Danu kembali ke rumahnya setelah dia selesai bercerita pada sang ibu tentang semua yang disembunyikannya dari Nadira. Ibu Susan meminta dia untuk membicarakan hal ini pada istrinya, tapi Danu merasa enggan karena sudah pasti Nadira akan marah dan mungkin mengamuk padanya. Satu-satunya jalan adalah dia kembali pada sifat aslinya yang memang tidak memperdulikan Nadira serta putri mereka, Tiara.
"Nadira, apa kamu tidak bisa lebih cepat dari ini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk bersiap-siap agar kita bisa langsung berangkat setelah aku kembali dari rumah Ibu?" teriak Danu dari luar rumahnya.
Nadira yang saat itu sedang mengemasi barang-barang miliknya, segera menghampiri dana yang sudah mulai berteriak-teriak.
"Iya, maaf, Mas. Tadi aku cuma ambil barang ini karena tertinggal. Aku juga sudah siap dari tadi," jawab Nadira sambil mengunci pintu kontrakannya.
Ya, semenjak sikap Danu yang tiba-tiba berubah, Nadira sudah tidak lagi menitipkan Tiara pada Ibu Rumi karena suaminya itu langsung mengantarkan putri mereka begitu Nadira hendak berangkat. Jadi, selama itu pula Nadira tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah Ibu Susan. Bahkan, saat sore pun Danu juga yang menjemput Tiara dari rumah ibunya.
"Ck, kamu memang orang yang lambat," gumam Danu yang hanya terdengar sekilas oleh Nadira.
"Apa kamu ngomong sesuatu?" tanya Nadira ketika pendengarannya mendengar gumaman sang suami yang tidak tertangkap jelas.
"Tidak, aku tidak mengatakan apapun. Sudahlah, cepat naik atau tidak aku antarkan!" ancam Danu.
Aku yakin tadi Mas Danu mengatakan sesuatu yang buruk tentangku, batin wanita itu.
"Ck, malah ngelamun. Mau aku antarkan tidak?" bentak Danu sehingga membuat Nadira langsung tersadar seketika dari lamunannya.
"I–iya, Mas." Nadira segera menaiki motor suaminya karena tidak ingin membuat keributan lagi.
Sepanjang perjalanan menuju pabrik, Danu sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Dia bahkan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan membuat Nadira hampir terjungkal ke belakang andai dia tidak berpegangan dengan erat.
"Mas, kamu kenapa? Aku hampir celaka tahu!" teriak Nadira agar Danu mendengar gerutuannya.
Ck, memangnya aku peduli? sahut Danu dalam hatinya.
Tanpa menjawab ucapan Nadira, Danu semakin menambah kecepatan motornya. Dia sungguh tidak peduli kalau Nadira sedang kelabakan berpegangan erat karena takut jatuh.
Perjalanan yang biasanya ditempuh dalam kurun waktu 45 menit, kini jadi lebih singkat. Hanya dalam waktu 25 menit, mereka sudah tiba di area pabrik. Bisa terbayangkan bukan, bagaimana cepatnya membawa motor? Sungguh mengerikan.
Sesampai di ruko tempat biasa Danu mengantarkan Nadira, pria itu bergegas untuk kembali pulang. Sementara itu, sampai saat ini Nadira masih tidak mengerti kenapa suaminya itu tiba-tiba berubah. Padahal, selama hampir satu minggu kemarin Danu begitu memperhatikannya dengan hangat.
Tunggu, apa selama ini Mas Danu hanya pura-pura baik terhadapku dan Tiara? Kalau memang benar begitu, tega sekali dia melakukannya, batin wanita muda itu.
"Hah ...." Nadira menghela napas panjang. "Lebih baik aku tidak benar-benar mempercayai perubahan sikapnya itu," gumam Nadira sambil terus menata kendaraan suaminya yang mulai menjauh dari sana.
