dia juga merasa tidak etis jika pulang kerja diantarkan pria lain. Apalagi pria itu merupakan salah satu atasannya.
"Ti–tidak Pak. Bapak tidak perlu repot-repot mengantarkan saya. Terima kasih atas tawarannya, tapi Bapak tidak perlu melakukan hal itu. Saya akan tetap menunggu suami saja," tolak Nadira dengan sedikit gugup.
Penolakan Nadira membuat wajah Raka sedikit berubah. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena Raka kembali bersikap seperti biasa. Untuk sesaat, Nadira menyadari perubahan wajah Raka, dia sedikit mengernyit heran.
Apa hanya penglihatanku saja yang aneh? Kenapa Pak Raka terlihat kecewa dengan jawabanku? batin Nadira.
"Ya sudah kalau kamu menolak ajakan saya." Pria itu tersenyum kecil. "Kalau begitu, saya ijin untuk menemani kamu di sini, ya? Suasana di sini cukup mengkhawatirkan. Saya hanya tidak ingin terjadi sesuatu hal buruk yang menimpa pekerja saya," sambungnya lagi.
Lagi-lagi ucapan Raka membuat Nadira terkejut dan langsung gugup. Wanita itu menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap pria yang sedang duduk di atas motor miliknya.
"B–bapak tidak perlu menemani saya. Saya akan baik-baik saja dan saya juga bisa menjaga diri sendiri. Lagi pula ... saya tidak nyaman karena khawatir akan jadi pembicaraan orang," tolak Nadira secara halus. Dia berusaha untuk tidak menyinggung perasaan pria itu.
"Iya ... mobil yang lalu lalang memang banyak. Tapi tempat kamu berdiri di sini itu cukup sepi. Bagaimana kalau ada yang macam-macam padamu?" tanya Raka sambil melihat sekeliling tempat di mana mereka sedang ada saat ini.
Nadira baru menyadari kalau ruko itu ternyata sudah sepi, orang-orang sudah pulang semua dan perkataan Raka itu benar adanya kalau di sana hanya tinggal mereka berdua.
"Sudah, kamu tidak perlu khawatir. Saya akan tetap menemani kamu di jarak ini. Jadi, orang-orang tidak akan beranggapan macam-macam padamu," putus Raka seraya turun dari motornya dan berjalan ke arah di mana ada tukang jualan kopi. Setelahnya, pria itu duduk di emperan ruko tak jauh dari tempat Nadira berdiri.
Nadira hanya diam saja dan membiarkan pria itu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Meskipun merasa tidak nyaman dan risih, tapi dia berusaha untuk tetap tidak peduli. Lagi-lagi pikiran wanita itu tertuju pada Danu, suaminya masih belum menghubungi atau datang menjemputnya.
Ya Tuhan ... Mas Danu, kamu ke mana? batin Nadira miris.
Setengah jam kedua orang itu duduk di sekitaran ruko. Bahkan adzan maghrib sudah berkumandang sejak tadi, tetapi orang yang mereka tunggu masih belum juga datang. Raka menghampiri Nadira, dia melihat mata wanita itu sudah memerah, mungkin menahan kantuk, lelah dan juga kecewa.
"Nad, suami kamu masih belum datang juga, ya?" sapa Raka yang kini sudah berdiri tak jauh di samping Nadira. Mereka berdua sama-sama menatap jalanan yang mulai sepi.
Nadira tidak menjawab pertanyaan dari Raka, dada wanita itu sudah terasa sesak karena menahan kecewa pada suaminya.
Melihat Nadira yang tidak bereaksi atas pertanyaannya, Raka menghela napas panjang. Dia sendiri merasa bingung. Meskipun Nadira bukan siapa-siapanya, tapi dia tidak mungkin meninggalkan wanita yang merupakan salah satu pegawainya itu di tempat sepi seperti ini. Raka pun merogoh sakunya, mungkin ini sedikit tidak sopan, tapi dia juga tidak bisa memaksa Nadira untuk dia antar pulang.
"Maaf sebelumnya, Nad. Ini ...." Raka menyodorkan uang berwarna hijau pada Nadira dan membuat wanita itu menatapnya. "Kamu gunain uang ini dulu kalau kamu menolak untuk saya antar. Ini udah makin malam. Mobil angkot juga sudah mulai sepi," ucapnya lagi.
Nadira tidak langsung menerima uluran uang yang diberikan oleh Raka. Dia merasa tidak enak hati, tetapi juga saat ini dia sedang membutuhkannya.
"Sudah, kamu terima saja, Nad. Kalau kamu merasa terbebani, kamu boleh kembali uang itu kapan aja," kata Raka lagi.
Nadira masih menimbang-nimbang ucapan Raka. Dia juga tidak mungkin kalau harus terus berdiri di sana semalaman karena menunggu suami yang tak kunjung datang.
"Ka–kalau gitu ... sa–saya terima, ya, Pak," ucap Nadira dengan terbata-bata. "Saya akan secepatnya mengembalikan uang ini sama Bapak. Terima kasih sebelumnya."
Raka menjawab ucapan Nadira dengan anggukan.
"Iya, sama-sama."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
baru bab pertama saja sudah bikin readers marah ....
kama sebenernya danu
2023-02-09
1
Bundha Shantie
mampir nc...kayakx seru
2023-02-05
0
muthia
mampir, cerita bagus tp kok yg like sepi ya🤭
2022-09-16
3