Bapak kali ini pulang kerja larut malam, tidak seperti biasanya jam lima sore beliau pasti sudah datang. "Mungkin Bapak sepulang dari kerja mampir dulu ke teman atau saudara membuat Bapak kali ini pulang malam." batin Yuli menebak.
"Tumben Pak, kok pulangnya malam?" sambut ibu.
"Iya Bu, kebetulan sepulang kerja tadi ada acara sama teman. Jadi ya Bapak pulang agak kemalaman." jawab bapak.
"Makan dulu apa Pak?" tanya ibu.
"Bapak belum shalat Isya Bu, biar Bapak shalat dulu. Habis itu baru Bapak makan." ucap bapak sambil meraih dan melangkah menuju kamar mandi. Selesai shalat, bapak langsung menyantap makanan yang telah ibu hidangkan di atas meja.
"Malam ini Bapak makan lahap sekali, mungkin karena terlalu lama menahan lapar sepulang kerja tadi." batin ibu yang duduk menemani.
"Mau dibuatkan Kopi pak?" tawar ibu.
"Boleh," jawab bapak mengangguk.
"Sudah tiga hari ini nak Budi tidak masuk kerja di pabrik." ucap bapak membuka percakapan.
"Ada apa dengan nak Budi Pak?" tanya ibu panik.
"Menurut informasi yang Bapak dengar dari orang kantor, nak Budi izin tidak masuk kerja karena sakit. Kasihan nak Budi, dia adalah anak yang baik dan ulet dalam bekerja." ucap bapak menerawang.
"Sejak kecil ia telah ditinggal ayah dan ibunya meninggal. Neneknya lah yang besarkan nak Budi hingga saat ini. Disaat dia menikah dengan Yuli, seharusnya Budi bahagia. Tapi kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Dan entah apa yang akan terjadi dengan nenek nak Budi, ketika dia pulang ke rumah seorang diri tanpa ada seorang istri di sisi." lanjut bapak.
Ibu hanya diam menahan kesedihan, mengingat yang akan terjadi pada Budi alami. "Nasibmu nak Budi... semoga Tuhan memberi keajaiban dan kemudahan untuk nak Budi." doa ibu menutup percakapan malam.
Keesokan paginya, bapak kembali berangkat kerja seperti biasa. "Bu, mungkin Bapak nanti pulang telat lagi, ada sesuatu yang harus Bapak selesaikan di luar kantor." kata bapak.
"Baik Pak, hati-hati di jalan." ucap ibu melepas kepergian bapak.
Mendengar kabar burung akan perpisahan Budi dan Yuli, Bagus yang sedang bersantai tiba-tiba bangkit. Luka dalam hati seolah mendapat obat penawar kala Bagus merangkai kata dalam surat untuk Yuli. Angin segar itu seolah menjadi jawaban kalau dirinya lah jodoh untuk Yuli. Bunga-bunga indah wangi kini jatuh hati, seiring sayap patah Bagus bersemi kembali. Rangkaian kata-kata indah akan masa depan mereka berdua, seolah-olah hanya benar-benar terjadi meski itu sebuah ilusi saat Bagus menorehkan tinta biru di lembaran kertas putih untuk Yuli. Bidadari yang telah pergi kini akan kembali lagi, senyum bahagia mengiringi detik-detik waktu Surat itu ia lipat rapi. Jangan lupa ia semprot minyak wangi, agar Yuli yang membuka surat itu nanti bisa merasakan dirinya kembali.
"Dek, tolong antarkan surat ini buat kakak Yuli, tapi rahasia ya jangan sampai ada yang tahu." pesan Bagus kepada Ani anak kelas 4 sekolah dasar tersebut.
"Baik mas Bagus." jawab Ani tetangga jauh Yuli.
"Kakak, ini ada titipan surat dari mas Bagus." ucap Ani berbisik ke Yuli.
Yuli tengak-tengok ke kanan dan ke kiri memastikan keadaan sepi. "Terima kasih ya Ani." ucapnya sambil waspada menyimpan surat dalam saku rok rapi.
"Iya sama-sama." jawab Ani seiring dengan perginya Yuli.
Yuli melangkah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya dari dalam. Yuli duduk berdebar-debar, sedikit gemetar saat membuka sampul surat aroma wangi mas Bagus sang pujaan. Derai air mata Yuli menetes di pipi membaca isi surat mas Bagus yang begitu besar, teraniaya dan terluka saat pernikahan Yuli dan Budi.
Tapi menurut kabar yang mas Bagus tidak salah dengar, kini Yuli sendiri lagi. Kabar itu membuat luka dalam mas Bagus sembuh dengan sendirinya, karenanya izinkan cinta yang telah menyembuhkan luka ini menyambung lagi cinta kita yang sempat teramputasi. Bagiku, Yuli masih sama seperti yang dulu apa pun yang telah terjadi, Yuli adalah Yuliku yang dulu atau nanti dan selamanya. Sedianya kabar itu benar... tunggulah mas Bagus hingga waktunya datang untuk ku melamar dik Yuli.
(Bagus Saputra)
Isak tangis yang Yuli tahan, kian sengguk seiring deras air mata yang ia seka dengan ujung lengan baju yang ia kenakan. "Maafkan aku Mas... aku tak berdaya akan semua yang telah terjadi pada diri ini. Aku mencintaimu mas... Aku masih murni, masih utuh bulat seperti kelereng yang belum melihat tangan sama sekali. Tapi apa yang harus saya perbuat mas Bagus, Yuli tak bisa melangkah bila nanti membuat luka di hati kedua orang tua. Ratap tangis Yuli di kamar. Yang sabar ya Mas.. semoga nanti ada jalan kemudahan." batin Yuli sambil melipat surat ke dalam sampul seperti semula. Dengan mata sembab, Yuli melangkah ke dapur untuk membakar surat itu seperti sebelum-sebelumnya agar tidak diketahui oleh ibunya. Bila orang tua sampai tahu, bisa pecah perang dingin berbulan-bulan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments