Ingin rasanya Yuli kembali meninggalkan kamar pelaminan, tapi dia tak mampu melakukannya. Nama baik dan juga kehormatan orang tua dengan banyaknya tamu undangan yang memaksa diri Yuli untuk tetap duduk di pelaminan meski tak terasa rasanya. Satu jam duduk di pelaminan serasa setahun. Bagus, Irfan dan Joko duduk di kursi tamu menyaksikan kedua mempelai berdampingan di pelaminan. Wajah Bagus tampak mendung menahan panasnya lahar kawah dalam dada. Kalau saja Bagus bukan seorang kesatria, mungkin dia akan menangis berteriak menyaksikan Yuli kekasihnya menikah dengan orang lain.
Irfan, Joko dan warga setempat yang mengetahui panggilan kasih antara Bagus dan Yuli selama ini, hanya ikut iba memandangi wajah mas Bagus yang mendung abu-abu. Wajah mendung menahan sakit bukan kepalang bagai dalam perang karena ditinggal sang pacar. Menjelang tengah hari, Irfan, Joko dan Bagus kembali ke rumahnya, sementara Lili dan Nana tetap tinggal di tempat pesta untuk menemani Yuli sahabatnya. Bagus tidak langsung kembali ke kompinya, tapi mampir dulu di rumah Joko sahabatnya. Di rumah Nana dan Joko inilah dulu Bagus dan Yuli seminggu sekali bertemu untuk apel di hari minggu. Tapi kini semua tinggal kenangan, Bagus yang baru beberapa tahun diterima di angkatan, belum mendapatkan restu dari orang tuanya untuk menikah di usia muda. Dan bila melihat kedua orang tua mendukung empat adiknya yang masih duduk di sekolah, Bagus juga tak tega melihat mereka. Bagaimanapun keempat adiknya masih butuh bantuan biaya dari Bagus sebagai anak sulung dari lima bersaudara dalam keluarganya. Sebagai anak sulung, Bagus juga ikut bertanggung jawab atas pendidikan adik-adiknya. Orang tua sudah berusaha mendidik Bagus hingga menjadi tentara. Kini disaat sudah tercapai cita-citanya sebagai tentara, maka kewajiban moral adalah ikut membantu adik-adiknya dalam meraih segala cita-cita mereka. Akibat kurang tidur, kini Bagus pun terlelap di kursi balai ruang tamu rumah Joko sahabatnya.
Pukul lima sore adalah jeda waktu istirahat setelah mandi. Setelah mereka duduk di kursi pelaminan biru, di kamar istirahat segera melepas sanggul konde dan sandaran di kepala Yuli sang pengantin wanita. Untuk sementara waktu, Lili dan Nana pun pamit balik untuk menjenguk suami mereka di rumahnya. Lili dan Nana tentu akan kembali lagi ke rumah Yuli setelah maghrib nanti. Tak tega rasanya Lili dan Nana menyaksikan Yuli sedih disaat hari pernikahannya. Yuli seolah mendapat perasaan dan keyakinan dalam hati kalau mas Bagus pasti tidak akan langsung kembali ke kompi nya, tapi mas Bagus pasti mampir dulu di rumah mas Joko sahabatnya. Seperti biasanya setiap hari minggu, mas Bagus dan Yuli saling bertemu apel di rumah Nana.
Bedak pengantin masih menempel di pipi Yuli, lewat pintu belakang rumahnya Yuli pun melangkah pergi menuju ke rumah Nana untuk menemui Bagus kekasihnya. Nana berlari mengikuti langkah Yuli yang begitu cepat menuju ke rumahnya. Sementara di ruang tamu rumah mas Joko, Bagus yang baru dibangun dari tidur siangnya kini duduk termenung memandangi keramik di bawahnya. Sebentar kemudian pintu rumah itu tiba-tiba terbuka, Yuli yang masih mengenakan kebaya pengantin dengan bedak tebal di wajah tiba-tiba langsung berlari masuk dan memeluk mas Bagus yang duduk termenung seorang diri. Suara tangis Yuli pecah membahana seiring peluk erat nya kepada mas Bagus. Air mata mas Bagus tiba-tiba meleleh menerima peluk erat dari Yuli kekasihnya.
"Ayo Mas... kita minggat saja Mas... aku tak mau kalau harus menikah dengan orang lain selain dirimu Mas!" ucap Yuli seiring isak tangis di pelukan mas Bagus kekasihnya.
Mas Bagus hanya diam tengadah membocorkan langit balai rumah seiring dengan lelehan udara di pipi. Joko dan Nana menatap matanya berkaca-kaca mengamati kedua sahabatnya.
Yuli mengguncang-mengguncangkan kedua bahu Bagus di hadapannya, "Ayo Mas... kita minggat saja Mas... aku tak sanggup menghadapi kenyataan ini Mas!!!" rengek tangis Yuli kepada kekasihnya.
Sebentar kemudian warga tiba-tiba datang dan berkumpul di depan rumah Nana, mereka kaget oleh suara tangis Yuli yang menggema. Tetangga yang hadir di depan rumah Nana saling pandang antar sesama, mereka menarik napas berat di dada ikut merasakan Yuli dan Bagus yang tiba-tiba teramputasi cintanya. Mendapati mas Bagus diam tanpa kata, sementara banyak warga berdatangan menyaksikan dirinya.
"Mas Bagus pengecut!!!" ucap Yuli sambil menghempaskan bahu mas Bagus ke sandaran sofa duduknya. Tangis Yuli lalu bangkit dan berlari kembali menuju rumahnya. Tragedi senja hari berlalu seiring suara adzan maghrib di speaker masjid menggema.
Selepas Maghrib, juru rias pengantin kembali mendandani wajah Yuli sang pengantin. Melihat sembab mata Yuli, juru rias pun berkali-kali menarik nafas beratnya. Betapa beratnya beban Yuli sang pengantin.
Karena pesta yang ada, ia pun terpaksa tampil cantik duduk di pelaminan bak permaisuri raja. Padahal di balik pesona wajah cantik itu, hati Yuli sebenarnya sedang berteriak meraung ingin berlari mengejar mas Bagus nan jauh disana daripada duduk di pelaminan dengan mas Budi laki-laki yang sama sekali tak Yuli cinta. Yuli duduk diam di pelaminan dengan mas Budi untuk menyambut tamu undangan yang hadir dengan undangan pesta. Bedak tebal yang menghias wajah pengantin, seolah menghalau murung di dalam batinnya. Lili dan Nana tetap setia mendampingi Yuli sahabatnya. Pukul sembilan malam pengantin wanita kembali ke kamarnya.
"Lili, Nana kamu tidur disini saja untuk menemani saya ya?" pinta Yuli memelas kepada kedua sahabatnya.
"Sudahlah Yuli, aku yakin kamu pasti bisa menjalani garis dunia ini." pamit Lili dan Nana kepada Yuli.
Meski berat, Yuli akhirnya melepas teman-temannya untuk kembali. Malam kian larut, tamu-tamu undangan pun sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Pengantin pria kini masuk ke dalam kamar pengantin wanita, Yuli yang belum tidur terkejut melihat Budi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
"Sudah, kamu tidur di sana. Biar aku tidur di lantai saja!" ucap Yuli ketus.
"Aku menikah dengan kamu, bukan atas kemauanku tapi kemauan Bapak!" lanjutnya dengan nada kasar.
Malam pertama mereka terasa hambar tidak seperti pengantin baru pada umumnya. Budi hanya bisa diam dan menuruti kemauan Yuli istrinya. Budi lebih memilih tidur di lantai dan membiarkan istrinya tidur sendiri di ranjang pengantin yang menghias harum wangi. Melihat nada ketus Yuli istrinya, Budi seolah tak akan menikmati yang namanya malam pertama dan malam berikutnya. Mengalah adalah pilihan terbaik bagi Budi, akibat menikah dengan Yuli yang tak mencintai dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments