Bab 15

Setelah menumpahkan kekesalannya terhadap Nadira, Danu ikut pulang bersama ibu dan kakaknya. Dia sama sekali tidak menghiraukan Nadira yang menangis tersedu di depan kontrakan. Entah kenapa, hatinya seakan sudah tak peduli lagi sejak beberapa bulan yang lalu. Ya, perasaan Danu terhadap Nadira sudah hilang.

Esok paginya, Danu datang ke rumah kontrakannya bersama Nadira. Tanpa mengungkit masalah kemarin, pria itu bersikap seperti biasa, seakan kejadian kemarin sore itu tidak pernah terjadi.

"Nad, buka pintunya!" perintah Danu pada waktu subuh itu.

"Nadira!" panggilnya lagi saat dia sudah menunggu lima menit, tapi pintu tak kunjung dibuka.

"Nadira, aku perintahkan ka–"

'Clak'

Belum sempat Danu menyelesaikan perkataannya, pintu depan kontrakan itu terbuka. Nadira berdiri di ambang pintu sambil menatap dingin suaminya.

"Rupanya kamu masih ingat untuk pulang kemari, Mas?" tanyanya.

"Apa maksudmu bertanya seperti itu, Nadira? Bukankah sudah pasti aku akan pulang kemari," sahut Danu hendak melangkah masuk ke rumahnya. Namun, dengan cepat Nadira menghalangi langkah pria itu.

"Kenapa kamu menghalangi jalanku?"

"Kupikir kamu tidak akan datang kemari lagi, Mas. Jadi, aku sudah memutuskan untuk merapikan semua barang-barangmu."

"A–apa? Apa maksudmu merapikan semua barang-barangku? Memangnya kamu kira aku akan pergi dari sini?"

"Iya. Bukankah kamu tidak membutuhkanku ataupun Tiara lagi? Lalu, untuk apa kamu tetap berada di sini?" tanya Nadira tanpa merubah raut wajahnya yang dingin. Kemarahannya terhadap Danu membuat dia seakan harus bersikap lebih keras kepala lagi pada suaminya itu.

"Nadira, kamu kosong apa yang kamu katakan, hah? Kamu masih tetap istriku dan Tiara adalah putriku. Kenapa aku harus pergi dari sisi kalian?" Danu kembali bertanya dengan nada tinggi karena dia merasa Nadira sudah memancing emosinya.

"Omong kosong?" Nadira tersenyum tipis. "Aku sama sekali tidak mengatakan hal ini tanpa alasan. Dan ... bukankah sudah jelas kamu pergi meninggalkan kami kemarin tanpa mengetahui masalah yang sebenarnya?"

Danu tersenyum tipis saat dia mulai menyadari ke mana arah Nadira berbicara. "Apa kamu masih marah karena kejadian kemarin?" tanyanya.

"Menurutmu, memangnya aku harus bersikap seperti apa? Apa aku harus terus menunduk dan mengiyakan semua perkataan serta perbuatan kasar kalian yang menyakitiku dan Tiara? Tidak, Mas. Aku tidak akan melakukan hal itu," jelas Nadira yang langsung membuat Danu mengepalkan tangannya dengan erat sambil menatap tajam istrinya itu.

"Nadira, kamu jangan mencoba untuk memancing emosiku tadi pagi seperti ini? Apa kamu tidak bisa menganggap semua kejadian kemarin sore itu tidak pernah ada? Bahkan Ibuku saja sudah melupakan hal itu," ucap Danu tanpa merasa bersalah.

"Melupakan? Apa untungnya aku melupakan sikap kasar kalian padaku dan Tiara, hah? Dan, bukankah memang hal biasa jika orang yang bersalah, memang mudah sekali untuk melupakan masalah?"

"Cih. Sikapmu yang seperti ini benar-benar membuatku muak, Nadira. Kamu bersikap seolah-olah kalau kamu dan Tiara bisa hidup tanpaku dan Ibu."

"Kenapa tidak? Bukankah sebelum kita bersama, aku memang sudah terbiasa untuk bekerja keras sendiri? Bahkan, untukku tidak masalah jika memang kamu benar-benar pergi," jawab Nadira dengan yakin.

"Sombong sekali kamu, Nadira! Aku tidak akan membiarkan kamu menginjak harga diriku dan Ibu lebih dari ini," sergah Danu seraya kembali memutar tubuhnya dan pergi dari kontrakan Nadira. Dia masih merasa kalau kata-kata istrinya itu sangat keterlaluan untuknya yang masih berstatuskan suami.

Rupanya kamu dan Ibu sama-sama tidak memiliki keinginan untuk meminta maaf padaku dan Tiara. Lalu, sampai kapan kamu akan seperti itu, Mas? batin Tiara sambil terus menatap punggung Danu yang mulai menghilang dari pandangannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi ini Nadira sudah bersiap untuk berangkat kerja. Dia meminta tolong pada Ibu Rumi untuk menjaga Tiara selama dirinya bekerja di pabrik. Nadira enggan untuk pergi ke rumah mertuanya karena rasa kesal masih membumbung di hatinya, belum lagi sikap Danu yang kemarin pagi semakin membuatnya urung menghampiri Ibu Susan.

"Bu Rumi, saya mohon titip Tiara. Saya ... sedikit khawatir kalau Tiara berada di rumah Ibu," ucap Nadira pada wanita paruh baya yang usianya hampir sama dengan ibunya sendiri.

"Iya. Titip saja di sini, Nad. Kamu tidak perlu khawatir kalau Tiara di sini pasti aman," jawab Ibu Rumi sambil menggendong Tiara dari tangan Nadira.

"Iya, Bu. Tolong, ya!"

"Tentu, Nad."

Setelah selesai menyerahkan semua keperluan Tiara pada Ibu Rumi, Nadira pun berpamitan pergi bekerja dengan menggunakan ojek yang ada di depan gang rumahnya. Danu pagi ini tidak datang kembali ke kontrakan. Jadi, mau tidak mau Nadira harus berangkat dengan ojek lain.

Seperti biasa, suasana pagi yang cukup menguras keringat karena jalanan macet, berhasil di lewati Nadira pagi itu. Suasana pagi ini lebih ramai dari biasanya karena hari ini adalah hari gajian. Jadi, akan ada banyak orang dikarenakan adanya pasar dadakan disepanjang jalan menuju pabrik.

"Neng, kita sudah sampai," ucap pengemudi ojek yang mengantarkan Nadira.

"Iya, Pak. Tolong berhenti di depan saja!" sahut Nadira.

"Oh, iya, Neng!"

Pengemudi ojek itu mengikuti permintaan Nadira untuk turun di depan, atau lebih tepatnya di samping gerbang. Baru saja ia turun dan memberikan ongkos pada sang ojek, tiba-tiba tanpa sengaja mendengarnya menangkap suara seseorang yang sedang membicarakannya.

*Eh, lihat ... bukankah itu wanita yang beberapa saat lalu diantarkan Pak Raka, ya?

Lho, eh, iya ... dia orangnya. Ternyata tidak secantik yang di bayangkan, ya? Tapi, bagus juga dia bisa menggaet hati Pak Raka.

Wah? Apa sungguh seperti itu? Pasti dia ada sesuatu dengan Pak Raka. Tidak mungkin orang seperti Pak Raka mau digosipkan secara percuma dengan orang sepertinya.

Iya. Sepertinya dia hanya mencari sensasi saja. Kabar itu pasti bohong*!

Begitulah bisikan-bisikan yang didengar oleh Nadira. Awalnya Nadira tidak berlaku tertarik dengan pembicaraan mereka, tapi saat Nadira dengan sengaja menatapnya, kedua wanita yang tidak Nadira kenal itu justru mencibir dan menatapnya dengan cemooh. Tak sampai di situ. Saat Nadira hendak memasuki gedung tempatnya bekerja, tiba-tiba ....

"Hei, wanita gatal, bisakah kamu menjauhi Raka?"

Terpopuler

Comments

Bicik Etik

Bicik Etik

julit gak tau diri lagi hadeeee

2023-06-11

0

Sukliang

Sukliang

dasat mulut embet

2023-04-03

0

elvie

elvie

jiahhhhh tambah lagi orang2 julid😤😤😤

2022-10-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!