Bab 10 - Jeritan Memilukan Dari Menara

Swain sedang mondar-mandir kebingungan di dalam goa Pseudo.

Ia tahu ketika dirinya tidak bisa mengawasinya secara penuh seharusnya Ia mengurung Moon Ara di dalam guci saja, sehingga bocah itu tidak bisa pergi kemana-mana sembarangan.

Ia dipercaya oleh Shaga untuk menjaga Moon Ara. Namun jika Moon Ara seolah memiliki seribu kaki untuk bebas kabur darinya sesuka hatinya, Swain bisa apa?

Hari sudah mulai gelap tapi gadis itu belum juga kembali ke goa Pseudo. Ia menyesal karena Moon Ara mampu menguasai ilmu merubah wujud yang di ajarkan Shaga kepada mereka. Hal itu digunakan oleh Moon Ara untuk melakukan hal yang tidak penting dan berbahaya untuk dirinya sendiri.

Maka ketika Shaga menanyakan keberadaan Moon Ara padanya, Swain mendadak jadi ciut.

“Uhmm... maafkan aku, Tuan. Tapi Moon Ara kabur dariku entah sejak kapan. Dia pergi sesuka hatinya. Aku tidak bisa menemukannya, Tuan.” Lirih Swain yang menunduk takut.

Shaga menghela nafas, sebenarnya Ia sudah maklum dengan sikap Moon Ara ini. Dari dulu anak itu menyukai kebebasan dan akan melakukan semua hal yang Ia inginkan, apapun itu.

Shaga membuka penglihatannya dengan kekuatan spiritual yang dimilikinya dan menemukan Moon Ara berada di suatu tempat sedang dalam masalah.

................

Moon Ara tidak mengerti kenapa Ia bisa berada disini.

Ia hanya berjalan-jalan dan kakinya membawanya sampai ke tempat ini. Wilayah Kerajaan Granades.

Ini adalah pertama kalinya Ia menginjakkan kaki ke tempat itu sebagai wujud manusia. Dan pertama kali setelah bertahun-tahun dikurung.

Untuk sesaat Moon Ara merasa ragu. Ia menimbang-nimbang apakah lebih baik Ia pergi menjauh dari sana, atau harus masuk ke hutan itu untuk melihat keadaan Kerajaan lamanya.

Namun rasa penasaran itu mendorong langkah kaki Moon Ara, suara-suara misterius dari dalam kegelapan hutan itu seolah menghasut Moon Ara dan menariknya untuk mendekat ke hutan.

Keadaan di Kerajaan Granades benar-benar membuatnya terheran. Terakhir kali sejak Ia ingat bahwa Kerajaannya telah hancur. Hutan ini telah terbakar habis dan tak ada yang tersisa. Namun kali ini Ia melihat sebuah hutan pinus yang lebat, dengan tanah yang sangat kering. Tepat seperti ketika Kerajaan mereka masih ada dulu.

Bertahun-tahun telah berlalu dan Moon Ara tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan Kerajaannya.

Secercah cahaya dari langit perlahan menerangi kegelapan hutan. Moon Ara menengadah ke langit dan menemukan ratusan lampion yang melayang di atas hamparan pohon pinus di sekelilingnya, cahaya lampion itu tampak begitu indah menerangi langit malam hingga membuatnya terpukau untuk sesaat.

"Indah sekali.. Darimana mereka datang?" Gumam Moon Ara terkagum, matanya berbinar ketika cahaya itu menyapu pandangannya.

Suara bisikan misterius dari dalam hutan mengalihkan perhatiannya kembali.

Ketika menjelajahi hutan itu semakin dalam, Ia melihat sebuah menara tertutup yang terasa tidak asing baginya. Sebuah menara tinggi yang mirip dengan tempat yang dijadikan penjara untuknya waktu itu.

Tumbuhan rambat dan rumput liar mengeliligi menara itu hingga akarnya nyaris menyentuh atap menara. Dan Ia mendengar rintihan seorang wanita di dalamnya.

Tolong aku.. Aku ingin kembali.. Tolong keluarkan aku dari sini... Aku tersiksa berada disini.. Aku tidak mau mati seperti ini!!!!

Kerajaannya selalu bertindak kejam dengan menghukum seseorang dengan cara seperti ini. Namun kali ini siapa lagi yang mereka kurung di dalam tempat terkutuk itu?

Ia tidak bisa memanjat untuk mencari tahu. Moon Ara hanya berusaha berbicara dengannya dari bawah menara.

“Siapa disana?! Kau bisa mendengarku?!” Teriak Moon Ara.

Tidak ada jawaban. Namun suara rintihan itu masih terus terdengar.

“Putri Moon Ara? Kau ada disini?”

Sebuah suara lain terdengar dan membuat Moon Ara waspada. Seorang anak kecil menghampirinya dalam wujud Umoya.

Dia Gogi. Salah satu kaum dari Kerajaan yang dipimpin Ayahnya dan bisa dibilang hanya Gogi yang bisa memahami dirinya. Dia masih kecil dan masih begitu labil untuk menjadi Umoya. Moon Ara membimbingnya dan bersahabat dengannya agar Gogi tidak menjadi Umoya yang kejam seperti para kaum lainnya.

“Gogi!” Moon Ara memeluknya.

“Putri, Aku mencarimu setelah kejadian waktu itu.” Gogi menatap Moon Ara dengan lekat.

Sedangkan Moon Ara hanya tersenyum kaku, “Aku hanya pergi menyendiri, Gogi.”

“Aku tahu kau bukanlah seorang pengkhianat seperti yang mereka katakan selama ini, kau adalah putri yang sangat baik!” Imbuh Gogi tulus.

“Terimakasih, Gogi. Tapi sayangnya mereka tidak berpikir sepertimu," Lirih Moon Ara. "Tapi aku sudah memutuskan untuk melupakan kejadian itu."

Gogi mengerti bahwa Moon Ara tidak ingin membicarakan kejadian itu lagi, maka Ia mengalihkan perhatian pada penampilan Moon Ara yang tampak berbeda, “Kenapa kau menjadi seperti ini. Kau bukan seperti Umoya?”

“Aku.. Uhmm.. menjadi Umoya setengah manusia,” Bisik Moon Ara.

Gogi terpukau, “Waaw.. bagaimana kau bisa melakukan itu?”

“Paman Shaga yang mengajariku,”

Seharusnya Moon Ara merahasiakan ini dari Gogi yang kini sedang menatapnya curiga, “Kau masih bisa bertemu dengan Raja Shaga?”

“Dia merawatku setelah Granades membuangku dan menganggapku sebagai pengkhianat.”

Gogi tetap terlihat cemas mendengarnya pengakuannya.

“Tapi dia bersikap sangat baik padaku, Dia juga tidak pernah sama sekali menyinggung tentang tragedi itu lagi padaku." Sambung Moon Ara yang masih berusaha meyakinkan Gogi.

"Tapi tetap saja, Putri. Kau harus lebih berhati-hati dengannya. Bagaimanapun Raja Shaga adalah musuh Ayahmu." Ujar Gogi.

Moon Ara hanya mengangguki ucapan Gogi.

"Uhm... apakah kau tahu siapa yang ada di dalam menara itu?” Moon Ara mengalihkan pembicaraan.

“Aku tidak tahu, Putri. Tapi kata yang lainnya, di dalam sana Raja Erys mengurung jiwa manusia yang menjadi pengacau bagi kerajaan kita.”

Moon Ara mengernyit heran, “Apa yang sudah dilakukannya?”

“Mungkin ada hubungannya dengan pembakaran waktu itu, Putri? Aku tidak tahu pasti,” Gogi mengendikkan bahu.

Moon Ara merenung mendengar ucapan Gogi. Ia mencoba mendekati menara tersebut untuk mencari jalan menuju keatas, namun tiba-tiba Gogi menarik ujung gaunnya dan terlihat ketakutan.

“Putri Moon Ara, cepatlah pergi dari sini!” Bisik Gogi.

“Eh? Ada apa, Gogi?”

“Fiers! Fiers sedang dalam perjalanan kemari, mungkin dia bisa mencium kehadiranmu!”

Bersamaan dengan itu, beberapa lampion berjatuhan dari langit dalam keadaan terbakar dan nyaris menimpa Moon Ara Dan Gogi.

Tak ada pilihan lain bagi Moon Ara untuk berlari keluar dari hutan. Menghindari lampion terbakar yang berjatuhan yang seolah mengejarnya, untuk mencari tempat bersembunyi.

Di persembunyiannya, Ia melihat seorang pria berjubah yang sedang bertapa di seberang hutan. Dia terlihat begitu bersinar dan berkekuatan besar.

Sepertinya dia bukan sembarang manusia, lewat sederet mantra yang diucapkan bibirnya Ia membangun sebuah dinding tak terlihat dengan cahaya-cahaya yang tampak begitu misterius mengelilingi wilayahnya.

Moon Ara merasa Ia pernah melihat orang itu di suatu tempat. Ia berlari ke arahnya bermaksud untuk meminta bantuan, namun Fiers terlanjur menemukannya dan menyerangnya dengan sihir.

“Akh!!”

Tubuh Moon Ara terlempar ke tanah dengan begitu keras karena serangan mendadak oleh Fiers.

“Fiers! Jangan sakiti dia!!” Gogi terbang mengejar keduanya dan berusaha melindungi Moon Ara dengan kekuatan sihirnya.

“Kuperintahkan kau untuk menyingkir dari sini, anak kecil!!” Fiers menggeram dan menghempaskan sihirnya hingga Gogi juga terhempas.

“Fiers! Jangan serang Gogi!” Seru Moon Ara.

Ia berusaha bangkit dan mencoba mengeluarkan sihirnya untuk melindungi diri, namun Fiers lebih dulu terbang menghampirinya dan menyerangnya tanpa henti.

“Lama tidak bertemu. Apa yang diinginkan si pengkhianat ini? Apakah kau mau menghancurkan kerajaan kami lagi?!” Seru Fiers marah.

“Aku tidak pernah berniat untuk menghancurkan tempatku sendiri, Fiers. Tolong percayalah!”

“Omong kosong!” Umpat Fiers.

“Siapa lagi yang kalian kurung di istana itu?!” Seru Moon Ara.

“Oh.. kenapa kau ingin tahu urusan kami, Umoya dari Pseudowinter?”

Pertanyaan Fiers membuat Moon Ara terhenyak.

“Sekarang apa yang sudah dilakukan oleh Shaga padamu? Kau telah menjadi penganutnya, bukan?”

“Tidak.”

“Dan lihatlah, dia telah mengubahmu menjadi Umoya tak terarah dan tampak aneh seperti ini.”

Fiers tahu bahwa Moon Ara tidak akan menandingi sihirnya saat ini, dan Ia menggunakan kelemahan ini untuk menghabisinya.

“Dia yang sudah membebaskanmu dari menara itu kan?!” Tanya Fiers lantang.

“Tidak, Paman Shaga tidak melakukan itu!” Timpal Moon Ara yang kesakitan, Ia tahu mengatakan hal sebenarnya hanya akan membuat peperangan diantara mereka kembali berkobar. Dan Ia tidak ingin itu terjadi.

“Kau tidak mau mengaku ya?”

Fiers tersenyum sinis lalu mengerahkan sihirnya untuk mengangkat tubuh Moon Ara dan melemparnya keluar dari hutan. Tubuh Moon Ara yang separuh manusia merasakan betapa sakitnya serangan sihir Umoya Fiers saat ini.

“Fiers, hentikan!”

Moon Ara tertatih untuk mencoba mundur dari Fiers yang terus menyerangnya. Namun berulang kali Fiers melemparnya menjauhi hutan.

“Aku akan membawamu ke Ayah dan mengurungmu kembali, Moon Ara.”

“Tidak, ku mohon jangan lakukan itu!” Moon Ara mencoba untuk bangkit namun rasa sakit di sekujur tubuhnya yang menimbulkan ruam parah akibat kekuatan Fiers membuatnya tak mampu melarikan diri.

Ia berusaha merangkak diantara semak-semak agar bisa menjauh dari Fiers meskipun Ia tahu itu akan sia-sia.

Fiers semakin marah dan berusaha mengumpulkan kekuatannya untuk menyerap Moon Ara dan membawanya kembali ke istana Granades.

Moon Ara pikir hidupnya akan segera berakhir, ia memejamkan mata dan terus merangkak menjauh hingga Ia mendengar pekikan keras Fiers yang terdengar sangat nyaring di belakangnya.

Tergantikan dengan erangan seorang lelaki dan hembusan angin kencang yang terdengar mengerikan. Setelah itu hujan turun dengan begitu derasnya.

Suasana mendadak sunyi, hanya terdengar sambaran petir dan rintik hujan lebat yang berjatuhan ke rumput yang kini membasahi tubuh Moon Ara yang lemah dan kesakitan. Moon Ara menengok ke belakang dan tidak menemukan Fiers lagi.

Sekali lagi Ia mengedarkan pandangan untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar aman dari serangan Fiers.

Entah apa yang menyebabkan Fiers tiba-tiba menghilang, tapi Moon Ara yakin Ia masih selamat ketika samar-samar melihat dua manusia di tengah derasnya hujan malam ini berlari ke arahnya dengan khawatir. Sedetik kemudian semuanya terasa gelap.

......................

Ia tersadar di sebuah gubuk reyot bersama seorang bocah perempuan yang terus memandanginya lamat-lamat di sisi pembaringannya.

“Ayah! Ibu! Dia sudah bangun!!” Serunya panik.

Sebuah suara kehebohan terdengar dari arah belakang rumah dan muncullah sepasang suami istri yang berpakaian lusuh.

“Syukurlah, Nona. Kau sudah sadar.” Ujarnya senang.

Moon Ara mengerjapkan matanya lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan itu, “Dimana aku?”

“Kau sedang berada di gubuk kami, di desa Wedelia. Aku Juno, dan ini istri dan anakku.”

“Aku Mo—Namaku Ara.”

Moon Ara mengernyit mendengar nama desa yang terdengar asing di telinganya sambil Ia memegangi kepalanya yang mendadak sakit.

“Kami menemukanmu di semak-semak disana, Nona. Apa yang kau lakukan disana sendirian? Apakah seseorang telah menyerangmu?”

“Ya, tubuhmu terdapat banyak ruam. Tapi kami tidak tahu siapa yang menyerangmu. Penganiayaan kepada seorang wanita bangsawan bisa di beri hukuman seberat-beratnya, bukan?” Wanita itu mengusap tangan Moon Ara dengan cemas.

Wanita bangsawan?

Batinnya heran. Namun Ia bersyukur setidaknya mereka tidak mencurigainya sebagai makhluk misterius.

“Ah, tidak.. aku hanya.. hampir di serang harimau.” Moon Ara menjawabnya sembarangan.

“Harimau? Tapi tubuhmu tidak mengeluarkan darah sedikitpun, Nona. Dan tidak ada luka cakaran.”

Moon Ara menelan ludah bingung harus mengelaknya bagaimana lagi.

“Terimakasih karena sudah menolongku, tapi Aku harus pulang sekarang.” Ia berusaha bangkit.

“Izinkan kami mengantar Nona Ara pulang ke rumah, karena dalam keadaan begini pasti Nona Ara kesulitan untuk berjalan.”

“Tidak apa, aku bisa.” Lirih Moon Ara.

“Apa tidak sebaiknya kau tinggal disini sebentar lagi, Nona? Kami mengkhawatirkan keadaanmu.”

Ia tak menghiraukan ucapan Pak Juno. Moon Ara berusaha berjalan ke arah pintu namun baru beberapa langkah kemudian Ia terjembab ke tanah. Fiers benar-benar tidak membiarkannya bebas.

Seseorang yang berdiri di depan pintu gubuk itu mengagetkan Moon Ara yang masih tersungkur lemah.

