Bab 4 - Penyesalan

“Aw—sssh..”

Moon Ara meringis ketika Ia bergerak dan merasakan punggungnya yang terasa sangat sakit seolah tulang-tulangnya remuk menjadi beberapa bagian.

Pandangannya yang semula gelap gulita, kini perlahan kembali terang. Ia mengernyit menyadari dirinya berada di dalam sebuah goa yang menyeramkan, Ia berusaha bangkit dan mencaritahu dimana dia berada ketika sebuah suara mengejutkannya dari arah belakang.

“Jangan banyak bergerak dulu!”

“Eh? K-kau siapa?” Tanya Moon Ara waspada, seraya bangkit dan menahan sakitnya.

Seorang pemuda yang mengenakan busana bercahaya putih, yang nampak seperti pangeran kerajaan itu menghampirinya sambil mengadukkan tangannya ke dalam sebuah wadah yang entah apa isinya.

Moon Ara tahu, dia bukanlah pangeran dari kerajaan manusia, karena aura yang dipancarkannya adalah sosok Umoya, sama seperti dirinya. Namun jika dilihat dari busana yang dikenakannya, tampaknya pemuda itu adalah sosok Umoya yang baru saja dilahirkan kembali dari era baru.

“Namaku Swain. Kau sedang berada di Istana kami.” Katanya, lalu duduk di ujung batu tempat Moon Ara dibaringkan.

“Istana apa? Apakah aku ada di kerajaan umoya lain?" Moon Ara mengangkat pandangannya menatap langit-langit goa dan sekelilingnya yang tidak nampak seperti sebuah istana kerajaan. Lalu ingatannya berujung pada suatu hal, "Oh, kau yang membebaskan aku dari menara itu ya?”

“Membebaskan?” Pekik Swain skeptis, lalu tiba-tiba pemuda itu tertawa dengan nada yang menyebalkan. "Ha ha ha, oh ayolah. Aku hanya panglima. Aku tidak mungkin mempunyai kekuatan sebesar itu untuk menghancurkan perisai gila yang melindungi menaramu.”

Moon Ara mengernyit melihat reaksi aneh darinya. Merasa gelak tawanya berada di situasi yang tidak tepat, pemuda itu mengubah ekspresinya menjadi datar.

“Maksudku, Raja Pseudowinter--" Pemuda itu sontak menutup mulutnya ketika merasa salah bicara lalu menambahkan, "Maksudku Tuan Shaga, dia benci jika di sebut Raja meskipun sebenarnya dia memang Raja Umoya. Dialah yang sudah menghancurkan menara itu sehingga kau terpental dan tak sadarkan diri selama berhari-hari. Dan Aku yang membawamu kesini untuk diobati.”

Mata biru milik Moon Ara melebar ketika mendengar nama itu disebut, “Raja Shaga? Raja yang memimpin Pseudowinter? Aku berada di goa Pseudo?!”

“Oh! Kau mengenalnya?”

“Apa yang kulakukan disini?!” Gadis itu menjerit frustasi.

Swain menatapnya dengan was-was, “Memangnya kenapa? Dia sudah menolongmu.”

Moon Ara tidak menghiraukannya, Ia berusaha bangkit dan mencari jalan keluar. Namun baru beberapa langkah, Ia sudah terjatuh kerena merasa sakit sebab luka di punggung dan kakinya masih menganga lebar.

“Kan sudah kubilang, jangan banyak bergerak. Biarkan aku mengobati lukamu,”

Pemuda itu mengangkat tubuh Moon Ara di bahu kanannya, lalu menurunkannya di pembaringan semula.

“Apa yang kau lakukan?! Ukh!” Gadis itu menendang dan memukuli tubuh tegap Swain yang tak sedikitpun tergoyah karena pemberontakannya itu.

“Jangan membantah, dan biarkan aku menyelesaikan tugasku—“

Belum selesai Swain mengatakannya, tangan Moon Ara sudah menamparnya cukup keras.

“Jangan macam-macam denganku, kau tidak tahu.. siapa yang sedang kau hadapi, huh?! Aku ini Putri Moon Ara dari Granades!!”

