Bab 2 - Raja Dan Pohon Keramat

Raja Joon dan Ratu Ryme, pemimpin Kerajaan Runthera yang berada di wilayah Selatan sebuah pulau yang dikelilingi dengan pegunungan dan laut, melakukan sebuah perjalanan seusai menghadiri undangan perjamuan makan malam di Kerajaan seberang yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk di lewatinya.

Para pasukan memimpin jalan. Langkah demi langkah mengawal Raja dan Ratu. Sedangkan sang Perdana Menteri menunggangi seekor kuda hitam di barisan belakang.

Sang Ratu yang duduk di atas kereta kencana tersenyum menatap langit malam yang begitu mendamaikan suasana hati. Begitu menyenangkan mengingat betapa hikmatnya suasana di perjamuan tadi, Kerajaan seberang baru saja menobatkan Putra tunggalnya sebagai seorang Raja. Dia begitu gagah dan tampan, dengan kepandaian dan bakatnya dalam bela diri, dan juga sikapnya yang rendah hati membuatnya sangat disanjung oleh semua orang. Dia tampak sangat hebat memimpin Kerajaannya kelak.

Ia berharap bayi di dalam perutnya saat ini akan menjadi sama hebatnya kelak. Tumbuh menjadi seseorang yang kuat, dan disayangi oleh semua rakyatnya. Dan juga Ia berharap putranya nanti bisa meneruskan Kerajaan dengan kebaikannya.

Sebentar lagi Ia akan melahirkan putra pertamanya ini, semuanya terasa begitu antusias. Terutama sang Raja.

“Ryme, Suatu hari nanti Aku akan menjadikannya sebagai seseorang terkuat di dunia,” Kata Sang Raja sambil mengendalikan dua ekor kuda yang menarik keretanya.

“Terkuat tidak cukup untuk menjadi seseorang yang hebat, Joon.” Timpal Sang Ratu lembut.

“Tapi dia harus pandai dalam bela diri. Memanah, bertarung, dan semuanya. Aku bisa mengajarinya sendiri,”

“Yang mulia, anakku membutuhkan seorang guru yang benar-benar hebat untuk membentuk sifatnya,”

Raja Joon bersendakap sambil membidik istrinya, “Jadi maksudmu aku bukan Raja yang hebat. Yeah?”

“Kau tidak akan menjadi Raja jika tidak hebat, bukan? Kau lebih dari itu buatku,” Raja Joon tersenyum mendengar penuturan Ratunya.

“Tentu saja, dan aku yakin.. Perdana Menteri Hugo mampu menjadi guru yang tepat untuk anakku,”

Perdana Menteri Hugo melompat turun dari kudanya lalu berjalan ke samping kereta Raja dan Ratu. “Aku mendengar seseorang menyebut namaku dalam perdebatan mereka,”

Ratu tersenyum padanya, “Kami sedang membicarakan tentang kelahiran anak kami nanti, dan juga masa depannya kelak,”

“Wah, aku yakin dia akan menjadi pahlawan untuk rakyatnya dan juga semua penghuni bumi, Yang Mulia. Sama sepertimu,”

“Kau dengar itu, Sayangku?” Goda Raja, yang membuat Ratu hanya memutarkan bola matanya.

“Seorang pertapa yang selama puluhan tahun tinggal di Gunung Mountries, namanya Tasaru. Aku dan Raja pernah berguru padanya saat masih kecil, bersama puluhan murid dari berbagai wilayah. Dia dikenal dengan sikapnya yang teguh dan pandai. Aku bisa membawa putramu kesana untuk berlatih.” Ujar Perdana Menteri dengan senyum bijaksana.

“Untuk apa? Jika di Kerajaan sudah ada kau yang sama hebatnya dengan Tasaru? Aku tahu, kau sudah menguasai segala ilmunya, atau bahkan melampaui dari yang Ia ajarkan padamu, bukan? Saat kita masih menjadi muridnya, kau adalah yang paling di kaguminya. Kau jenius dan hebat, Sahabatku.”

Ucapan Raja membuat senyum di wajah Perdana Menteri perlahan memudar.

“Aku percaya, anakku akan menjadi manusia yang hebat di tanganmu.” Imbuh Joon.

“Maafkan aku, Yang Mulia.”

Raja menghentikan laju kudanya ketika mendengar jawaban Perdana Menteri yang terdengar putus asa.

“Yang mulia, jangan memberikan seluruh kepercayaanmu tentang putramu, padaku.” Ujar Hugo lirih.

“Kenapa begitu?”

“Aku hanya merasa.. aku belum pantas menerimanya. Aku bukanlah manusia... yang seperti itu.”

Joon tertawa, “Perdana Menteri, kau selalu merendah. Tapi itulah sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin yang baik. Aku senang bisa mengenalmu, Hugo.”

Sebuah senyuman singkat yang penuh misteri terlihat di wajah dingin sang Perdana Menteri. Kemudian Ia menunduk pada tanah dan memikirkan soal masalahnya sendiri.

Aku bukanlah manusia seutuhnya.. bagaimana cara mengatakannya pada Raja?

Sebuah angin berhembus cukup kencang dari arah hutan di depan mata mereka. Para pasukan menghentikan langkah mereka ketika semua kuda yang turut dalam perjalanan ini mendadak meringik ketakutan. Bersahutan dengan lolongan serigala yang sayup-sayup terdengar.

Angin kencang itu menyibakkan tudung jubah Perdana Menteri yang terlihat begitu misterius. Wajahnya berubah menjadi serius ketika melihat sebuah hutan yang begitu gelap dan berkabut di depannya yang harus mereka lewati itu.

“Yang mulia, di depan ada sebuah hutan yang terlihat menyeramkan. Disana begitu gelap dan tampak berbahaya,” Kata salah satu pemimpin pengawal Kerajaan.

“Bukankah kita sudah melewati tempat ini saat pagi? Dan kita bisa melewatinya tanpa kesulitan, bukan?” Kata Joon.

“Ya, yang mulia. Tapi situasinya berbeda ketika malam, kita tidak tahu apa yang terjadi nanti.”

Sang Ratu merasakan hal aneh ketika Raja meninggalkannya sendirian di kereta untuk mengecek keadaan hutan secara dekat.

Rasanya seperti ada yang mengawasi mereka dengan sebuah serangan yang sedang mereka tahan. Angin yang begitu dingin berhembus, sekaligus suasana sunyi yang terasa mencekam. Ditambah lagi kegelapan di dalam hutan itu, cahaya bulan pun tidak dapat menembus pepohonan lebat dan tinggi yang menaungi hutan misterius itu.

Perlahan langit mulai tampak suram, awan gelap menyelimuti bulan dan bintang, dan segerombolan burung gagak menguasai langit dan membuat suara gemuruh yang terdengar cukup mengerikan.

Joon mengerutkan dahinya, “Aku tidak ingat jika kita pernah melewati hutan selebat ini sebelumnya.”

“Ya, aku juga merasa heran.” Jawab Sang Perdana Menteri. “Apakah kita harus mencari jalan lain?”

“Kita sudah berada di tengah perjalanan. Dan hutan Ini jalan terdekat menuju Istana, Hugo.” Timpal Joon.

Tanpa menunggu persetujuan perdana menteri, Joon mengumumkan kepada para pasukan. "Baiklah, jika gelapnya hutan membuat kalian khawatir akan datangnya bahaya, kita bisa berhenti disini untuk sementara. Dan melanjutkan perjalanan pulang ketika hari sudah terang.”

“Tunggu, Yang Mulia.” Perdana Menteri mengedarkan pandangannya ke sekeliling jalan masuk menuju hutan itu. Pandangannya yang tajam membidik seolah menerawang sesuatu.

Suara-suara samar seperti bisikan misterius terdengar di telinga Ratu. Dan membuat Ratu mulai ketakutan. Ia merasakan seperti sedang diincar oleh sesuatu, namun Ia tidak tahu apa itu. Ia hanya merasa ada sesuatu yang mengawasinya dan juga bayinya, dan siap untuk menerkam mereka. “Yang mulia, bisakah kita melanjutkan perjalanan? Aku ingin segera tiba di Istana. Aku merasa tidak aman jika terus berada disini,”

Tepat saat itu, Perdana Menteri Hugo melihat sekelebat bayangan putih yang langsung melesat begitu menangkap pandangannya.

Dan perdana Menteri tahu, makhluk seperti apa yang sedang mengawasi mereka.

“Hutan ini aman untuk di lalui, biarkan aku yang memimpin jalannya.” Perdana menteri Hugo melompat naik menunggangi kuda hitamnya dan menuntun para pasukan yang mengawal kereta kencana Sang Raja.

Suasana semakin terasa mencekam ketika beberapa langkah mereka memasuki hutan pinus tua yang lebat dan gelap itu. Joon merasa heran, bagaimana bisa pohon-pohon ini tumbuh di tanah yang begitu tandus?

Pandangan Perdana Menteri terus menerawang suasana di sekitarnya yang tertutup kabut, sembari mengangkat obornya tinggi-tinggi.

“Baiklah, kalian hanya perlu mengikuti saja jalan ini, dan kita akan keluar dari hutan ini. aku harap kalian tetap menjaga fokus kalian sepanjang perjalanan, jangan sampai ada yang lengah. Jika merasakan hal yang aneh, katakan padaku. Aku akan berjaga-jaga di belakang.”

Perdana menteri Hugo membiarkan mereka berjalan lebih dulu, sementara Ia menunggangi kudanya dengan lambat. Bibirnya terus bergerak membaca mantra, dan seketika sebuah gelembung besar dan bercahaya menaungi para pasukan juga Raja dan Ratu selama perjalanan. Hanya Ia yang bisa melihat gelembung itu. Ia hanya terus mengulangi mantranya sambil sesekali mengawasi sekitar dan merasakan ada yang sedang mengikuti mereka di balik pepohonan itu.

Sosok seorang putri cantik bergaun panjang ,dengan cahaya merah menyala yang mengelilingi tubuhnya itu tiba-tiba terhempas ke tanah dan menimbulkan angin yang cukup besar.

“Apa yang kau lakukan, Moon Ara!!” Teriaknya marah.

“Apa yang aku katakan soal berhenti mengusik manusia, Fiers?” Kata Putri bergaun serba putih dan bersinar merah yang agak meredup dengan wajah teduh yang menenangkan hati itu, kepada kakaknya.

“Kau, menginginkan jiwa bayi di dalam perut Ratu itu, kan?” Cecarnya.

“Ini bukan urusanmu.” Timpal Fiers menggeram.

“Tentu saja ini menjadi urusanku, berhentilah membunuh jiwa tak berdosa hanya demi kekuatanmu!”

Fiers tersenyum sinis, “Kau tahu apa soal kekuatan Umoya Granades yang aku miliki? Lihatlah dirimu, cahaya merah kebangaan Granades sudah memudar dari tubuhmu, auramu berubah menjadi Umoya yang kehilangan arah. Itulah sebabnya jika kau berani membangkang Ayahmu yang seorang Raja Umoya terkuat dari Granades.”

Moon Ara menatap Fiers dengan sendu, “Kau kakakku, aku hanya ingin menyelamatkanmu dari sini.”

“Menyelamatkan apa?" Sergah Fiers. "ini rumahku, dan juga rumahmu jika kau tidak bersikap seolah kau yang paling suci!”

Moon Ara begumam pelan, “Bukan rumah jika kau merasa seperti berada di dalam siksaan,”

“Oh, kau tersiksa berada disini?" Ujar Fiers lantang, lalu melangkah mendekati Moon Ara hingga adiknya itu tersudut di salah satu pohon pinus. "Kalau begitu pergilah! Pergilah sejauh yang kau bisa, dan jangan pernah kembali!”

Melihat Moon Ara hanya terdiam menatapnya, Fiers melesat di antara pepohonan itu.

Ia melemah setiap kali mendengar ucapan seperti itu berkali-kali, seolah Ia memang tidak diharapkan di Kerajaan ini.

Ia hanya berharap kakaknya itu melupakan niat buruknya terhadap segerombolan manusia yang melewati Kerajaan tak kasat mata miliknya itu. Dengan hati-hati Ia membuntuti mereka di sepanjang perjalanan.

Tanpa diketahuinya bahwa salah satu dari mereka menyadari keberadaannya, hanya saja Ia berpura-pura tidak melihatnya.

“Di depan, beloklah ke kiri. Jika ke kanan, itu akan berbahaya. Disana ada sebuah kuil tersembunyi yang keramat.”

Perdana Menteri Hugo bisa mendengar jelas bisikan halus lewat helaian angin yang ada di belakangnya.

“Yang Mulia, ada sebuah jalan terpisah. Arah mana yang harus kita lewati?” Seru pemimpin pasukan.

“Perhatikan kemana arah angin ini berhembus,” Jawab Perdana Menteri Hugo.

“Semuanya, berbelok ke kiri!!” Koor pemimpin pasukan. Mereka melanjutkan perjalanan di tengah kegelapan ini.

Di sebuah jalan, terdapat sebuah batang pohon tak terlihat yang menghalangi. Moon Ara berusaha mengangkatnya menggunakan sihir supaya mereka bisa melewatinya, namun karena Ia masih kurang kuat maka pohon itu hanya terangkat sebelah.

Ia terkejut ketika mendengar Sang Perdana Menteri itu berseru kepada para pasukannya, “Semuanya, merunduklah sambil berjalan!”

Lalu, dengan sebuah hempasan tangan ke udara, Perdana Menteri Hugo membantu Moon Ara mengangkat pohon itu. dan membuat Kereta Kencana Sang Raja bisa melintas dengan aman.

“Yang Mulia, di depan Ada sebuah sungai.” Seru pemimpin pasukan lagi.

Joon bangkit dari duduknya, “Apakah cukup dalam? Kita bisa mencari jalan yang lain,”

Moon Ara berlari ke depan lalu meniupkan sihirnya sehingga dasar sungai itu perlahan meninggi dan mengurangi kedalamannya.

“Tidak perlu, kita hanya perlu melewatinya saja,” Kata Hugo dengan begitu tenang.

Joon menatap sahabatnya itu dengan takjub, “Bagaimana kau bisa tahu tentang itu, Hugo?”

Perdana Menteri Hugo tersenyum bangga, “Aku hanya mengikuti kata hatiku,”

Moon Ara mulai curiga, ia mendekat ke Hugo dan mencoba berbicara dengannya meskipun Ia tahu bahwa dirinya tidak terlihat, “Kau berbohong! Kau bisa mendengarku, kan? Hey, kau bisa merasakan kehadiranku? Kau bisa melihat semua sihirku! Kau mendengarkan semua petunjukku kan? Siapa kau? Heyy!!”

“Lanjutkan perjalanan,” Hanya itu yang Hugo katakan sambil tersenyum tipis tanpa mempedulikan Moon Ara yang sedang berceloteh di telinganya.

GESSP!

Sebuah cahaya merah menyala melesat secepat kilat menembus kerumunan pasukan dan menabrak tubuh Ryme.

“Aaakh!!” Pekikan Ratu membuat semua orang terkejut.

“Ryme! Kau kenapa??” Joon melepaskan kendali kudanya dan melihat keadaan Ratunya. Ryme merasakan kesakitan di perutnya ketika sebuah angin menerpanya dengan cepat. Para kuda kerajaan bersikap tidak tenang seolah sama-sama merasakan yang dirasakan Sang Ratu.

Perdana menteri Hugo melompat turun lalu berlari mendekati kereta. Sedangkan Moon Ara berusaha menenangkan para kuda, dan menemukan sisa cahaya api merah yang mengelilingi perut Ratu. Ia tahu Umoya Granades baru saja menyerang bayi dalam perut Ratu itu.

Moon Ara marah, dan melesat ke sekeliling mereka mencari sosok Umoya yang nekat menyerang mereka secara misterius. Dan Ia menemukan Fiers yang sedang tertawa sinis itu berada di atas pohon dengan tongkat sihirnya sekilas sebelum akhirnya Ia menghilang di telan kegelapan.

Sementara Ratu terus memekik kesakitan.

“Apa yang terjadi, Hugo?!” Joon berseru kebingungan.

“Dia hanya mengalami sedikit gangguan misterius. Tenangkanlah dirimu, izinkan aku menyembuhkannya,” Perdana Menteri Hugo melayangkan tangannya di atas perut Ratu, dan dengan sebuah ilusi misterius perlahan rasa sakitnya menghilang. Kemudian Ia membaca mantra dan gelembung pelindung itu kembali menaungi mereka. Ia sempat lengah berhenti membaca mantra pelindung itu ketika mendengar celotehan Moon Ara di telinganya tadi.

“Joon..” Ratu merintih dengan lemah.

Raja menyentuh jemarinya dengan erat, “Apakah kau baik-baik saja?”

Ratu mengangguk sambil menepuk bahu suaminya agar tak lagi mencemaskan keadaannya.

“Lanjutkan perjalanan, sedikit lebih cepat.” Perintah Perdana Menteri yang kini mengendarai kuda kereta kencana dan meminta Joon untuk menjaga Ryme.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan terburu-buru, hingga sampailah mereka di sebuah jalan buntu. Pepohonan itu seolah mengepung mereka dan membuat mereka kesulitan untuk mencari jalan keluar. Diujung jalan itu terdapat sebuah pohon yang sangat besar dan di rambati dengan tumbuhan liar yang seolah mengelilingi mereka. Anehnya, pohon itu tidak memiliki akar, hanya batang pohon yang langsung menembus tanah.

