Tiga hari Yuli mengurung diri di kamar, wajahnya sayu seperti bunga layu kekeringan.
"Sudah Yuli jangan mengurung diri terus di kamar, tak baik untuk kesehatan bila kamu terus-terusan seperti ini." ucap ibu saat mengantarkan sepiring nasi sarapan.
"Sini, Ibu suapin makan." lanjut ibu penuh perhatian.
"Nah begini kan lebih enak, kalau perut sudah terisi nasi, nanti badan memiliki energi dan aura wajah cantik Yuli akan cepat bersinar lagi." lanjut ibu seiring suap nasi ke mulutnya. Secercah senyum Yuli sedikit mengembang, seiring kerling mata sepintas memandang wajah ibu yang tenang.
"Dulu Bapak kamu itu juga agak aneh, masa seorang bujang mau menikahi Ibu yang sudah janda. Padahal di kampung, itu ya banyak gadis-gadis yang cantik-cantik melebihi Ibu, tapi entah mengapa Bapak kamu malah lebih memilih menikah dengan Ibu." ucap ibu bercerita, sementara Yuli kian penasaran dengan cerita yang baru ia dengar.
"Itulah yang namanya jodoh, kalau Tuhan sudah menggariskan maka pada waktunya dia pasti akan datang." pesan dari kakek yang selalu ibu ingat.
"Kalau anakmu nanti sudah besar dan ada pria yang datang untuk melamar, maka jangan kau tolak, itu tidak baik nak. Mungkin karena pesan dari almarhum Kakek itu, Ibu pun tidak berani membantah." kata ibu.
Yuli jadi iba akan sosok Bapaknya, selain pekerja keras beliau juga begitu perhatian kepada keluarga.
"Tambah lagi nak nasinya." tawar ibu kepada Yuli.
Yuli menggeleng pelan, "Sudah cukup Bu." jawabnya. Hanya tiga suap nasi saja Yuli sarapan pagi ini, ia lalu berbaring lagi. Ibu bergegas bangkit, melangkah membawa sisa nasi ke dapur.
"Mang Ali tolong antarkan Aris ke rumah mas Budi, bilang ke mas Budi, bahwa sudah tiga hari ini Yuli sedang sakit." pesan ibu.
"Baik Bu." jawab mang Ali. Aris yang menenteng rantang berisi makanan untuk mas Budi lalu naik di belakang motor mang Ali.
Tiga puluh menit mereka bermotor, setibanya di rumah mas Budi, Aris langsung menyerahkan rantang nasi ke mas Budi. "Ini dari Ibu mas." ucap Aris adik iparnya.
"Ada satu pesan lagi dari Ibu mas, sudah tiga hari ini Yuli sedang sakit di rumah." sambung mang Ali kepada Budi.
Budi tegun sejenak, raut wajahnya mendadak panik saat mendengar pesan dari mang Ali. "Baik mang Ali... sampaikan salam saya buat keluarga. Bilang kepada mereka, nanti sore saya akan datang untuk menjenguk Yuli." pesan Budi.
"Baik mas." sahut mang Ali lalu mereka meluncur dengan sepeda tuanya untuk kembali. Sementara,
Budi di rumah kian tambah panik saja akan kondisi kesehatan istrinya, "Sakit apakah gerangan dik Yuli?" batin mas Budi. Selepas shalat maghrib, Budi langsung meluncur ke rumah Yuli. Budi disambut baik oleh kedua orang tuanya, sejenak kemudian ia mohon izin untuk menjenguk Yuli. Sesaat membuka pintu, mas Budi lalu meletakkan seikat bunga dan aneka buah di meja kamar Yuli. Ada titik air mata di sudut matanya yang sayu.
"Kamu kenapa dek, kok tumben bisa sakit begini?" ucap mas Budi lucu.
"Ini mas bawakan bunga dan buah buat dek Yuli, cuma ada satu bunga yang lupa mas bawa tadi." sementara mata Yuli menatap mas Budi penuh tanya.
"Bunga bank...." lanjut mas Budi seiring senyumnya. Merekah senyum Yuli mendengar mas Budi bercanda.
"Ayo silahkan dek Yuli mau makan buah apa sekarang, jeruk, apel atau anggur?" lanjut mas Budi.
Yuli masih diam tanpa kata, "loh kok diam dek? Atau jangan-jangan dek Yuli mau buah kelapa di pekarangan belakang sana, biar mas panjat itu pohon kelapa dan mas petik buahnya untuk dek Yuli." ucap Budi
Lagi-lagi senyum Yuli mengembang lagi mendengar ucapan Budi yang jenaka. "Baiklah... kalau begitu biar mas panjat itu pohon kelapa buat dek Yuli." ucap mas Budi sambil bangkit dari sisi Yuli untuk melangkah pergi.
"Enggak usah Mas...." ucap Yuli seketika sambil meraih tangan mas Budi yang hendak melangkah pergi. Budi tegun sejenak, urung untuk melangkah lagi, aura tangan dingin Yuli menjalar menyusuri aliran darahnya. Budi duduk kembali di sisi ranjang Yuli. Telapak tangan hangatnya meremas tangan dingin Yuli, padu menjadi simfoni dua irama yang baru saling bertemu.
Seminggu kemudian, Budi memboyong Yuli ke rumah miliknya. Restu kedua orang tua Yuli menyertai langkah mereka dalam mengayun biduk keluarga. Orang tua tersenyum lega melepas Yuli turut serta bersama Budi suaminya. Kehadiran Budi ternyata mampu mengobati sedu-sedan Yuli akan aral yang menjadi ganjal dalam pernikahan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments