Bab 10

Untuk kesekian kalinya, Danu membuat hati Nadira kecewa. Wanita itu pulang sendirian dengan menggunakan angkutan umum. Ya, setidaknya dia tidak khawatir kekurangan uang karena dirinya membawa uang untuk membeli susu formula.

Tega kamu, Mas! batinnya dengan air mata yang menggenang. Sebisa mungkin ia harus menahannya supaya tidak dilirik orang-orang karena menangis di dalam perjalanan. Hari ini hatinya terasa lebih lelah dari biasanya. Dia tidak menyangka kalau ternyata Danu bisa berbuat setega itu padanya. Padahal selama ini Nadira tak pernah menuntut apapun yang sekiranya tidak bisa dikabulkan oleh Danu. Nadira kira, dengan dia bersikap baik dan menurut, suami serta mertuanya akan memperlakukan dia dengan baik, tetapi semuanya tidak sesuai harapan.

Ya Tuhan ... apa ini karma karena aku tidak menuruti keinginan kedua orang tuaku dulu? gumam Nadira mengingat dirinya yang dulu keras kepala dan membantah orang tuanya supaya merestui pernikahannya dengan Danu.

Wanita itu menghela napas panjang untuk mengurangi kegundahan di hatinya. Beberapa kali ia mengembuskan napas berat seakan berharap sesak di dadanya berkurang. Namun, nyatanya semua itu tidaklah mudah. Semakin terpikirkan perlakuan Danu padanya, semakin sakit hati Nadira rasa. Ingin rasanya ia pergi saat itu juga atau ia lampiaskan amarahnya pada Danu.

Ya, Nadira bukan wanita yang benar-benar sabar. Dia hanya berusaha sabar karena tidak ingin pernikahannya berakhir begitu saja, belum lagi sekarang mereka punya Tiara yang masih memerlukan perhatian darinya dan Danu.

Akh, aku salah ... sepertinya Tiara tidak membutuhkan Mas Danu. Mengingat Mas Danu juga seakan melupakan Tiara. Kembali wanita itu membatin ketika ingat sikap yang ditunjukkan Danu pada putri mereka.

Perjalan yang Nadira tempuh dengan menggunakan angkutan umum cukup memakan waktu. Dia harus beberapa kali naik turun mobil angkutan umum sebelum sampai di gang yang menuju jalan kontrakannya. Lelah? Tentu saja Nadira rasakan.

"Mudah-mudahan Ibu mau mengasuh Tiara sedikit lebih lama," gumam Nadira sambil melangkah masuk ke toko minimarket. Dia harus membeli susu formula untuk Tiara sebelum pulang ke rumah.

Nadira merasa sangat lelah dan ingin beristirahat sebentar. Jadi, dia berharap ibu mertuanya mau menjaga Tiara sedikit lebih lama dari biasanya. Meskipun hal itu tidak Nadira yakini terjadi, mengingat Ibu Susan yang selalu mengoceh saat tahu Nadira sedang bersantai.

Kali ini Nadira sengaja membeli susu formula dengan ukuran kecil. Dia harus pintar-pintar membagi pengeluarannya sekarang. Jadi, untuk mencegah Nia memberikan Vino susu formula milik Tiara, ia akan menyediakannya lebih sedikit.

Setelah membeli susu, Nadira pun kembali melanjutkan perjalanan pulangnya. Lagi-lagi dia harus naik mobil angkutan umum satu kali lagi. Jarak dari minimarket ke gang kontrakan memang tidak terlalu jauh, hanya saja kalau harus berjalan kaki sekitar 15 menit, Nadira sudah terlalu lelah. Sesampai di gang, wanita itu turun dari mobil angkot dan berharap tidak menemukan ibu mertuanya di depan kontrakan atau keinginannya untuk beristirahat sejenak tidak akan terpenuhi.

Langkah Nadira semakin dekat, dari belokan terakhir dia mendengar suara tangis Tiara yang cukup kencang.

Ya Tuhan ... kenapa Tiara menangis sekeras itu? gumam Nadira sambil mempercepat langkahnya. Dia sangat khawatir terjadi sesuatu pada Tiara sebab biasanya Tiara tidak akan menangis sekencang itu ketika bersamanya.

Dari belokan itu, Nadira bisa melihat Ibu Susan dan Nia sedang duduk di depan teras kontrakannya. Di sana juga ada Vino yang sedang duduk di pangkuan mamanya. Namun, yang membuat Nadira tercengang bukanlah keberadaan mereka, melainkan Nia membiarkan Vino mencubiti pipi Tiara sehingga bayi yang baru berumur dua bulan itu menangis. Ditambah lagi, baik Ibu Susan maupun Nia malah membiarkan Vino melakukan hal itu serta menertawakannya seakan-akan apa yang Vino lakukan adalah hal lucu.

Rasa lelah dan lesu yang tadi dirasakan Nadira seakan menghilang dan berganti dengan amarah yang menggebu. Ibu mana yang akan membiarkan putrinya disakiti anak lain meskipun anak kecil adalah keponakannya sendiri.

****

Ibu Susan merasa bosan karena sejak tadi Tiara terus menangis. Dia sudah berkali-kali mengajak bayi itu jalan-jalan di pekarangan rumahnya, tapi Tiara enggan untuk menghentikan tangisannya.

"Bu, memang mamanya belum pulang? Dari tadi bayi itu nangis terus! Berisik banget," gerutu Nia sambil mencebik kesal pada sang ibu karena membiarkan Tiara menangis.

"Belun, Ni. Ibu juga tidak tau Nadira kemana. Udah beberapa hari ini dia pulang terlambat terus. Dia membuat Ibu kesal dan kelabakan ngurusin anaknya," sahut Ibu Susan seraya terus menimang Tiara digendongnya. Bukan timangan lembut yang penuh kasih sayang, justru Ibu Susan menimang Tiara dengan kasar. Bahkan ia juga kerap kali memukul pa*tat bayi itu hingga membuatnya kembali menjerit sakit.

"Ya sudah, kita tunggu dia di kontrakannya saja, Bu," saran Nia. "Siapa tau ... dia bawa makanan enak. 'Kan pulang telat," sambungnya lagi dengan menaik-turunkan alisnya.

"Ide bagus, tuh, Ni. Ya sudah. Ayo kita ke sana!"

"Iya, Bu. Aku juga mau bawa Vino, biar sekalian aku

memandikan dia di sana. Nadira punya perlengkapan mandi bayi. Jadi aku bisa memakainya," ucap Nia sambil mengambil baju milik putranya.

Setelah menyiapkan barang milik Vino, Ibu Susan dan Nia pun berlalu menuju kontrakan Nadira. Sesampai di sana, ia segera membawa putranya mandi di kamar mandi milik Nadira. Tanpa segan-segan, Nia memakai barang milik iparnya itu layaknya milik dia sendiri. Bahkan, Vino juga dibiarkan bermain sabun cair milik Tiara.

Sementara itu, Ibu Susan menunggu Nia memandikan Vino sambil duduk di depan rumah dan membiarkan cucu kecilnya itu tiduran di sana. Setelah Vino selesai Nia mandikan, anak kecil itu menghampiri sepupu bayinya. Mungkin karena dia merasa gemas, jadi Vino dengan seenaknya mencubit pipi Tiara hingga bayi itu menangis.

Tawa Ibu Susan dan Nia pecah saat melihat pipi Tiara yang memerah akibat ulah Vino. Namun, keduanya tidak berniat menghalangi maupun menegur batita itu, justru mereka malah menertawakannya.

"Bu, lihat ... pipinya Tiara merah!" ucap Nia sambil kembali mencubit pipi Tiara.

"Iya, Ni." Ibu Susan tertawa.

Sementara itu, Tiara menangis kesakitan dengan pipi yang terus dicubit oleh Vino. Tawa ketiganya semakin menggelegar sehingga mereka tidak menyadari adanya tatapan tajam dari seseorang yang sekarang sedang menghampiri mereka.

"Oh, jadi seperti ini perlakuan kalian terhadap putriku?"

Terpopuler

Comments

elvie

elvie

ngajak gelud 🤬🤬🤬🤬🤬🤬

2022-10-02

0

manda_

manda_

bikin naik darah kl liat anak kita di perlakukan kayak gitu

2022-09-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!