Sepertinya aku harus menanyakan pada Emma tentang wanita yang menjadi selingkuhan Mas Danu. Aku yakin, dia adalah penyebab semua ini, bisik Nadira di dalam hatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari ini pekerjaan yang Nadira kerjakan lumayan banyak. Meskipun masih ada beberapa orang yang membicarakan tentangnya di belakang, tetapi hal itu tak urung membuat Nadira memasukkannya ke dalam hati. Percayalah, bekerja di pabrik itu harus kuat mental karena yang dibutuhkan di sana bukan hanya sekedar kekuatan fisik. Nadira sendiri beruntung karena dia baru saja selesai melahirkan, jadi atasannya masih menempatkan dia di posisi pekerjaan yang ringan. Semenjak gosip tentangnya beredar, Nadira juga tidak pernah melihat keberadaan Raka di dalam gedung tempatnya bekerja. Sebenarnya dia merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada pria itu, tetapi karena Nadira takut ada orang yang salah paham, dia pun akhirnya memilih untuk bungkam dan bersikap tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh pria yang pernah menolongnya itu.
Sore ini tidak ada bedanya dengan hari-hari kemarin. Nadira akan pulang bersama dengan Emma dan menunggu kedatangan suaminya yang menjemput dia. Meskipun terkadang dalam hatinya Nadira merasa lelah dengan pernikahan yang dijalaninya, tetapi kalau untuk berpisah pun Nadira harus berpikir seribu kali karena selain dia akan semakin dibenci keluarganya, Nadira pun masih percaya dengan sifat Danu yang mungkin suatu hari akan berubah.
"Nad, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah menunggu kedatanganmu dari tadi!" tanya Danu saat melihat Nadira yang sedang berjalan menghampirinya.
"Maaf, Mas. Bukankah biasanya juga kamu akan datang terlambat?"
"Ck, alasan."
Nadira tidak menyahuti perkataan Danu. Dia segera menaiki kendaraan milik suaminya itu. Bukan tanpa alasan Nadira kembali terdiam dan mengalah pada Danu, tetapi dia masih berpikir waras untuk tidak memancing emosi pria itu di pinggir jalan seperti ini.
Danu segera melajukan kendaraannya setelah melihat Nadira naik. Lagi-lagi pria itu memajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Padahal, di sore itu jalanan yang mereka berdua lalu cukup ramai karena baru saja bubaran pabrik, tetapi Danu tanpa rasa takut, dia menyalip beberapa kendaraan di hadapannya. Nadira yang saat itu merasa ketakutan hanya bisa berpegangan erat pada behel motor. Dia tidak berani berpegangan pada pinggang suaminya karena hal itu akan membuat Danu semakin marah padanya. Entah apa yang menjadi alasan Danu bersikap seperti itu, tapi tentunya hal itu membuat Nadira juga enggan melakukannya.
Perjalanan yang keduanya tempuh hanya memakan waktu sekitar 30 menit saja, hal itu masih mending daripada tadi pagi. Sesampainya di rumah kontrakan, Nadira segera meminta dan untuk menjemput Tiara di rumah Ibu Susan, sementara dirinya akan melakukan pekerjaan rumah yang lainnya sebelum putri kecilnya sampai.
"Mas, tolong kamu jemput Tiara, ya! Aku mau mandi dulu, belum masak juga," pinta Nadira pada suaminya.
"Kamu saja yang jemput Tiara, Nad! Aku capek," tolak Danu seraya menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Tolonglah, Mas. Aku belum masak. Lagi pula aku belum siap bertemu Ibu. Aku masih takut."
"Ck. Memangnya kamu anggap Ibuku itu apa, hah?" bentak Danu dengan suara menggelegar hingga mungkin orang-orang di luar akan mengetahui keributan mereka.
"Mas, pelankan suaramu! Kami itu kenapa, hah?"
"Berisik!" Danu menghampiri Nadira dan tiba-tiba ....
'Plak'
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nadira hingga membuatnya memerah, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih.
"M–mas?"
"Nadira, camkan ini baik-baik. Jangan pernah kamu campuri urusanku lagi. Kalau kamu masih tetap melakukannya, aku tidak akan berpikir dua kali untuk menceraikanmu!" ucap Danu dengan suara menggebu-gebu. Tanpa mempedulikan raut wajah Nadira yang kesakitan, Danu pergi meninggalkannya begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
S
Uda hajar aja lagian biasanya juga perempuan nya pasti takut d cerein.
2023-06-03
0
Sukliang
anjing kau danu mai tamoar ke istri sah
tu pelakor coba brani tamoar dak
2023-04-03
0
Indut Dut
ne cwek b,,,d AP be,,,sich ko msih AZ d prtahan kan suami ku gtu.
2022-10-19
0