"Kenapa kamu belum turun juga, sayang?" tanya Nadia menghampiri Carlos di depan jendela mobil mengemudi.
Carlos berdehem lalu membuka pintu mobil dan keluar. Bertepatan Bimo juga baru saja keluar dari mobil bersama istrinya.
Bimo dan istrinya juga berhubungan baik dengan Edzard dan Ivy karena anak mereka satu asrama dengan Malya bahkan anak mereka bersahabat.
Setelah para istri bersapa ria, dua pasangan suami istri tersebut memasuki rumah Edzard dan di sambut oleh Ivy.
...****...
Mata Calista terbelalak melihat tamu kedua orang tuanya yang baru saja tiba. Ada rasa takut ketika tatapan nya dengan Carlos bertemu.
Calista bangkit namun tangan nya di tahan oleh Papi Edzard. "Selesaikan makan malam kamu, Calt. Dan kita sebagai Tuan rumah harus menyambut baik tamu kita, bukan?"
Calista hanya mengangguk. Beginilah Papi Edzard mendidik mereka bertiga. Harus sopan pada orang lain.
Setelah yang lain berjabat tangan, sisa Calista yang harus bersalaman. Pertama kali Calista berjabat tangan pada istri Bimo, lalu Bimo. Entah mengapa Bimo mengelus kepala nya bagai seorang ayah pada anaknya.
"Tata masa depanmu kembali," bisik Bimo membuat Calista mengerti jika pria dewasa di depan nya ini sudah mengetahui apa yang menimpanya.
Calista hanya mengangguk dan memaksa tersenyum. Sekarang giliran ia menyapa Nadia. Wanita yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri tetapi dengan tega suaminya merenggut sesuatu yang begitu berharga untuk seorang wanita.
"Sudah lama kita gak bertemu, Calt. Tante kangen," ucap Nadia memeluk Calista.
Calista diam tanpa membalas ucapan dan pelukan. Tetapi pandangan nya mengarah pada Carlos dengan tatapan seolah pedang menghunus hati pria tersebut.
Carlos langsung menunduk memasukkan kedua tangan di saku celana. Sumpah demi apapun, ia belum siap jika kejadian malam itu dibongkar Calista ketika sedang berkumpul semua. Terlebih ada Nadia disini. Ia takut menyakiti istrinya.
Calista berdiri di hadapan Carlos. Senyum miring tercetak jelas di wajahnya. "Hai, Om Carlos Martinez!" tekan Calista lalu berbalik tanpa ingin melihat reaksi Carlos.
Makan malam pun berlanjut dengan obrolan ringan para istri. Calista sendiri tahu jika Carlos terus memperhatikannya. Tapi, sekuat tenaga menahan diri agar tidak mengamuk pada pria yang telah menodainya. Pria yang tak ingin bertanggung jawab atas perbuatan keji terhadap nya.
Jika benar ingin bertanggung jawab, mengapa hingga seminggu setelah kejadian itu tak juga mendatanginya atau keluarganya?
Calista mendadak geram hingga menggenggam erat sendok dan garpu di tangan nya. Tatapannya bertemu dengan Carlos kemudia ia membuang muka. Rasa jijik itu kembali hadir.
Ia menutup mata sejenak lalu membukanya setelah merasa tenang.
"Calista. Kenapa kamu diam saja dari tadi?" tanya Nadia.
"Iya, Tan."
"Lagi galau mikirin pacar, ya?" goda Nadia membuat Calista tersenyum miring lalu memasukkan daging ke dalam mulutnya.
"Enggak, Tan. Aku lagi mikirin suami orang," celetuk Calista membuat semua orang tertawa tetapi tidak dengan Carlos justru menegang mendengar ucapannya.
"Calista pamit ke belakang, Pi."
Calista melangkah menuju dapur dimana ada kamar mandi disana. Menutup pintu sedikit kasar. Dadanya naik turun merasakan hawa yang begitu sesak berhadapan dengan Carlos.
Ternyata, ia belum kuat berhadapan dengan Carlos dan Nadia. Calista beringsut jongkok di lantai kamar mandi bersandar dengan pintu. Ia kembali terisak mengingat kejadian malam itu.
Matanya terpejam seraya kedua tangan bergerak mengusap bagian tubuh dimana Carlos terus menyentuhnya saat malam itu.
Matanya kembali terbuka, menyeka air mata dengan kasar lalu bangkit melangkah menghidupkan kran air. Di basuh wajahnya yang basah karena air mata.
Usai itu, Calista keluar dari kamar mandi mendapati Carlos juga berada di dapur seperti sedang menunggunya.
Tadi, melihat Calista pergi dari ruang makan membuat Carlos ingin segera menyusul. Ingin sekali rasanya ia meminta maaf atas kesalahan fatal yang diperbuat pada gadis belia itu.
Akhirnya Carlos permisi pamit sebentar dengan alasan menerima telepon dari salah satu teman nya.
Tatapan mereka bertemu, kaki Carlos mendekati Calista. "Maaf," ucap nya tulus namun ditanggapi oleh Calista dengan senyum miring lalu terkekeh.
"Apa dengan kata maaf kamu akan mengembalikan kesucianku, Carlos Martinez?" tekan Calista membuat Carlos bungkam.
Calista menatap Carlos. "Apa kamu akan bertanggung jawab atas kelakuan mu yang menjijikkan itu?" tanya Calista dingin. Jujur saja, ia sama sekali tak ingin dinikahi Carlos. Bertanya seperti itu hanya ingin menguji sampai mana pria di depan nya ini berbuat untuknya.
"Itu gak mungkin, Calt. Aku sudah punya istri dan kita gak akan menikah karena,-"
"Cukup. Aku tahu sekarang."
Emosi Calista kembali tersulut. Bahkan ia bicara sudah menunjuk-nunjuk dada bidang Carlos.
"Kamu mau mengatakan kalau usia kita lebih pantas seperti ayah dan anak, kan? lalu apa kabar kamu saat melakukan itu? apa kamu berpikir jika aku lebih pantas menjadi anakmu?" Calista berusaha untuk memelankan suara nya agar tak ada yang mengetahui jika Carlos yang melakukan itu padanya.
"Jadi aku harus gimana, Calt?"
"Terserah. Yang penting jangan pernah perlihatkan diri di depanku," ucap Calista kemudian kembali ke meja makan.
Sedang Carlos masuk ke dalam kamar mandi. Berulang kali menghela nafas menatap dirinya dari pantulan cermin. Ia terus berpikir bagaimana harus bertanggung jawab pada Calista tanpa harus menikahi.
"Sayang. Kamu gak apa-apa kan?" bisik Mami Ivy dan dijawab anggukan oleh Calista.
"Calista, kamu lihat Om Carlos?" tanya Nadia dan dijawab Calista dengan mengedikkan bahu.
...*****...
Di tempat lain. Lebih tepatnya taman kota. Leon hanya diam menikmati suasana ramai disekitarnya namun dirinya kesepian.
Hembusan nafas terdengar begitu berat. Ia tahu, hidup harus terus berjalan. Tetapi, siapapun akan merasa sedih bila apa yang direncanakan bukanlah keputusan yang tepat bagi Tuhan.
Leon menggeleng ketika impian nya sirna dalam beberapa menit saja. "Padahal begitu banyak impian kita, Calt."
Karena sudah larut, Leon memilih kembali pulang. Ia tahu pasti kedua orang tuanya pasti sudah mengetahui berakhirnya hubungan mereka.
Sesampainya dirumah, kedua orang tuanya sudah menunggu pulang.
"Kamu gak apa-apa kan, Leon?" tanya Bunda Elena.
Leon belum menjawab, memilih memeluk Bunda Leon sejenak. "Leon baik-baik saja, Bun. Gak perlu khawatir," sahut Leon membuat Bunda Elena menepuk-nepuk punggungnya.
"Gak perlu sedih. Sekarang fokus sama pendidikan dan bisnis kamu, Leon. Lima tahun lagi kamu akan menikah dengan Malya," ucap Ayah Aaron baru saja datang ke ruang keluarga membuat Leon terkejut.
"Gak bisa dong, Yah."
"Kenapa gak bisa?"
"Yah. Aku baru saja berpisah sama Calista. Gimana bisa aku di jodohkan dengan gadis manja dan pecicilan itu?"
Leon tak terima langsung meninggalkan ruang tamu itu. Ada apa dengan orang tuanya? pikir Leon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
klo cinta harus terima apa ada nya Leon... krn itu jg bukan kesalahan Calista... malah Calista korban dari lelaki yg gak bertanggung jawab...
2025-04-03
0
Qaisaa Nazarudin
ORANG BILANG SESUATU YANG BAIK GAK BAIK DI TUNDA2,HARUS DI SEGERAKAN..
2024-08-18
0
Qaisaa Nazarudin
Jangan Egois Carlos,Walau bagaimana pun kamu harus tanggungjawab ke Calista..
2024-08-18
0