Getar Asmara

Getar asmara Dina kepada mas Bagus mengalun rindu menemani malam-malam sepi seorang diri. Dina yang pernah merasakan lembutnya kasih dan hangat pelukan Mas Bagus, membimbing setia diri untuk selalu menanti mas Bagus hingga nanti mereka benar-benar akan bertemu. Keindahan yang pernah ada diantara mereka, membuat rindu kian melekat dalam hati Dina. Walau mendung kelabu menerpa tapi kerinduan tak sedikitpun bisa berpaling darinya. Malam semakin larut, kelip bintang-bintang di langit seakan saling berbisik, akan khayal Dina tentang kekasih yang selalu usil bermain di dalam angan menghalau kantuk. Masih jelas di telinga Dina bisik mesra mas Bagus akan rindu dan cinta meski sehari saja mereka tak saling bertemu. Kenangan bersama Mas Bagus sewaktu bersama dulu masih tersimpan rapi di dalam hatinya. Pesona mas Bagus yang tampan tak mungkin bisa ia lupa, berada di sisinya seakan naik derajatnya di atas rata-rata. Mungkin bukan hanya Dina yang bisa merasakan bangga berdampingan dengan seorang abdi negara yang gagah dan tampan memancarkan karisma. Wanita lain pun mungkin akan merasakan hal yang sama bila mereka memiliki kekasih yang tampan dan memiliki sebuah posisi penuh arti sebagai seorang abdi. Dina tersenyum di helai akhir malam, sebab sebulan lagi ia mesti mudik lebaran.

Satu bulan kemudian, Dina, Lala dan rekan-rekan kerja di pabrik mudik menjelang lebaran. Laju bus malam yang mereka tumpangi melesat cepat menuju ke kampung halaman. Hujan turun rintik-rintik seakan ikut serta menghantarkan Dina yang hendak kembali. Laju bus kian hati-hati di jalan aspal yang basah, iringan musik dalam bus mengalun indah di telinga membuat penumpang yang ada sesekali meniru suara bersama penyanyi di layar yang tergantung di depan mereka. Hujan kian deras menyambut laju bus di tengah malam menembus jalan raya. Sebuah bus yang melaju di depan bus yang Dina tumpangi, tampak meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri.

"Wah ini supirnya ngantuk paling?" ucap pak supir yang menyetir bus yang Dina dan Lala tumpangi. Dot... dot... dot...! Klakson pak supir untuk menggugah pengemudi bus di depannya. Beberapa detik kemudian laju bus di depan mereka kini seimbang lagi di jalur jalan raya sebelah kiri. Dot...dot... dot...! Klakson pak supir lagi sambil melirik senyum saat bus yang ia setir melaju untuk mendahului sebuah bus yang sempat oleng tadi. Pak supir tersenyum sambil menggeleng sejenak meninggalkan bus yang baru ia salip tadi. Bus terus melaju cepat menembus gelapnya malam, sementara kantuk yang mendera. Kini telah membimbing Dina dalam lelap. Pagi menjelang Dina dan Lala tersenyum ceria seiring bus yang ia tumpangi tiba di Tegal tanah kelahirannya. Dina dan Lala yang baru turun dari bus, langsung di sapa tukang ojek yang siap mengantarkan ke desa mereka. Dua motor ojek kini melaju mengantar Dina dan Lala menuju ke desa mereka. Tiga puluh menit kemudian, Dina dan Lala telah sampai di pelataran rumahnya. Senyum bunda dan handai tolan yang ada menyambut datangnya Dina dan Lala yang baru turun dari ojek motornya.

"Jam berapa dari Jakarta?" tanya bunda.

"Semalam Bu, habis shalat Isya." jawab Dina.

Sore hari, Dina duduk santai di kursi balai rumahnya sambil memandangi lalu-lalang kendaraan ojek yang ada. Sementara anak-anak tampak asik bermain di pelataran rumah tetangga di sampingnya. Dari balik kaca hitam jendela rumahnya, agak jauh di jalan sana, tampak seorang pemuda tampan sedang berjalan menuju ke rumahnya. Dina tak berkedip memandangi pemuda tampan yang selama ini mengisi rindu relung hatinya. Pemuda itu tampak tenang kala berjalan seolah cuek saja dengan angin yang menerpa tubuhnya.

"Assalamualaikum...." ucap pemuda itu mengetuk pintu yang dibiarkan terbuka selebar dua jengkal telapak tangganya.

"Waalaikumsalam." jawab Dina datar. Bagus melebarkan pintunya, tampak Dina duduk diam, mengatupkan wajahnya.

"Loh dek Dina, kapan pulang dari Jakarta?" tanya Bagus sambil mengulurkan tangannya. Dina menyambut tangan mas Bagus dengan datar saja saat bersalaman.

"Bagaimana kabarnya dek Dina?" tanya Bagus.

"Baik-baik Mas." jawab Dina singkat.

"Loh dek Dina kok malah cemberut begitu, kenapa toh dek?" Bagus bertanya lagi.

"Mas Bagus ini kejam, masa selama aku di Jakarta tak pernah sekalipun kirim kabar." jawab Dina dengan nada sedikit kesal.

"Maaf dek, mas Bagus belum sempat." ucap Bagus.

"Ah alasan, mas Bagus masih mengharapkan Yuli kan?" ucap Dina sambil menoleh ke wajah mas Bagus di sampingnya.

"Kata siapa dek...?" sanggah mas Bagus sambil senyum kemudian mencubit pipi Dina yang halus mulus seperti kue bakpao yang baru matang.

"Iya! buktinya saya sampai dilupakan mas Bagus begitu saja!" ucap Dina dengan muka cemberut.

"Ya tidak lah dek... dia kan sudah menikah." sanggah mas Bagus sambil meremas tangan Dina kekasihnya. Remas tangan hangat mas Bagus seakan mengalirkan energi yang mampu memperlancar aliran darah Dina yang beku. Semakin mas Bagus meremas tangannya, belenggu rindu di dada Dina seakan lepas begitu saja.

"Eh... ada tamu rupanya?" ucap ibunya Dina yang tiba-tiba saja muncul dan menyapa mereka. Bagus sontak refleks melepas pegangan tangannya.

"Iya Bu...." jawab Bagus kikuk sambil tersenyum ramah kepada ibu.

"Din, buat teh hangat dulu sana. Buat mas Bagus." ucap ibu mengingatkan Dina.

"Iya Bu." jawab Dina sambil bangkit dan melangkah menuju ke dapur.

"Sudah lama apa nak Bagus disini?" tanya ibu.

"Tidak Bu... baru sekitar sepuluh menit yang lalu." jawab Bagus. Sebentar kemudian, Dina sudah kembali ke balai tamu sambil menaruh secangkir teh hangat di atas meja untuk mas Bagus.

"Ya sudah kalau begitu, biar Ibu tinggal dulu ke dapur." ucap ibu kepada Bagus.

"Iya Bu." jawab Bagus sambil tersenyum dan menganggukkan kepala kepada ibu. Bagus dan Dina kembali duduk seperti semula, tangan Bagus kembali meremas tangan Dina merangkai kepingan rindu yang pernah pudar warnanya.

