Bab 16 - Bertemu

"Aku ingat dulu kita pernah bermain bersama di bawah pohon kauri itu!"

Griselda menunjuk ke arah halaman belakang istana yang dikelilingi pohon-pohon rindang.

Ia tengah berjalan berdampingan dengan Jerriel, Pears, dan juga Rosela di lorong istana seusai jamuan makan malam selesai.

Hugo yang menyuruh kedua Pangeran mengajak Putri Leruviana untuk berkeliling di sekitar istana selagi para orang tua sedang berbincang serius di dalam.

Dan Griselda menggunakan kesempatan itu itu untuj bernostalgia.

"Saat itu kita bermain petak umpet dan kau selalu kalah dariku." Ujar Griselda riang sambil menatap Jerriel dengan tatapan berbinar.

Jerriel yang sejak tadi tak bersuara selama berjalan disampingnya itu kini memutar bola matanya dan dengan nada rendah Ia berkata, "Itu bukan aku, kau sedang membicarakan Vins. Apa kau lupa?"

"Oh, kau benar. Hahaha.. aku baru ingat kalau itu bukan kau. Pangeran Vins dan Pangeran Pears yang bermain dengan kami saat itu." Griselda tertawa hambar.

"Tepat sekali." Timpal Jerriel datar.

"Oh, disana! Aku masih jelas mengingatnya.."

Kini Perhatian Griselda tertuju pada sebuah kolam ikan yang baru saja mereka lewati ketika memasuki taman. "Kau ingat insiden layang-layang itu? Kau membuatkan layang-layang untukku. Kita berlari mengejarnya yang melayang cukup tinggi, tanpa melihat jalan sampai kita tercebur ke kolam ikan itu. Dan kita dimarahi habis-habisan."

Lagi-lagi Jerriel menghela nafas pertanda muak dengan pembicaraan ini, Ia lelah menjelaskan lagi bahwa yang dimaksud Griselda dalam ingatannya itu bukanlah dirinya.

"Bukankah itu Pears?"

"Betul, itu Aku." Pears tersenyum lebar ketika pandangan Griselda berujung padanya.

Hal itu membuat Griselda terbungkam lagi.

"Maaf itu sudah begitu lama, jadi aku lupa-lupa ingat." Lirihnya kikuk.

Kemudian Ia memandang Jerriel dengan rasa percaya diri yang mendadak membumbung tinggi kembali, "Tapi kau bisa mengingatnya meskipun tidak ikut bermain, ternyata kau cukup perhatian ya, Jerriel."

"Pears dan Vins yang menceritakannya padaku." Jawab Jerriel acuh.

Griselda menganggukkan kepalanya pelan, "Oh begitu rupanya. Lalu momen apa yang kira-kira kau ingat saat kita masih kecil, Jerriel?" Tanya Griselda penuh harap.

"Tidak ada." Timpal Jerriel cepat.

Jawaban Jerriel yang begitu singkat cukup menohok bagi Putri Griselda yang sedang berusaha mendekatinya.

Jerriel menghentikan langkah lalu bersendakap menatap Griselda dengan penuh perhitungan, "Jangan tanya tentang masa kecil kita. Karena tidak ada sama sekali memori tentang kita di pikiranku. Jadi kumohon berhentilah mengada-ada bahwa dulu kita pernah dekat ya." Ungkap Jerriel dingin.

Pears yang mendengar ungkapan Jerriel itu tak kuasa untuk menahan tawanya.

"Pangeran Jerriel ternyata masih tetap sama seperti dulu ya." Kata Rosela yang berdiri di samping Pears.

"Sebenarnya Pangeran Jerriel sudah banyak berubah sekarang. Tapi jika dia masih bersikap dingin, Itu tandanya ada yang salah disini." Kata Pears dengan senyuman merekahnya yang mencurigakan sambil melirik dua putri Leruviana ini secara bergantian.

Rosela menatap Pears dengan tatapan teduh, "Memangnya apa yang salah?"

"Entahlah. Coba ingat-ingat lagi." Timpal Pears yang hanya mengendikkan bahu.

Merasa dipermainkan dengan Pears, Rosela malah tertawa kecil sambil menepuk bahunya.

"Aku tidak melakukan apapun yang membuat Pangeran Jerriel merubah sikapnya. Bisa saja dia begitu karena merasa malu ketika aku dan Griselda kembali berkunjung setelah waktu yang lama. Iya kan?"

Mendengar Rosela yang tidak merasa bersalah dan bahkan tidak menyadari sedikitpun atas ucapannya yang tidak sopan saat di jamuan makan malam tadi membuat Pears menatapnya heran dan hanya bisa tersenyum tipis.