“Kita harus kemana, Yang Mulia? Jalan ini tertutup oleh pepohonan. Kereta kta tidak bisa melewatinya,”

“Apakah kita harus berputar dan mencari jalan lain?” Joon menatap Hugo dan menunggu pendapatnya.

Hugo menatap lurus ke arah pohon besar di depannya, “Tidak bisa, kita sudah berada ujung jalan. Kita sudah dekat dengan Kerajaan. Jika kita kembali, itu akan berbahaya, dan akan membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan keadaan Ratu sedang lemah. Kita harus tetap melewati jalan ini,”

“Apakah kita harus menebangnya?” Tanya para pasukan.

“Ya!” Sang Raja memutuskan tanpa berpikir panjang tentang konsekuensi yang akan di terimanya jika menebang pohon sembarangan di tempat antah berantah ini.

Pikirannya hanya terpusat pada keadaan Ratunya, supaya mereka bisa cepat sampai di Istana.

“Tidak!” Seru Moon Ara, namun tak terdengar oleh Joon.

Para pasukan bersiap menebang pohon dengan pedang-pedang mereka.

“Tidak, tidak. Kumohon, jangan tebang pohon itu, Tuan!” Seru Moon Ara yang berlari ke arah para pasukan dan berusaha melarang mereka menebaskan pedang ke arah pohon itu. Namun tak ada yang melihatnya, tak ada yang mendengarnya.

Moon Ara beralih kepada Raja dan Ratu namun juga tak didengar.

Ia memohon pada Perdana Menteri yang hanya diam, dia terlihat geram setelah Umoya menyerang sang Ratu. Moon Ara mengerti bagaimana perasaan mereka, namun dengan menebang pohon keramat itu akan menyulut suatu masalah besar di antara mereka.

“Yang Mulia, kami tidak sanggup menebangnya. Pohon ini terlalu kuat,” Ujar para pasukan yang mulai kelelahan karena bersikeras menebang pohon.

Joon merasa heran, Ia melompat turun, dan mencabut pedangnya yang bersinar. “Hugo, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku hanya harus menebaskan pedang ini? atau adakah cara lain?”

“Jangan! Jangan biarkan dia menebang pohon itu, Tuan!! Ku mohon dengarkan aku! Kerajaan ini akan berakhir jika kau melakukan itu! Ku mohon, pohon itu adalah sumber kekuatan dari Kerajaan kami. Jangan menebangnya, ku mohon!!” Seruan Moon Ara seperti sebuah motivasi di kepala Perdana Menteri Hugo. Ia berharap serangan misterius dari Kerajaan Umoya Antah Berantah ini bisa berhenti jika pohon keramat mereka di tebang oleh Raja.

“Tebanglah pohon itu, Raja. Pedangmu adalah pedang terkuat,” Ujar Hugo lantang.

“Kumohon jangaaan!!” Jerit Moon Ara.

Namun pedang Joon yang terdapat kekuatan yang dikirimkan juga oleh Perdana Menteri Hugo itu sudah melibas keras batang pohon tersebut dan membuatnya seketika roboh.

Suasana terasa berbeda setelah hal itu terjadi. Para kuda mulai bersikap aneh kembali, mereka meringik dan meloncat dengan tidak tenang seolah ada sesuatu yang mengganggu.

Perdana Menteri Hugo berseru agar mereka bisa melanjutkan perjalanan dengan cepat. Dan berusaha mengendalikan kuda yang menggila.

Seiring mereka mempercepat perjalanan, para kuda mulai terkendali dan membawa mereka meninggalkan hutan itu.

Perdana menteri melihat bagaimana kekacauan mulai terjadi setelah pohon itu di tebang, Ia tahu hutan ini memiliki kekuatan mistis yang sangat besar, dan mereka sedang di kejar bahaya. Ratusan pasukan gaib berwujud aneh mulai bermunculan.

Namun ketika berada di perbatasan wilayah Perdana menteri menjatuhkan sebuah api yang langsung membakar hutan atau Kerajaan Tak Kasat Mata yang misterius itu. Dan seketika menutup akses untuk ke wilayah Runthera dengan sebuah pelapis perlindungan yang cukup kuat dan tak dapat di tembus oleh makhluk misterius seperti mereka.

...^^^............................^^^...

Hai :)

Aku Renny.

Terimakasih sudah berkunjung ke ceritaku, btw ini adalah cerita pertamaku.

Mohon maaf kalau ada beberapa kesalahan dalam tulisanku yaa

Mohon dukungannya dan jangan lupa tinggalkan jejak yaa ;)

Terimakasih banyak!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!