Episodes
1 Sekolahku
2 Surat Pertama
3 Harum Bunga
4 Sketsa Masa Depan
5 Pesta Pernikahan
6 Sebumbung Tapi Tak Bersama
7 Kesabaran mas Budi
8 Budi Undur Diri
9 Surat Layang
10 Nasehat Bapak
11 Seberkas Sinar
12 Tak Seindah Mimpi
13 Penawar Rindu
14 Cinta Bersemi
15 Antara Jakarta dan Tegal
16 Getar Asmara
17 Janur Kuning
18 Cinta Rahasia
19 Manisnya Madu
20 Memori Di Pesisir Pantai
21 Sebuah Pengakuan
22 Bahtera Berlalu
23 Istana Kecil
24 Cobaan Datang
25 Pudar Warna
26 Diam Bukan Tak Tahu
27 Bulan Sabit
28 Bagus Kelayu
29 Dinamika Politik
30 Bola Keberuntungan
31 Kerudung Hitam
32 Berkawan Dalam Duka
33 Bunga Mawar Merah
34 Sadar Diri
35 Kepak Sayap
36 Sebuah Jalan
37 Senyum Yuli
38 Tersanjung
39 Maju Kena Mundur Tak Bisa
40 Cincin Permata Biru
41 Terguling-guling
42 Dia Datang
43 Ikrar Janji Suci
44 Syukuran Nikah
45 Janda Rasa Perawan
46 Basah-basah Seluruh Tubuh
47 Panggilan Tugas
48 Deru Hiu Kencana
49 Indonesia Berduka
50 Tabur Bunga
51 Bangkitnya Srikandi
52 Tumbuh Kembang
53 Cek dan Ricek
54 Waspada
55 Sebab-Sebab Mundurnya Galih
56 Kharisma
57 Menyelam Sambil Minum Air
58 Pertemuan
59 Bersatu Meraih Asa
60 Restu
61 Mediator
62 Registrasi
63 Taktik dan Strategi
64 Strategi Lawan Politik
65 Anjangsana
66 Simbol
67 Jatuhnya Ndaru
68 Hasil Akhir
69 Suka dan Duka
70 Pelantikan
71 Berlibur ke Pantai
72 Terkenang
73 Tunas Harapan
74 Naik Daun
75 Kembang-Berkembang
Episodes

Updated 75 Episodes

1
Sekolahku
2
Surat Pertama
3
Harum Bunga
4
Sketsa Masa Depan
5
Pesta Pernikahan
6
Sebumbung Tapi Tak Bersama
7
Kesabaran mas Budi
8
Budi Undur Diri
9
Surat Layang
10
Nasehat Bapak
11
Seberkas Sinar
12
Tak Seindah Mimpi
13
Penawar Rindu
14
Cinta Bersemi
15
Antara Jakarta dan Tegal
16
Getar Asmara
17
Janur Kuning
18
Cinta Rahasia
19
Manisnya Madu
20
Memori Di Pesisir Pantai
21
Sebuah Pengakuan
22
Bahtera Berlalu
23
Istana Kecil
24
Cobaan Datang
25
Pudar Warna
26
Diam Bukan Tak Tahu
27
Bulan Sabit
28
Bagus Kelayu
29
Dinamika Politik
30
Bola Keberuntungan
31
Kerudung Hitam
32
Berkawan Dalam Duka
33
Bunga Mawar Merah
34
Sadar Diri
35
Kepak Sayap
36
Sebuah Jalan
37
Senyum Yuli
38
Tersanjung
39
Maju Kena Mundur Tak Bisa
40
Cincin Permata Biru
41
Terguling-guling
42
Dia Datang
43
Ikrar Janji Suci
44
Syukuran Nikah
45
Janda Rasa Perawan
46
Basah-basah Seluruh Tubuh
47
Panggilan Tugas
48
Deru Hiu Kencana
49
Indonesia Berduka
50
Tabur Bunga
51
Bangkitnya Srikandi
52
Tumbuh Kembang
53
Cek dan Ricek
54
Waspada
55
Sebab-Sebab Mundurnya Galih
56
Kharisma
57
Menyelam Sambil Minum Air
58
Pertemuan
59
Bersatu Meraih Asa
60
Restu
61
Mediator
62
Registrasi
63
Taktik dan Strategi
64
Strategi Lawan Politik
65
Anjangsana
66
Simbol
67
Jatuhnya Ndaru
68
Hasil Akhir
69
Suka dan Duka
70
Pelantikan
71
Berlibur ke Pantai
72
Terkenang
73
Tunas Harapan
74
Naik Daun
75
Kembang-Berkembang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!