Bagaimana cara membuat mereka sadar?

"Apa?! Oh ayolah. Hahaha.. yang benar saja," Desis Jerriel tak terima.

Melihat Jerriel yang sudah siap menebas putri bungsu Leruviana dengan kata-kata pedasnya, Pears bergegas mendekati Jerriel dan menenangkannya.

"Lupakan. Kita lanjutkan saja perjalanannya ya,"

......................

Dua pasang kaki beralaskan sandal yang terbuat dari kayu itu berjalan dengan hati-hati ketika keluar dari gudang istana yang letaknya tepat di belakang perpustakaan.

Kedua pria berbusana seperti penjaga istana yang terlihat agak lusuh itu berjalan ke luar istana menjauhi keramaian di halaman depan istana yang sedang kedatangan tamu dari Kerajaan seberang.

"Apakah kau yakin kita akan aman?" Tanya Pria Penjaga Istana itu berbisik kepada temannya yang terus berjalan dengan begitu santai.

Dengan cemas Ia melihat sekelilingnya sembari Ia berjalan dengan ragu-ragu melewati halaman istana yang mulai gelap menuju ke pintu belakang.

"Tenang saja," Sahut si Pria yang berjalan di depan dengan begitu percaya diri.

"Tapi bagaimana kalau Perdana Menteri memergoki kita? Dia bisa menghukummu seperti yang dilakukan dua saudaramu kemarin, Pangeran! Dan dia pasti juga akan menghukumku karena sudah membiarkanmu pergi seperti ini."

"Tidak mungkin. Percayalah padaku, Ben." Timpalnya sambil tertawa kecil.

Setelah itu mereka berjalan dalam keheningan. Namun sebuah pertanyaan yang terbesit di dalam hatinya membuat pria itu tidak tahan untuk bertanya suatu hal pada seorang pria berbusana penjaga yang disebutnya sebagai 'Pangeran' itu.

"Apakah kau sedang menghindari pertemuan dengan orang-orang dari Leruviana itu ya?"

Belum sempat Ia menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba dua pedang dihunuskan menyilang tepat di hadapan mereka sehingga menghalangi jalan mereka untuk keluar dari sana.

"Kalian mau pergi kemana?" Tanya salah seorang penjaga dengan begitu tegas.

Biasanya di pintu belakang istana jarang ada penjaga yang berkeliling untuk mengawasi, namun malam ini ada dua orang penjaga yang berdiri di sekitar pintu itu. Mungkin karena malam ini sedang ada pertemuan di istana yang mengharuskan penjagaan jadi lebih diperketat.

"Bukankah kalian harus tetap di dalam istana sampai pertemuan itu selesai? Kenapa kalian berdua malah hendak pergi keluar? Cepat kembali ke dalam." Ujar penjaga itu.

"Aku harus pergi mengantar Ben ke rumahnya karena adiknya sedang sakit."

Sedangkan penjaga bernama Ben yang mendengar penuturan si Pangeran yang sembarangan itu sontak menatapnya menuntut penjelasan. Hal ini benar-benar di luar rencana mereka.

Selama beberapa detik mereka hanya beradu pandang seolah berdebat lewat sorot mata saling melempar penjelasan. Namun akhirnya si pengawal mengalah dari Pangeran.

"Benar, adikku sedang demam tinggi. Dia hanya sendirian tinggal di rumah jadi aku harus segera membawanya berobat. Aku berjanji setelah itu aku akan kembali secepatnya. Kumohon izinkan kami keluar sebentar ya..." Ujarnya memelas memohon belas kasih.

Kedua penjaga itu nampak menimbang-nimbang keputusan.

"Kenapa hanya diam? Biarkan kami berdua keluar untuk segera membawa adik Ben ke tabib!" Ujar Pangeran itu.

"Dengar ya, jika terjadi apa-apa pada adiknya karena kelambatan kalian dalam membuat keputusan maka aku tidak akan membiarkan kalian berdua hidup tenang ya! Ingat kata-kataku!" Imbuhnya serius.

Akhirnya si Pangeran berhasil membuat dua penjaga itu mengiba dan mengizinkan mereka untuk meninggalkan istana.

Beruntungnya tak ada yang menyadari bahwa pria berkumis yang nampak lusuh dalam penyamarannya itu adalah Pangeran Vins.

Tak butuh waktu lama, mereka kini berada di tengah wilayah yang terkenal dengan minuman bir terbaik yang mereka tawarkan. Ketika malam tiba, banyak sekali penduduk Runthera yang berkunjung ke kedai-kedai itu untuk minum dan menenangkan pikiran.

Vins berjongkok di depan Ben, pengawalnya, yang sedang memangku kucing berbulu putih kesayangannya yang baru saja diambilnya dari rumah, sembari memberinya minum.

"Lihatlah, dia begitu kehausan. Untung kita bisa cepat ke rumahmu, kalau tidak bagaimana? Kau hampir saja menelantarkan hewan peliharaanmu. Dasar kejam." Celoteh Vins sambil mengusap lembut bulu kucing persia itu.

"Tapi kau sungguh kejam menipu mereka dengan mengatasnamakan adikku yang sakit. Untung saja aku tidak punya adik." Timpal Ben.

"Kita anggap saja kucing ini adikmu, kita baru saja menolongnya disaat kehausan begini.

Itu intinya sama dengan apa yang kita jelaskan kepada mereka tadi kok!" Timpal Vins lalu tersenyum lebar.

Ben hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kenakalan Vins.

"Ayo kita minum," Vins bangkit lalu berkacak pinggang mengedarkan pandangannya ke jajaran kedai bir di hadapannya. "Bawa aku ke tempat yang kau ceritakan itu."

"Kau yakin? Tapi janji jangan sampai mabuk ya? Aku tidak mau kerepotan membawamu kembali ke istana dan diinterogasi oleh mereka." Dengus Ben.

"Heeey.. jangan meremehkanku. Memangnya kapan seorang Vins pernah mabuk saat minum?"

"Menurutmu siapa lagi orang yang berjalan memutari istana hampir sepuluh kali dan berharap bisa sampai ke bulan, setelah kau mencoba minum bersama Perdana Menteri waktu itu?"

Mengingat kejadian konyol itu, Vins hanya mengatupkan bibir sambil bersendakap, "Kalau itu.. itu karena--"

Ben tersenyum skeptis, "Karena kau tidak kuat minum bir."

"Siapa bilang!"

Di tengah candaan itu tiba-tiba terdengar teriakan seorang pria. Dari kejauhan terlihat seseorang itu yang jika dilihat dari busananya merupakan bagian dari rombongan pengawal Leruviana.

Seekor kuda hitam yang nampaknya milik pengawal itu sedang melompat-lompat dan nampak ketakutan didekatnya.

"Pangeran, ada apa dengan orang itu?" Tanya Ben heran.

Teriakannya mampu menjadikannya pusat perhatian. Semua orang sedang melihatnya namun tidak ada yang berani mendekat untuk menolong.

Hingga tiba-tiba pria itu berlari ke arah kerumunan dan mulai menyerang seorang gadis, namun orang-orang di sekitarnya masih tak berani mendekat.

"Wah dia sudah gila. Lihat! Dia menyerang gadis itu!' Seru Ben panik.

Vins berlari menghampiri pria gila itu dan menarik kerah bajunya dari belakang sampai Ia menjauh dari gadis yang diserangnya.

"Berhenti menyerangnya!!" Teriak Vins di telinga pria itu.

Namun dia malah semakin tak terkendali, sambil mengerang Ia menatap tajam ke arah Vins dengan sepasang mata yang berkilau merah.

Vins sempat tertegun menyadari kilauan itu hingga membuat pria itu terlepas dari cengkramannya dan kembali menyerang gadis tersebut.

"Jangan merebutnya! Tidak ada yang boleh membawanya selain aku!!" Gumamnya dengan deru nafas yang tak beraturan.

Ia mencakar lengan gadis itu, berusaha menarik rambutnya, dan memukulnya. Melihat kebrutalan itu Vins segera menarik pria itu lagi lalu melayangkan pukulan keras hingga pria itu tersungkur ke tanah.

Korban penyerangan itu adalah Moon Ara. Ia terlihat masih syok dan kesakitan hingga tak mampu melarikan diri.

"Ben, bawa dia menjauh dari sini!!" Seru Vins yang masih bersikeras menahan pria itu yang seolah masih mengincar mangsanya. Vins menyatukan kedua tangan pria itu ke belakang lalu mengunci bahu pria itu dengan lengannya.

Ketika gelang berhiaskan batu putih yang melingkar di pergelangan tangan Vins itu tanpa sengaja berada tepat di depan matanya, pria itu tiba-tiba mengerang marah lalu perlahan tubuhnya melemah. Vins sendiri bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

Ben bergegas mengangkat tubuh Moon Ara dan membawanya ke tempat yang lebih aman.

Kucing milik Ben seketika mengeong keras dan nampak ketakutan ketika melihat Ben mendudukkan Moon Ara di dekatnya, kemudian kucing itu berlari kencang meninggalkan mereka.

"Melly!!" Ben berseru namun masih terheran, "Kenapa dengan kucing itu?"

Lalu Ben beralih menatap Moon Ara yang masih terdiam dan melamun disampingnya.

