Perkenalan Bagus dan Dina seperti tak meninggalkan bekas, meski mereka mulai berteman. Tapi rasanya datar-datar saja. Tak dapat Bagus pungkiri dalam hati sebenarnya ada serpihan rasa bersemi akan pesona Dina yang cantik, anggun menawan hati, tapi Bagus seolah tak punya keberanian untuk memulai. Bagus seolah masih trauma, akan cintanya kepada Yuli yang kini telah pergi bersama pria pilihan bapaknya. Dua kali harapan yang pernah Yuli berikan, justru meninggalkan luka yang mendalam. Mendung tak berarti akan menurunkan hujan, cobaan memandu pola pikir manusia kian matang. Masih ada waktu dan kesempatan untuk menata masa depan dan Bagus tidak harus terus menanti akan sosok Yuli, meski cinta di antara masih ada.
"Besok pagi kita mau pergi ke tempat wisata air panas, bagaimana kalau Bagus nanti turut serta bersama kita?" tawar Joko kepada Bagus.
"Iya kamu ada istri yang menemani... lah kalau saya... siapa yang menemani?" sahut Bagus.
"Mau tidak ditemani sama Dina, dia sepertinya mau juga, bila Nana yang mengajak." tegas Joko.
Bagus sewaktu-waktu memandang lapisan tanah di bawahnya. "Ya boleh deh... kalau ada Dina yang menemani, aku siap ikut ke tempat wisata." jawab Bagus datar saja.
"Oke... kalau begitu besok pagi kamu saya tunggu di rumah pukul 07.00, setelah itu nanti kita berangkat bareng ke tempat wisata." ucap Joko
"Siap!!!" jawab Bagus singkat.
Pukul 07.00 pagi, Bagus tiba di rumah Joko. Dina dan Nana duduk di ruang tamu, mereka tampak cantik berseri dengan dandanan rapi, harum bunga kasturi. "Langsung berangkat apa Mas?" tanya Bagus sesaat setelah bersalaman.
"Iya dong, ayo kita langsung berangkat." lanjut Joko sambil menyambar helm di meja.
Mereka lalu berangkat menuju ke tempat wisata Guci di puncak perbukitan sana. Joko membonceng Nana, sementara Bagus dan Dina mengekor di belakangnya. Dua sepeda motor yang di tumpangi pasangan muda-mudi itu menyusuri jalan raya. Kian jauh sepeda melaju kian indah pemandangan di depan sana, laju sepeda kian cepat menuruni jalan sebentar kemudian merambat naik menyusuri tanjakan berkelok tajam dengan tebing curam di sisinya. Semakin jauh mereka melaju, udara dingin pegunungan kian terasa. Membuat rambut-rambut di badan berdiri. Tajamnya tikungan jalan yang ada, membuat Bagus sigap menginjak rem untuk mengurangi kecepatan laju motornya. Rem mendadak membuat tubuh Dina menempel di punggungnya. Mereka masih sama-sama canggung dengan kebersamaan yang ada.
"Dek Dina pegangan dong." ucap Bagus membuka suara. Dina hanya diam, sementara tangan Bagus sudah bergerak membimbing tangan Dina untuk memeluk perutnya. Dina hanya menurut saja, semakin lama tangan Dina mulai erat memeluk tubuh Bagus yang melaju cepat dengan motornya. Satu jam kemudian mereka sampai juga di Guci.
Tempat Wisata Guci rama sekali dipenuhi muda-mudi yang sedang berlibur. Mereka melangkah mengitari indahnya alam diantara lalu-lalang pengunjung yang ada. Di kolam air panas tampak penuh anak-anak dan keluarga mereka yang sedang mandi.
"Ayo kita ke puncak sana." ajak Bagus kepada Dina. Dina hanya mengangguk saja. Saat mereka hendak menaiki tanjakan jalan yang cukup curam, Bagus pun mengulurkan tangannya ke Dina. Dengan sedikit ragu, Dina pun mengulurkan tangan juga.
"Ya...." ucap Bagus saat menarik tangan Dina menaiki curam tanjakan yang ada. Rute jalan di tebing yang rindang membuat mereka kerap mengulang gerakan yang sama.
Tiga puluh menit kemudian, mereka sampai juga di puncak perbukitan, mereka lalu duduk dan berbincang seadanya sambil mengawasi sekian pengunjung yang berlalu-lalang nan jauh di bawah sana. Beberapa pasang muda-mudi di area puncak bukit juga tampak asik dengan kamera di tangan mereka, keindahan yang ada membuat muda-mudi itu tak peduli dengan pasangan muda-mudi lain di sekitar mereka. Sementara sengatan teriknya matahari membuat Bagus dan Dina tak betah dengan suasana yang ada. Mereka lalu memutuskan untuk turun lagi ke area wisata yang rimbun dan cukup adem di bawah sana. Untuk kesekian kali mereka kembali saling bergandengan tangan saat menuruni curamnya rute jalan yang ada. Sesampainya mereka di dataran rendah, dengan sedikit ragu Bagus coba meraih tangan Dina untuk ia gandeng. Tapi anehnya Dina hanya menurut saja kala tangan Bagus meraih tangannya. Mungkin mereka terbawa suasana lalu-lalang muda-mudi saling berpegangan tangan dengan kekasihnya. Jadi Dina mau saja kala tangan Bagus meraih tangannya.
Bagus dan Dina lalu duduk istirahat tak jauh dari sekian kerumunan pengunjung yang ada, seiring obrolan tanpa koma. Meski obrolan di antara mereka tercipta, tapi kedekatan Bagus dan Dina seakan tersenggang batin mereka yang belum saling nyatakan cinta.
Dina yang juga lagi patah hati karena ditinggal kekasihnya pergi bersama wanita lain, lalu tiba-tiba berucap, "Memang mas Bagus punya rasa dengan saya?" Bagus sedikit terkesiap.
Lalu ia cepat menjawab, "Ya, memang sebenarnya saya juga punya rasa cinta dengan kamu Din. Tapi apakah Dina juga mau menjadi kekasih saya?" tanya balik Bagus kepada Dina yang duduk sejengkal di sampingnya.
Sementara mata Dina memandang syahdu gerak bibir Bagus di sampingnya. Dina diam sejenak, lalu ia berucap, "Ya sudah... mari kita jalani saja hubungan yang baru tercipta ini." mendengar jawaban Dina, tiba-tiba Bagus merasakan ribuan bunga-bunga surga seolah jatuh menghujani dirinya.
"Beneran kamu Din?" ucap Bagus untuk memastikan sambil meraih tangan Dina di sisinya. Dina tersenyum seiring angguk yang menyertainya.
"Alhamdulillah...." ucap Bagus sambil tersenyum.
Sebentar kemudian, "Hai... ayo kita pulang, sudah sore nih." ucap Joko dan Nana yang datang menghampiri mereka.
Bagus dan Dina tersenyum mendongak ke Joko dan Nana yang tiba-tiba muncul di samping mereka. "Ayo!!!" jawab Bagus dan Dina kompak.
Saat mereka pulang, Dina tak ragu lagi memeluk Bagus kekasihnya. Laju sepeda motor mereka cepat menyusuri jalan raya yang menurun panjang menuju ke desa mereka. Bunga-bunga seakan berseri penuh warna-warni menyambut bahagia hari jadi dua insan saling mengikat janji seia dan sekata dalam cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments