Kalian ingin tahu apa rasanya menjadi seorang menantu dari orang yang sudah kamu anggap adik sendiri?
Ini begitu memalukan, lucu, dan rasanya ingin menghilang dari hadapan orang itu. Tapi, author tidak mengizinkan Carlos beranjak sedikitpun disana.
Carlos menggaruk tengkuknya merasa bingung dan salah tingkah ketika di tatap Ivy begitu intens.
"Jangan tatap Kakak seperti itu, Ivy!" tegur Carlos lirih.
Oh Tuhan. Beberapa detik lalu ingin sekali Ivy menampar atau menghajar pria yang sudah dianggap kakak olehnya. Amarah dan kesedihan seakan menguap setelah Carlos menyebut diri sendiri Kakak seperti ia memanggil Carlos seperti biasa.
Ingin sekali Ivy tertawa namun waktu tidak tepat saat ini. "Kenapa harus Calista, Kak?" tanya Ivy. Saat ini keduanya duduk berdua sedang Calista berada di kamar bersama Anita dan Bimo sudah kembali ke Kantor setelah pernikahan selesai.
"Aku gak sengaja melakukan itu," ucap Carlos menatap lurus tepat pada jam dinding di sisi ruang tamu Apartemen tempat tinggal Calista mulai entah kapan hingga kapan.
"Aku gak ingin Calista pisah darimu," ujar Ivy membuat Carlos menoleh ke arah Ivy.
"Banyak alasan yang membuat kami untuk berpisah, Ivy."
"Alasan hanya ada bagi mereka yang memiliki keinginan berpisah, kak."
Ivy memang selalu bisa membuat lawan bicaranya terdiam.
"Akan ku pastikan kalau kakak yang menginginkan perpisahan itu, maka jangan harap kakak bisa melihat anak kakak dan juga Calista."
"Ivy. Calista masih muda, bagaimana bisa dia bertahan di sisiku yang lebih pantas menjadi ayah nya?"
"Benar. Calista memang masih muda dan lebih pantas menjadi anak kakak. Tapi dua kenyataan itu sudah kakak rubah sendiri walau tanpa sengaja. Kakak tahu, begitu banyak rencana masa depan Calista dan juga Leon. Tapi, karena ulah bejat kakak semua sirna. Kakak harus bertanggung jawab bukan sampai anak itu lahir, tapi sampai akhir hayat kakak."
Carlos menatap Ivy begitu intens. Tentu saja sangat tahu bagaimana tegas nya Ivy kepada keluarganya. Edzard saja bisa patuh apalagi dirinya yang sekarang adalah menantu Ivy.
"Apapun rintangan nantinya. Kak Ed ataupun Nadia. Aku menuntut tanggung jawab Kakak untuk selalu memperjuangkan Calista dan anak kalian. Sudah cukup Calista berkecil hati karena selalu memikirkan siapa ayah nya dan ibunya yang sakit jiwa dan perusak rumah tangga orang, jangan lagi kakak sakiti apalagi sampai merebut anak nya kelak."
Carlos diam mencerna setiap ucapan Ivy. "Apa aku bisa?"
Ivy mengangguk. "Harus bisa," sahut Ivy meyakinkan Carlos.
"Akan aku coba," jawab Carlos menghela nafas panjang.
"Kembalikan perasaan empat belas tahun lalu pada Calista kak, pupuk perasaan itu dengan perhatianmu pada Calista hingga kalian sama-sama terbiasa hidup bersama. Aku yakin, kamu bisa adil pada Calista."
"Tapi gimana dengan Ed?"
Ivy tersenyum. "Ed tentu saja marah. Tapi kamu harus hadapi, jangan lari."
Ivy tahu, jika semua yang dikatakan nya tidak mudah. Tapi, sebagai seorang ibu, ia tak ingin anak perempuan nya mempermainkan pernikahan yang suci dan akan berimbas pada cucu nya.
"Tapi gimana kalau Calista gak mau?"
"Maka kamu harus memenangkan hatinya," sahut Ivy.
...***...
"Sudah sore, aku mau pulang ya!" ucap Anita dan dijawab anggukan oleh Calista.
Calista mengangguk. "Hati-hati."
Keduanya berpelukan. "Kamu juga. Jaga kesehatan, ingat ada kepanokanku disini!" Anita mengelus perut Calista yang masih rata.
"Jangan setres,"
Calista mengangguk kemudia mengurai pelukan lalu keluar kamar bersama. Dilihat, Mami Ivy juga sudah bersiap akan pulang karena Papi Edzard tak lama lagi pulang kerumah.
Calista dan Carlos mengantar Mami Ivy dan Anita hingga depan pintu. Usai kepergian mereka, Calista berlalu ke dapur diikuti Carlos.
"Ngapain ikut?" tanya Calista sewot.
Carlos duduk di mini bar tanpa menjawab karena sedang melihat Calista sedang memotong sosis, tomat, lalu menggoreng telur. Setelahnya di taruh di atas sosis dan tomat yang sudah dibaluri saos sambal beralas roti lapis.
Ketika hendak di makan, Carlos lebih dahulu menyambar roti milik Calista. "Aku juga mau, Calt!" ucap Carlos melahap separuh roti isi buatan Calista.
"Apa sih, Om."
Carlos tersenyum ketika dirinya tidak merasa mual memakan makanan yang dibuat Calista. Selama mengalami masa kehamilan simpatik, Carlos lebih sering mengisi perut dengan jus atau tidak sarapan sama sekali karena dirinya hanya bisa memakan pada menjelan sore.
"Makasih," ucap Carlos tulus.
Calista mendengar ucapan terdengar tulus itu hanya menatap jengah. Baginya, Carlos hanya akting atau sekedar membuatnya agar tidak setres selama hamil.
"Masih kurang rotinya? apa kita pesan makanan saja?" tanya Carlos.
Calista berdecak. "Gak perlu. Pergilah, temui istri mu atau bekerja karena sekarang kamu punya dua istri yang harus di biayai."
Calista meninggalkan Carlos yang diam memerhatikannya.
Carlos menggeleng melihat tingkah dan bicara Calista begitu ketus padanya. Tentu saja Carlos memaklumi itu, semua salahnya.
Kembali teringat pembicaraannya pada Ivy tadi. Benarkah ia harus membiasakan diri pada Calista dan membuat saling membutuhkan?
Haruskah ia memenangkan hati Calista?
...****...
Calista masuk ke dalam kamar, berganti pakaian tipis karena hendak tidur dan naik ke atas ranjang. Di ambilnya ponsel lalu berselancar di dunia maya.
Ia tersenyum melihat Leon mengabadikan momen saat liburan musim panas. Setidaknya pria itu tidak mengurung diri dan merasa hancur atas keputusan yang telah ia putuskan secara sepihak.
"Semoga kamu bahagia, Kak."
Calista kembali menyeka air mata yang menetes tanpa izin. Ia menarik nafas panjang seraya mengusap perutnya yang masih rata.
"Kita baik-baik, ya. Kita bakal rebut ayah kamu dari istrinya yang punya topeng cantik itu," ucapnya.
Pintu terbuka membuat Calista terkejut. "Om ngapain masuk?" pekik Calista langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.
Carlos mengerutkan dahi. "Ya mau masuk, mandi, dan istirahat bareng kamu!"
Demi apapun, Calista terperangah mendengar ucapan Carlos.
"Ingat, Om. Pernikahan ini hanya karena anak yang aku kandung. Bukan berarti kita harus terus bareng begini," Calista mendadak takut pada Carlos.
Carlos menghela nafas. "Bukan nya kamu bilang kalau aku harus lebih prioritas kan kamu? aku hanya menuruti," skakmat. Carlos membalikkan ucapan Calista kemarin.
Carlos melipat bibir agar tak tertawa karena melihat Calista yang membisu dengan wajah ditekut. Astaga, benarkah ia sudah kembali gila karena istri kecilnya ini?
Benarkah ia harus memenangkan hati istri kecilnya?
Tentu saja Carlos tahu jika Calista tak mungkin ada maksud dibalik pernikahan yang diminta secara tiba-tiba.
Nadia?
"Apa kita harus tidur bersama?" tanya Calista tiba-tiba.
Carlos mengangguk.
"Aku gak mau."
Carlos tak menjawab memilih bangkit, berjalan menuju kamar mandi. Ia butuh air dingin untuk menyegarkan otak yang mulai penat.
Di guyur air shower, Carlos menggeleng. Tidak menyangka akan menikah lagi di usia matang nya. Apalagi istri keduanya masih berusia delapan belas tahun dan ia sudah empat puluh tiga.
Selesai mandi dan melilitkan handuk di pinggang, Carlos keluar kamar mandi tanpa memerhatikan Calista.
Tanpa rasa malu, Carlos melepas handuk, memakai celana da lam lalu celana pendek berwarna putih dan kaos warna senada pula. Ketika membalikkan badan, ia terkejut atas teriakan Calista.
"Dasar Om gak punya malu," pekik Calista.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
om Carlos pasti kebawa gaya anak muda nanti nya... mantap thor tetap semangat 👍💪🏻💪🏻
2025-04-05
0
Aishyandra Junia
klo gini mah aku juga mau 🤣
2024-05-22
0
Olvine Manganggung
coba suamiku kayak om carlos HOT gitu🤣
2023-03-27
1