“Dalam keadaan begini ternyata kau masih sempat menyombongkan diri ya, dasar makhluk reyot ratusan tahun." Gumam Swain.

"APA KATAMU?!" Sergah Moon Ara gusar.

"M-maaf.. maksudku, Yang Mulia Tuan Putri. Siapapun kau, aku tidak peduli! Tapi tamparanmu tadi lebih sakit daripada terkena tebasan pedang!” Timpalnya sambil mengusap pipinya yang memanas.

“Aha, dan kau tau apalagi yang lebih sakit?” Moon Ara menatapnya tajam. Tangan kanannya terangkat dan perlahan muncullah sebuah bola api berwarna biru yang semakin lama membentuk sebuah trisula.

Swain nampak ketakutan, Ia lalu bergegas menyembunyikan diri di balik sebuah batu sambil terus menggerutu, “Tidak, aku tidak ingin mengetahuinya. Hentikan! Aku hanya berusaha menuruti perintah Tuan Shaga untuk menyembuhkanmu dan tidak ada niat macam-macam! Ish.. jika tau kalau kau akan begini, lebih baik tadi aku memberimu ramuan bius..."

Moon Ara membiarkannya terus mengoceh dengan emosi dan memanfaatkan kesempatan itu untuk meninggalkan tempat ini secara diam-diam bagaimanapun caranya. Ia mengendap-endap keluar dari kamar itu dan mengacuhkan Swain.

Goa itu tampak berbeda dari goa biasanya. Suasananya memang seram. Di langit-langitnya terdapat bebatuan besar yang lancip dan tampak menakjubkan, juga banyak kelelawar yang berterbang di atasnya. Namun di setiap sudut goa itu terdapat berbagai hiasan seperti lukisan, tanaman, lentera yang begitu terang, vas bunga yang mewah, korden, dan permadani seperti yang ada di istana.

Suara aliran air yang syahdu membuatnya penasaran untuk menjelajah seisi goa meskipun Ia harus melarikan diri, tepat di bawah jalan yang dipijakinya yang berselimut permadani panjang, ada sebuah sungai kecil yang airnya berwarna tosca dan tampak jernih. Moon Ara mengikuti kemana arah sungai itu mengalir.

Langkahnya berujung ke pusat goa yang indah itu, terdengar kicauan burung-burung kecil yang ramai menari mengelilingi tengah goa itu. Moon Ara menemukan sebuah hamparan sungai tercantik dengan air yang sangat jernih dibawah lubang besar langit-langit goa yang membiaskan terpaan sinar mentari langsung ke airnya. Di sisi sungai itu terdapat bebatuan yang menjadi jalan setapak menuju ke pulau kecil di tengah sungai yang terdapat pohon wisteria berbunga putih yang nampak bersinar itu. Goa itu terasa nyaman dan menenangkan untuk dihuni.

Ia pikir setelah kerajaannya di rebut oleh Ayahnya, Raja Erys. Maka Raja Shaga mungkin telah kehabisan akal dan memilih goa ini sebagai tempat tinggalnya dengan rakyat Pseudowinter. Tapi goa ini benar-benar indah dan aman untuk bersembunyi dari musuh.

“Euna,”

Suara berat yang menggema di lorong goa itu mengejutkan Moon Ara yang sempat terpesona dengan panorama di goa Pseudo. Hanya seseorang yang mengenalnya sangat lama yang menyebutnya dengan nama itu. Namun jika Ia sedang berada di istana musuh, Ia merasa terancam dengan panggilan itu.

Begitu melihat bayangan besar di ujung lorong, Ia segera memutar arah langkahnya dan berusaha tidak membuat suara sambil menahan sakitnya. Namun ketika merasakan genggaman di lengan kirinya, Ia yakin usahanya sia-sia.

Sosok tinggi dan gagahnya Shaga kini sudah berada di depan matanya. Dengan pakaian serba hitam yang tidak pernah terlepas dari auranya sejak ratusan tahun silam.

Diakui Moon Ara bahwa kini kakinya mulai melemas begitu melihatnya. Ia ketakutan. Setelah apa yang di lakukan Ayahnya pada kerajaan Shaga, hal apapun bisa terjadi jika dirinya berada disini.

Bisa saja Shaga merencanakan pembebasannya dari penjara itu, lalu mengurungnya di istananya hanya untuk disiksa sebagai pembalasan dendamnya. Para Umoya memang terkenal sadis dan pendendam yang sangat ambisius.

“Kau harus tetap disana bersama Swain, Euna.” Ujar Shaga.

Moon Ara menjatuhkan lututnya di lantai lalu memohon, “Paman Shaga, yang mulia. Kumohon maafkan semua perbuatan Ayahku pada kerajaanmu. Aku sudah melarangnya untuk melupakan niatnya untuk menghancurkanmu, tapi mereka menentangku. Mereka berpikir bahwa aku pengkhianat. Tapi kumohon jangan menyekapku sebagai ancaman untuk mereka, karena itu tidak akan berhasil. Mereka sudah menganggapku orang asing di Granades!”

Mendengar seluruh celotehan Moon Ara yang masih enggan untuk menatapnya, Shaga dapat menyimpulkan bahwa gadis itu mengira bahwa Ia sedang di culik.

Alis kiri Shaga terangkat lalu mendekatkan wajahnya kepada Moon Ara, "Mereka mungkin sudah tidak menerimamu. Tapi meskipun begitu, kau.. tetap menjadi salah satu dari bangsa umoya yang telah menghancurkan kerajaanku dulu." Shaga berbicara dengan nada rendah lalu tertawa menyeramkan.

"Tapi apakah kau tahu satu hal? Hanya dengan melenyapkan salah satu putri dari Granades, itu sudah cukup membuatku senang, Euna. Aku akan menganggap kekacauan waktu itu tidak pernah terjadi jika kau bersedia menjadi tumbal... bagi Granades untukku."

Moon Ara diam membatu ketika mata tajam Shaga menatapnya dengan penuh kemarahan, kalimat itu membuatnya benar-benar menciut.

Setetes air mata terjatuh dari sudut mata gadis itu dan membuat Shaga terkesiap karena reaksinya tidak seperti yang Ia pikirkan.

"Jika hal itu bisa membangun perdamaian diantara Granades dan Pseudowinter lagi, aku sangat bersedia menjadi yang dikorbankan, Paman." Ujar Moon Ara lirih dan terdengar putus asa.

Shaga tertawa lembut lalu membantunya berdiri, “Tidak, tidak. Aku tidak bermaksud menakutimu, Euna. Maafkan aku ya."

Gadis itu masih nampak bingung mendengar penuturan Shaga, "Jadi..? Paman Shaga tidak berniat menyekapku?"

"Aku menyekapmu? Ohh.. Euna. Untuk apa?"

Moon Ara mengerjapkan matanya menatap pria berkulit pucat itu, dan berusaha mencerna kalimatnya.

"Aku membebaskanmu dari menara itu karena aku dengar kau tertuduh selama bertahun-tahun. Mungkin ini sedikit terlambat untuk menyelamatkanmu, tapi untuk menemukan tempat pengurunganmu tidak semudah itu.” Shaga membantu Moon Ara berjalan dan menuntunnya untuk kembali ke ruangan dimana Ia diobati.

Dan pemuda umoya baru itu langsung menyambut dengan berkacak pinggang, “Lihatlah, itulah jika kau melarikan diri dari niat baikku. Aku hanya mau memberimu ramuan!”

“Tolong sembuhkan dia, Swain.” Kata Shaga.

Panglima itu melotot pada Moon Ara untuk kembali ke pembaringan. Lalu membiarkannya menyembuhkannya.

“Apa yang sebenarnya terjadi sehingga kau di kurung disana?” Tanya Shaga yang duduk di sofa bersandaran tinggi.

Moon Ara menghela nafas, “Hanya kesalahpahaman, Paman. Kau tahu kan, aku tidak pernah mematuhi segala peraturan di Kerajaan Ayahku sendiri. Mereka mecaci-maki dan membunuh dengan sadis hanya untuk kekuatan mereka sendiri. Aku tidak mampu menjadi seperti mereka.”

“Hari itu ada pasukan manusia yang melintas di Kerajaan tak kasat mata kami, Fiers mencoba menyerangnya untuk diburu. Tapi aku menghalanginya. Yeah, aku memang membantu mereka menunjukkan jalan untuk keluar dari hutan. Tapi di tengah perjalanan, mereka menebang pohon keramat Kerajaan Granades. Aku sudah melarangnya untuk melakukan itu, tapi mereka tidak bisa melihatku ataupun mendengarku.” Sambung Moon Ara.

“Para pasukan dan juga Ayah terlanjur terbangun dan marah, dan mereka menemukanku di titik kejadian. Mereka mengira bahwa aku memprovokator semua kekacauan itu. Lalu aku di kurung untuk puluhan tahun yang menyedihkan. Dan, cerita selesai.” Sebuah senyum masam terlihat di wajahnya yang cantik.

“Bodoh sekali, kenapa kau tidak berusaha melarikan diri setelah mereka menebang pohon itu.” Cetus Swain.

Moon Ara mengerutkam dahi, “Tidak semudah yang kau pikir! Aku tidak akan tega meninggalkan mereka dalam bahaya begitu saja!”

“Kau tahu, mereka datang dari kerajaan mana?” Tanya Shaga.

“Sialnya Aku tidak tahu, Paman.” Lirih Moon Ara. “Tapi aku hanya tahu, bahwa salah satu dari mereka mengetahui tentang kehadiranku. Hanya saja dia berpura-pura tidak melihatku, dia seorang perdana menteri. Dari penglihatanku, sepertinya dia berjiwa setengah Umoya,” Ucapan Moon Ara membuat Shaga tercenung.

Hugo.. mungkinkah dia yang dimaksud?

Moon Ara memandang lurus ke arah Shaga yang masih terdiam, “Kau tahu sesuatu, Paman?”

Shaga menggeleng, “Kau bisa tinggal disini, Euna. Jangan mencemaskan apapun, aku tidak mempermasalahkan perebutan kerajaanku ratusan tahun yang lalu itu. Kau sudah seperti putriku sendiri,”

Moon Ara menatap dalam wajah Shaga yang bersinar. Ia tahu bahwa Shaga adalah Umoya berhati malaikat sejak dulu. Raja Erys, Ayahnya, telah merebut paksa seluruh kerajaannya dalam sebuah perang, namun Shaga tetap memaafkannya dengan tulus. Berbeda dengan Ayahnya yang sangat jahat dan serakah.

Meskipun mereka adalah satu perguruan dan pernah bersahabat baik, namun sifat dan kekuatan Shaga menuju ke jalan yang benar. Sedangkan Ayahnya, telah tersesat dalam keserakahan.

Bila boleh berkata jujur, dari dulu ia ingin mengikuti jejak Raja Shaga sebagai Umoya yang baik. Daripada harus berada di kerajaan Ayahnya yang terasa panas dan penuh dengan peperangan.

Moon Ara tersenyum haru, “Terimakasih sudah mempercayaiku, Paman.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di tengah malam yang sunyi di Kerajaan Runthera.

Raja Joon mengeratkan jubah panjangnya lalu mengendap-endap meninggalkan Istana. Ia membawa senjatanya dan berjalan menuntun kudanya. Berusaha tidak membuat suara dan berharap tidak ada yang mengetahui rencananya malam ini.

Langkahnya hampir saja melewati gerbang belakang istana ketika mendengar derap kaki yang mengikutinya dari arah belakang.

Ia menghentikan langkah dan mengedarkan pandangan ke sekeliling istana. Tidak ada seorang pun di sekitarnya. Para penjaga tidak akan menemukannya jika melewati gerbang belakang. Setelah merasa aman, Raja Joon melanjutkan perjalanan dan melompat menaiki kudanya.

Ia menunggangi kudanya meninggalkan kerajaannya dengan berhati-hati. Ia melewati desa demi desa di Kerajaannya dan menembus malam dengan pasti. Tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengikutinya dari belakang dengan mengendarai seekor kuda putih.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya tibalah Ia di sebuah hutan pinus yang begitu sunyi dan gelap. Raja Joon menyalakan lentera dan turun dari kudanya.

“Apa yang Ayah lakukan disini?” Desis Pangeran Jerriel yang sedari tadi membuntuti Ayahnya secara diam-diam. Ia bersembunyi di balik semak-semak dalam kegelapan. Dan hanya bisa melihat Raja Joon dengan cahaya lentera itu.

Ayahnya terlihat menjelajahi setiap sudut hutan itu sambil terberteriak memanggil sesuatu.

“Hey!! Kau yang telah menyerang Ratuku dengan sihir sialan itu! Tunjukkan diri kalian! Siapapun itu! Aku datang kesini untuk menyelesaikan apa yang sudah kalian perbuat bertahun-tahun yang lalu!”

“Keadaan Ratuku sekarang semakin parah!! Dan kalian yang sudah melakukannya harus bertanggung jawab!!”

“Aku Raja Joon, Aku akan melakukan apapun agar kalian bisa mengangkat sihir itu kembali dan memulihkan keadaan Ratuku!”

“Heey!! Dimana kalian?! Dulu kalian menyerang ratuku dengan begitu saja, dan sekarang kalian bersembunyi?!”

“Muncullah dihadapanku sekarang!!”

“Aku yang sudah menebang pohon keramat kalian. Dan Aku siap mengacungkan pedangku ke arah kalian, dan membakar kembali hutan ini jika kalian tidak kunjung menujukkan siapa kalian di depanku!!”

PYASSH!!

Pangeran Jerriel memekik ketika melihat Raja Joon terpental begitu mendapat serangan misterius sebuah cahaya merah yang turun dari pohon.

“Ayah!!” Teriak Pangeran Jerriel yang muncul dari balik semak.

“Jerriel..” Lirih Ayahnya heran, kemudian Ia mengisyaratkan Pangeran untuk tetap bersembunyi di balik semak.

Pangeran Jerriel menggeleng dan terus mencoba menghampiri Ayahnya.

“Tetap disana atau Ayah akan bertarung denganmu, Jerriel!!”

Jerriel ingin membantu Ayahnya namun Ia hanya bisa mengawasi dengan cemas apa yang terjadi padanya seperti yang diperintahkan oleh Ayahnya.

Lentera yang di bawa Raja Joon mendadak padam, namun Jerriel masih bisa melihatnya dengan jelas biasan cahaya dari makhluk misterius yang sedang berhadapan dengan Ayahnya itu.

“Makhluk apa itu? apakah dia yang sudah menyerang Ibu?” Gumam Jerriel.

Raja Joon terbatuk parah ketika sihir itu menyerang dadanya. Ia mengangkat pandangan dan tercekat melihat sosok tinggi di hadapannya.

Dia begitu merah dan panas. Sosoknya seperti manusia, namun dia tidak tampak nyata sebagai manusia, pakaiannya panjang dan melayang dikelilingi cahaya merah menyala.

“Jadi tangan kotormu yang berani-beraninya menebang pohon keramat kami?!” Semburnya.

“Ya, aku yang melakukan itu." Jawab Raja lantang, meskipun Ia juga ragu menebak sosok apa yang ada di depannya ini.

“Aku Raja Umoya Erys dari Kerajaan Granades yang sudah kau bakar itu. Tidak akan memaafkanmu, Joon!“

“Aku pun tidak akan meminta maaf padamu. Kau tahu, sihirmu yang terkutuk itu telah menghancurkan tubuh istriku, sejak kalian menyerang rahimnya dulu, hingga sekarang Ia sedang dalam keadaan koma. Setiap kali Ia tersadar, Ia merasakan sakit yang luar biasa di perutnya, dan Ia tidak pernah membuka matanya lagi. Kenapa kau tega melakukan itu padanya!!” Seru Raja Joon yang kini sedang merintih.

“Itu adalah kutukan Granades yang tidak dapat di sembuhkan oleh apapun. Dan sebentar lagi Istrimu itu akan mati dengan cara yang mengenaskan!”

“Kuperintahkan kau untuk mencabut sihir itu!!” Sergah Raja Joon marah.

“Itu sebagai balasannya jika kau berani membuat masalah dengan kerajaan kami!”

Raja Joon mulai tersulut amarah, Ia bangkit dan mencabut pedangnya.

Mereka bertarung dengan senjata berkekuatan berbeda. Senjata Raja Joon hanya sebuah pedang besar biasa, sedangkan senjata Raja Erys dipenuhi kekuatan sihir yang mematikan.

Sosok umoya itu menghujamkan bola api dengan kobaran merah menyala ke arah Raja Joon. Setiap hantaman yang dilontarkannya seolah menusuk juga sampai ke tubuh Jerriel yang masih bersembunyi, yang kini juga merasakan sakit diseluruh tubuhnya.

Beberapa helai rambut berwarna merah yang tersembunyi dibalik rambut hitamnya itu sesekali menampakkan cahaya merah yang menyala terang.

Dulu orang-orang mengira beberapa helai rambut merah miliknya itu adalah sebuah keistimewaan yang dititipkan Tuhan padanya sejak lahir, namun kali ini baru terugkap bahwa rambut merah itu ada hubungannya dengan sihir umoya Granades yang ditanamkan di jiwanya sejak masih di dalam kandungan. Yang menyatu dengan darah yang mengalir di tubuhnya.

Berkali-kali Raja Joon di luluhlantakkan olehnya, tapi Raja Joon masih sanggup bangkit dan memperjuangkan ini demi kesembuhan istrinya.

Namun saat Raja Erys menyemburkan sihirnya untuk yang kesekian kali dengan begitu kuat, Raja Joon yang sudah melemah itupun terlempar dan benar-benar tak berdaya.

“AYAH!!!”

Pangeran Jerriel yang terisak menahan diri akhirnya nekat berlari menghampiri Ayahnya yang melemah.

Makhluk itu tertawa melihat mereka, “Itu baru permulaan. Aku akan menghabiskan seluruh Kerajaan dan keturunanmu nanti, Joon!!”

“Larilah.... dari sini, Je-rriel. Uhuk.. P-pergilah! Ce... pat!!”

Pangeran Jerriel tak tahan melihat kondisi Ayahnya yang sekarat, dengan cepat Ia mengangkat Ayahnya ke atas kudanya lalu membawanya pergi dari hutan itu sebelum Raja Umoya itu menyerang kembali.

Beruntung mereka sudah menembus batasan pelindung antara hutan itu dan wilayah Kerajaan Runthera, tepat ketika semburan sihir Erys hendak menggapai mereka. Kali ini mereka terselamatkan.

“Ayah.. bertahanlah Ayah, aku akan membawamu kepada Paman Hugo.” Ujar Pangeran Jerriel yang mulai menangis sambil mengendarai kudanya lebih kencang.

“Te-tenanglah, Nak. Ayah.. ti-tidak apa-apa,”

“Umoya itu sudah menyerangmu Ayah, tidak mungkin kau baik-baik saja!”

“Sakit ini.. ti-tidak seberapa dengan yang.. yang di rasakan.. i-ibumu,”

“Kumohon Ayah, diamlah. Kau akan selamat!”

Pangeran Jerriel mengumpat ketika kudanya terpeleset dan hampir saja menjatuhkan Ayahnya dari dekapannya.

“Tenanglah, Jerriel.. Ayah.. tidak .. ingin.. ka-kau celaka.”

“Dan aku tidak ingin Ayah mati! Sebentar lagi kita akan sampai di Istana, Ayah. Bertahanlah!”

“Yakinlah, suatu hari.. ibumu pasti... a-akan sembuh dari... sihir i-itu. Dan.. dia akan.. membuka matanya, dan akan.. akan bangga padamu.”

“Tidak, Ayah,” Pangeran Jerriel memohon.

“Ja-jangan tinggalkan... adik-adikmu... kalian ha-harus tetap bersama... apa-apapun yang terjadi. Dan.. rakyatmu.. jangan lupakan ra-rakyatmu.. lindungilah me-mereka.”

“Ayah.. Maafkan aku..”

“Jerriel, adalah... putra kebanggaan Ayah dan.. I-ibu.”

Air mata Jerriel menetes semakin deras ketika melihat senyum lemah di wajah Ayahnya yang penuh darah.

Dan ketika merasakan genggaman tangan Ayahnya melemah, detik itu Jerriel tahu bahwa Ia telah gagal menyelamatkan Ayahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!