"Kau tidak apa-apa? Oh, tidak. Lenganmu.." Kata Ben yang menemukan luka memar bekas cakaran itu.

Namun orang yang sedang dikhawatirkan itu masih tenggelam dalam pikirannya.

Apakah itu mereka? Umoya Granades bisa masuk ke tubuh manusia? Apa yang mereka rencanakan setelah menembus pelindung itu?

"Hey!" Ben menepuk bahu Moon Ara hingga gadis itu tersentak kaget.

Ben menunjuk sebuah kain di tangannya yang entah darimana Ia mendapatkannya, "Izinkan aku mengompres lukamu ya,"

Namun Moon Ara meraih kain itu dan memilih untuk mengompres sendiri lengannya yang memar.

"Apakah kau baik-baik saja?" Tanya Ben sekali lagi. "Tenang ya, kau sudah aman."

"Uhm.. aku tidak apa-apa. Aku hanya kaget."

Terdengar seseorang berlari mendekat dan terlihat Vins berhenti di depan mereka sambil terengah.

Moon Ara yang menyadari keberadaannya itu seketika memandangnya lekat, tatapannya seolah terkunci pada sepasang mata dingin seorang pria berbusana penjaga istana yang sedang berdiri di depannya itu. Dan sontak Ia bangkit dari duduknya, melihat ke arah penjaga itu tanpa bisa berkata apapun.

Vins menatapnya cemas, "Apakah kau baik-baik saja? Tidak ada yang parah, kan?"

Moon Ara masih tak mampu menjawabnya. Ia merasa tidak asing dengan pria itu, namun Ia masih berusaha mengingat apa yang membuatnya merasa familiar ketika melihat wajah pria berkumis itu.

"Ada luka cakaran di lengannya, dan beberapa lebam. Tapi aku sudah mengompresnya." Ben yang menjawab.

"Bagaimana dengan pria gila itu?" Ben bertanya pada Vins.

"Dia pingsan."

"Apakah kita harus membawanya ke istana, supaya rombongan dari Leruviana tahu tentang insiden ini?"

Vins menggeleng, "Jangan nekat, Ben. Aku sudah menyerahkannya kepada penjaga yang ada disana, mereka akan mengurusnya sampai dia sadar."

"Menurutmu apa yang terjadi dengan pria itu?"

"Entahlah. Apakah kasusnya sama seperti yang dialami salah satu penduduk Zinnia beberapa waktu lalu?" Gumam Vins dengan alis lebatnya yang bertaut, Ia masih memikirkan tentang kilauan merah yang mencurigakan itu.

"Kau siapa?" Pertanyaan Moon Ara yang masih nampak tertegun itu membuat Vins dan Ben saling pandang.

"Aku Victor." Cetus Vins spontan sambil mengulurkan tangannya. Mendengar nama karangan Vins itu membuat Ben berusaha menahan tawa.

Moon Ara menyelidik, "Benarkah?"

"Tentu saja, aku penjaga di istana Runthera. Namaku Victor. Namamu siapa?"

"Namaku Ara." Jawabnya, masih dengan tatapan menyelidik sambil menjabat tangan Vins.

Ketika tangan mereka menyatu, suatu getaran aneh tiba-tiba menjalar di kedua tangan mereka hingga membuat keduanya sontak melepaskan genggaman itu. Moon Ara merasakannya, begitu juga Vins. Sehingga mereka hanya bisa saling menatap dengan tatapan bingung.

Tanpa ditanya, Ben segera menjabat tangan Moon Ara dengan bersemangat, "Namaku Ben. Jadi Kau tinggal di sekitar sini ya?"

Moon Ara terdiam sejenak, Ia belum menyiapkan jawaban atas pertanyaan seperti ini, "Uhm.. tidak. Rumahku bukan disini."

"Lalu apa yang kau lakukan tadi? Berbahaya sekali jika kau sendirian di tempat seperti ini." Ujar Vins.

Mata Moon Ara bergerak cepat berusaha mencari alasan, namun Ia tak menemukan jawaban yang tepat untuk menutupi alasan konyolnya datang kemari.

Bagaimana mengatakannya? Apa yang mereka pikirkan kalau aku bilang, Aku kesini untuk mencari seorang Pangeran Runthera bernama Vins?

"Kalian sendiri sedang apa?" Moon Ara melempar pertanyaan.

"Kami akan pergi minum." Kata Ben.

Moon Ara menemukan ide yang lebih bagus untuk mendapatkan lebih banyak informasi dari mereka.

"Sebagai ucapan terimakasih karena kalian sudah menolongku dari penyerangan itu, bagaimana kalau aku traktir kalian minum?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!