“Paman Shaga..”

Tanpa sepatah kata pun Shaga hanya menatapnya dengan datar. Keringat dingin mulai bercucuran di kening Moon Ara.

Ia tahu Shaga adalah Umoya yang baik, Tapi ketika kepercayaannya dihancurkan sedikit saja, Ia bisa saja akan marah dan kemarahannya bisa lebih menyeramkan daripada kemarahan iblis.

Shaga mengulurkan tangannya untuk membantu Moon Ara bangkit. Dan dengan wajah tanpa ekspresi Ia berkata kepada dua orang yang telah menolong gadis itu.

“Aku adalah Ayahnya. Dimana kalian menemukan putriku terkapar dengan keadaan seperti ini?” Tanyanya dingin.

“Di sekitar hutan pinus di sebelah sana, Tuan.” Kata Pak Juno.

Lalu istrinya menambahkan, “Kami khawatir jika putri telah diserang oleh penjahat,”

Moon Ara hanya bisa menunduk dan menyesali perbuatannya ketika Shaga kini menatapnya tajam.

Selagi tangan kanannya memegangi bahu Moon Ara agar bisa berdiri, tangan kiri Shaga merogoh jubahnya yang besar dan memberikan sekantong emas sebagai ucapan terimakasih.

“Tuan, kami menolong Nona Ara tanpa mengharapkan apapun.” Tuan Juno terlihat tidak enak hati.

“Dan aku akan senang jika kalian mau menerimanya, aku sangat berterimakasih karena kalian telah menolong putriku. Ambillah,” Sahut Shaga lembut.

“Ambil saja, sebelum ‘Ayahku’ marah.” Goda Moon Ara.

“Baiklah, Tuan, dan Nona. Terimakasih banyak! Pemberian kalian ini akan sangat berguna bagi keluarga kami." Pak Juno membungkuk sembari menerima pemberian Shaga dengan sangat sopan.

Shaga dan Moon Ara pamit untuk pulang sebelum mereka mulai curiga tentang siapakah mereka berdua sebenarnya.

Keduanya berjalan di tengah desa Wedelia dalam keheningan.

“Wah, aku baru tahu desa ini. Tapi kenapa keadaan disini kering sekali ya, Paman? Apakah kau tidak merasa aneh?” Celoteh Moon Ara yang berusaha memecahkan kesunyian itu, selagi Shaga memapahnya berjalan meninggalkan desa ini tanpa berkata apapun.

Kekeringan di desa ini memang terasa sedikit misterius, tapi perhatian Shaga bukan disini.

“Apakah kau pikir dengan pergi ke kerajaan Granades itu akan menyenangkan buatmu?” Tanya Shaga dingin.

Moon Ara menarik nafas, “Aku hanya tidak sengaja melewatinya, Paman. Aku tidak berniat pergi kesana.”

“Ohya? Lalu apa yang kau lakukan sehingga Fiers menyerangmu begitu? Kau tidak ingat, dalam wujud manusia sihirmu tidak sebanding dengan punya Fiers!” Suara Shaga meninggi.

“Aku tahu, Paman. Tapi aku bisa apa? Fiers sudah terlanjur melihatku. Dan kau tahu, Paman? Disana aku tak sengaja menemukan sebuah menara yang sama persis seperti menara yang mereka bangun untuk menghukumku dulu. Dan ada satu jiwa yang dikurung didalamnya.”

“Lalu? Apakah kau ingin mencaritahu, dan ingin menyelamatkannya? Jangan katakan padaku.” Timpal Shaga.

Moon Ara mendengus, kenapa Shaga bisa membaca pikirannya?

“Apapun itu, jangan mencoba kesana lagi untuk mencari tahu! Siapapun yang ada di dalam menara itu, kau tidak perlu membantunya. Mengerti, Moon Ara?”

Moon Ara tertunduk pasrah, “Baiklah, Paman. Aku mengerti.”

Dan setelah mereka berada di luar desa, Moon Ara dan Shaga merubah diri kembali menjadi Umoya dan terbang meninggalkan desa Wedelia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!