Minggu pagi bapak berkunjung ke rumah gurunya, sebagai murid. Guru adalah orang tuanya juga. Setiap persoalan dalam hidup yang sulit diselesaikan sendiri, sesekali perlu juga dialog dengan seseorang yang lebih tua dan kenyang akan asam garam kehidupan.
"Silahkan diminum dulu tehnya." ucap guru kepada tamunya.
"Ya ada keperluan apa kalau boleh tahu?" tanya guru setelah tamu tersebut menyeruput teh hangat dalam gelas.
"Anu Guru, saya datang kesini yang pertama dengan niat silaturahmi, maaf Guru sudah lama saya tidak ke sini dan baru kali ini saya bisa silaturahmi ke rumah guru." Guru tersenyum menimpali.
"Niat yang kedua saya datang kesini, mau minta nasehat kepada guru, kebetulan ada sedikit batu sandungan dalam keluarga saya. Begini guru, anak sulung saya kebetulan sudah menikah, tapi persoalannya anak saya itu kelihatannya tidak suka dengan suami pilihan kami selaku orang tua." Guru mengangguk paham, untuk kemudian tersenyum.
"Dalam hidup itu ada-ada saja persoalan... kemarin ada tamu mengeluh agar cepat dapat jodoh, lah kok sekarang ada lagi. Sudah dapat jodoh, tapi tidak mau. Ini berarti tandanya dia belum tahu akan nikmatnya hidup berkeluarga." ucap guru sambil terkekeh-kekeh. Murid ikut tersenyum mendengar ucapan gurunya.
"Ya tunggu sebentar." ucap guru sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya. Sebentar kemudian, guru sudah kembali menemui muridnya di ruang tamu. "Ini gula buat campuran minum kopi kamu di rumah dan sisanya taburkan gula itu di kamar Anak kamu." ucap guru sambil menyodorkan plastik kecil berisi gula pasir.
"Jadi kalau kamu mau bikin kopi, gunakan gula ini sebagai campuran untuk kopinya. Dan sisa gula tadi sebarkan di kamar pengantin." ucap guru mengulang.
"Baik Guru." ucap murid mengangguk paham.
"Kalau begitu, saya mohon pamit Guru." kata murid.
"Ya... hati-hati di jalan nak." pesan guru kepada muridnya.
Setibanya di rumah, Yuli tampak sedang membantu ibu di dapur menyiapkan keperluan makan malam mereka. "Tumben, Bapak kok bikin kopi sendiri?" Tanya ibu heran.
"Tidak apa-apa Bu, kebetulan hari ini Bapak lagi ingin kopi buatan Bapak sendiri." jawabnya. Seperti pesan dari gurunya, sisa gula yang tinggal separuhnya ia taburkan di kamar Yuli. Sore ini, raut wajah bapak tampak lebih tenang tidak seperti kemarin selalu gusar.
"Bu, hari ini Bapak mau menyampaikan sesuatu kepada Yuli, jadi tolong Ibu panggilkan dia kesini." pesan bapak. Tanpa bertanya, ibu langsung bangkit untuk memanggil Yuli di kamarnya. Sebentar kemudian ibu dan Yuli sudah menghadap bapak di balai tengah rumahnya.
"Duduk!" ucap bapak kepada Yuli. Yuli duduk patuh, sementara ibu melangkah tiga jengkal untuk duduk di kursi panjang mendampingi bapak.
"Dengar baik-baik Yuli, ini untuk terakhir kalinya Bapak mau bicara sama kamu. Setelah ini, Bapak tidak mau bicara lagi." Ibu hanya diam mendengarkan ucapan bapak, sementara Yuli tunduk memandangi lantai keramik di bawahnya.
"Kewajiban Bapak selaku orang tua: satu, memberikan nama yang baik untuk anaknya ketika lahir. Kedua, mendidik anaknya dengan baik. Ketiga, menikahkan anaknya. Selaku orang tua, ketiga hal tersebut sudah bapak laksanakan. Jadi sekarang Bapak sudah tidak punya hak untuk membimbing kamu lagi. Kewajiban untuk membimbing kamu selanjutnya adalah Suami kamu. Jika kamu tidak mau di bimbing oleh Suami kamu saat ini, maka Bapak dan Ibu selaku orang tua merasa gagal dalam mendidik kamu selama ini." Yuli hanya bisa diam dan meneteskan air mata di pipi saat mendengarkan ucapan bapak yang menusuk hatinya.
"Sekarang kamu bebas untuk menentukan jalan hidup kamu, kewajiban Bapak dan Ibu selanjutnya adalah mendidik si Aris adik kamu agar menjadi anak yang baik dan patuh kepada orang tua." Bapak diam sejenak, sementara air mata Yuli kian deras membasahi pipinya.
"Sudah Bu." ucap bapak menyudahi perkataannya. Ibu kemudian bangkit untuk membimbing Yuli kembali ke kamarnya. Yuli menyeka lagi air mata yang jatuh di pipi, sementara malam terus berjalan cukup tenang, merambat tiap helai waktu, membimbing bimbang dalam lelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments