Bab 5 - Buku Magis

Semenjak kematian Raja Joon, Kerajaan seolah menjadi sedikit tertutup dari khalayak ramai.

Perdana menteri berusaha menguatkan perlindungan di kerajaan mereka, dan para petinggi berusaha untuk tetap menjalankan Kerajaan meskipun kini pemimpin mereka telah tiada.

Seluruh rakyat dan para penghuni istana masih dalam masa berkabung sejak Raja mereka dikabarkan tewas atas serangan umoya dari Kerajaan misterius bernama Granades.

Sebagai penghormatan atas mendiang sang Raja, setiap malam mereka berkumpul dan memanjatkan doa bersama-sama untuk ketenangan Raja dan juga keamanan untuk keluarga kerajaan dan rakyatnya, kemudian menyalakan lilin khusus yang konon asapnya mampu mengusir makhluk gaib termasuk umoya.

Para Pangeran mengalami masa-masa tersulit mereka ketika Ayahnya harus pergi dari dunia ini, dan tak ada yang bisa mereka lakukan.

Jerriel terus-terusan marah atas segala hal ketika kedua adiknya berusaha membuatnya bangkit meskipun mereka sama-sama terpuruk.

Dan ketika Pears memberikan busur panah miliknya dan mengajaknya untuk berlatih, Jerriel langsung mengibaskannya hingga terlempar dari tangan Pears ke lantai.

Vins yang merasa tidak terima ketika melihat perlakuan semena-mena Jerriel kepada Pears itu sontak bangkit dan berbicara dengan lantang.

"Apakah kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan, Jerriel? Pears sudah berusaha menghiburmu, tidak seharusnya kau memperlakukannya seperti itu!"

"Dengar ya, aku sedang tidak ingin menemui siapapun hari ini. Aku tidak berminat berlatih. Jadi kuperintahkan kalian untuk tidak mengangguku. Tinggalkan aku sendiri!" Tukas Jerriel, lalu berbalik hendak pergi dari hadapan kedua saudaranya.

"Ayolah, Jerriel. Kita pasti bisa melewati ini bersama-sama." Kata Vins.

"Aku sudah tidak bersemangat lagi, Vins. Jangan memaksaku. Aku hanya ingin sendirian." Timpal Jerriel dingin.

Vins melangkah maju dan berbicara dengan lantang sekali lagi, “Ambil panahmu dan bangkit sebagai Jerriel yang kukenal! Kami semua juga berkabung, bukan hanya kau! Jadi jangan menyiksa dirimu seperti itu!”

Merasa tersinggung dengan kalimat yang dilontarkan Vins, Jerriel yang telah habis kesabarannya pun berbalik dan mendekati Vins dengan raut wajah yang serius.

Pears sontak mendekat dan berusaha melerai keributan diantara mereka, "Vins, sudahlah. Dan Jerriel.. aku minta maaf karena sudah menganggumu. Aku dan Vins akan segera pergi."

"Biarkan saja, Pears." Kata Vins tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Jerriel dan menunggu kemarahannya.

“Kau hanya tidak tahu apa yang terjadi, Vins! Apakah harus kita tetap berlatih? Berlatih setiap hari dan kita tau itu sia-sia? Semuanya tidak berguna lagi!!" Sergah Jerriel yang kini suaranya terdengar bergetar.

"Kau tau? Yang harus kita hadapi bukanlah manusia! Makhluk yang telah menyerang ibuku dan juga ayahku, adalah makhluk yang sangat terkutuk! Kau, atau aku, atau semua orang di kerajaan ini tidak akan ada yang bisa mengalahkannya!” Seru Jerriel dengan wajah memerah dan mata tajamnya yang mulai berkaca-kaca.

“Makhluk apa? Kau saja tidak pernah mengatakannya pada kami!” Sahut Vins.

Jerriel secara bergantian menatap wajah Vins dan Pears dengan tajam lalu menyentuh bahu Vins dengan jari telunjuknya, nada bicaranya berubah menjadi sangat rendah, “Tanyakan kepada dirimu sendiri, makhluk apa yang telah menyerang ibu... ketika dia mengandung kalian berdua.” Ucapnya dingin, lalu membanting pintu kamarnya.

Brakk!

Kejadian itu seolah menjadi serangan mental bagi Jerriel. Ia merasa begitu terpukul.

Sejak pemakaman Ayahnya, Ia terus mengunci diri di kamarnya. Ia jarang menunjukkan dirinya di hadapan para petinggi istana. Sikapnya pun menjadi semakin temperamen.

Ia masih menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Ayahnya. Meskipun semua orang berusaha menegarkannya dan menghentikannya untuk menyalahkan diri sendiri, namun tak ada yang bisa mengalahkan betapa keras kepalanya putra pertama kerajaan Runthera itu.

Andai saja aku membantu Ayah menyerang umoya itu!

Andai saja aku membawa Ayah ke istana lebih cepat!

Andai saja malam itu aku melarang Ayah pergi!

Pasti semuanya tidak akan menjadi seperti ini...!!!!

Sebuah cermin di dinding menjadi sasaran kemarahannya. Ia mengerang dan meneteskan air mata. Sakitnya hantaman ke dinding dan serpihan kaca yang menancap di jarinya tidak akan mampu menghapuskan betapa hancur perasaan Jerriel.

Sedangkan Vins menjadi sosok yang lebih pendiam.

Ia yang paling dekat dengan Ayahnya, merasa seolah kehilangan separuh hidupnya.

Setelah Ibunya, yang tidak tahu kapan akan terbangun, kini Ayahnya juga meninggalkannya dan takkan pernah kembali. Entah apalagi yang akan terjadi, Vins lelah dengan segala serangan misterius itu.

Ia membenci makhluk terkutuk yang telah menyerang keluarganya itu. Dan dalam hatinya tumbuh sebuah tekad kuat untuk membalaskan dendam kepada mereka yang telah menghancurkan kebahagiaannya dengan tangannya sendiri.

Setiap malam Ia merenung dan menangis memikirkan betapa kejam para Umoya yang membunuh kedua orang tuanya secara perlahan dengan sihir terkutuk mereka.

Tak jarang Ia menyendiri di kamar ibunya hingga terlelap sambil memeluk raga ibunya. Seolah ingin melindunginya dari serangan makhluk itu yang bisa kapan saja menggerogoti semua orang yang disayanginya.

Tapi Pears bukanlah tipe seseorang yang suka menyendiri.

Meskipun hatinya kini sama hancurnya dengan semua orang setelah kematian Ayahnya. Pears berusaha menyembunyikan kesedihannya itu sedalam-dalamnya.

Ia pergi menemui semua orang dengan senyuman manisnya yang menghangatkan. Dan memberi mereka kekuatan, meskipun dia sendiri sedang rapuh.

Saat ini Ia sedang berada di halaman terbuka di istana, di bawah cerahnya mentari pagi. Pears dengan kanvas, cat, dan kuasnya berusaha melupakan kepedihan hatinya dan semua orang dengan membuat sebuah lukisan.

Kuasnya menari-nari di atas kanvas hingga garis itu membentuk wajah Ayahnya.

Ia tahu kedua saudaranya sangatlah terpukul. Ia tidak akan turut menjadi seseorang yang pemurung supaya orang di sekitarnya tidak terlalu khawatir tentang mereka.

Kenapa Jerriel bisa mengatakan itu?

Sesekali Pears pernah memikirkan ucapan Jerriel kepadanya beberapa hari yang lalu. Dia bilang bahwa kelahirannya dan Vins adalah penyebab Ratu menjadi sakit dan koma hingga bertahun-tahun. Dan kelahirannya jugalah yang mengundang serangan terkutuk kepada Raja. Dan hal itu benar-benar membuatnya menghakimi diri sendiri.

“Seandainya kami tidak melewati hutan misterius itu. Umoya itu tidak akan menyerang Ratu yang dulu sedang mengandung Pangeran Jerriel. Kami tidak pernah tahu bagaimana cara mengangkat sihir itu, sehingga.. sampai Ratu mengandung Pangeran Vins dan kau, keadaannya jadi semakin memburuk. Sihirnya semakin kuat. Tapi kau ataupun pangeran Vins bukanlah penyebab semuanya.” Ujar Perdana Menteri Hugo ketika Pangeran Pears mengatakan keluh kesahnya.

Hugo selalu menguatkan mereka dengan sangat tulus. Jadi Pears tidak ingin mengecewakan mereka yang berusaha menghiburnya.

Lukisan wajah Ayahnya mendekati sempurna. Senyum di bibir Pears mengembang lebar. Ia berlari membawa lukisan yang besarnya hampir setinggi dirinya itu ke dalam istana dan ingin menunjukkan kepada semua orang. Berharap lukisan ini dapat menghapus kesedihan mereka.

“Paman Hugo!!” Serunya pada perdana menteri yang kebetulan melintas di lorong istana.

“Coba katakan.. emas, perak, atau permata untuk mahakaryaku yang ini ya?” Pangeran Pears membuat musik pengiring dengan suaranya sendiri ketika perlahan membalikkan lukisannya kepada Perdana Menteri.

Hugo menatapnya lamat-lamat dan tersenyum sambil menepuk lengan Park.

“Lebih dari sebuah permata, lukisanmu selalu indah, Pangeran Pears.”

“Terimakasih, Paman." Pears mengusap punggung Hugo sambil berkata, "Tetaplah tersenyum ya!”

Kemudian Pears berlari ke dalam istana dan mencari kedua saudaranya. Namun Ia tidak menemukan mereka di setiap sudut istana.

Setelah lelah mempamerkan lukisannya kepada para penjaga istana yang ditemuinya. Langkahnya berujung di depan pintu kamar Jerriel.

Awalnya Ia hanya diam di depan pintu karena merasa ragu, namun usai menghela nafas panjang akhirnya dengan semangat Ia mengetuk pintu itu sampai sang pemilik kamar membukanya.

Wajah Jerriel yang merengut ketika Pears menunjukkan lukisan itu membuatnya sedikit takut.

Pears menghela nafas lagi, “Maaf aku harus mengganggumu sebentar ya! Tapi.. Baiklah, aku tahu. Wajah Ayah memang tidak seabstrak ini. Tapi setidaknya wajahnya persis seperti Ayah ketika masih muda, ya kan?”

Jerriel menatapnya sayu lalu memeluk Pears dengan erat.

“Maafkan aku, Pears. Aku bukanlah kakak yang baik untukmu seperti yang diinginkan Ayah.”

Pears tersenyum lalu membalas pelukan kakaknya sambil menepuk punggungnya, “Siapa bilang? Bagiku kau adalah kakak terbaik yang dikagumi oleh semua orang,”

Jerriel melepas pelukannya lalu berbicara dengan getir, “Tapi aku selalu menyalahkan semua hal kepada kau dan Vins. Aku sangat egois!”

“Aku tahu kau marah-marah kepada kami karena ada sebabnya. Selama ini kau sudah berusaha begitu keras sendirian untuk memberikan yang terbaik sebagai Pangeran Mahkota. Jadi kami akan berusaha menjadi adik yang berguna untukmu.”

Senyuman lebar di wajah Pears membuat Jerriel tertawa kecil sambil mengucal rambut Pears sampai mahkotanya miring.

“Ayo, pajang lukisan itu. Agar semua orang bisa melihatnya.”

“Bolehkah?!” Pekik Pears dengan mata berbinar.

Jerriel hanya tersenyum lalu mengangguk.

......................

Sebuah anak panah melesat cepat menembus udara dan menancap pada buah apel yang menggantung di pohon.

Dalam hitungan detik apel merah besar itu terjatuh ke tanah dan langsung dikerubungi oleh beberapa ekor tupai.

Melihatnya, Vins tersenyum di atas kudanya yang sedang berlari.

Agar mereka bisa makan lebih banyak maka Ia memanah apel lebih banyak lagi sehingga tupai itu tertimbun tumpukan apel.

Vins tertawa kecil ketika melihat tupai itu melompat dari dalam gundukan apel sambil mengoceh.

Vins menganggapnya sebagai ucapan terimakasih, atau malah omelan?

Berlatih dan bermain dengan hewan-hewan di istana membuat kesedihan yang merundungnya beberapa hari ini sedikit demi sedikit berkurang.

Vins menunggangi kudanya mengelilingi halaman belakang istana yang sangat luas, yang biasanya digunakannya ataupun para prajurit untuk berlatih.

Di bawah pohon yang rindang, Vins menghentikan kudanya lalu melompat turun dari kudanya sambil mencabut pedangnya secepat kilat. Bunyi gesekan pedangnya begitu nyaring dan terdengar seolah menusuk telinga.

Kemudian Ia menebaskan pedangnya ke udara dengan berbagai gerakan yang telah dipahaminya sejak kecil.

Dialah Vins, Seorang Pangeran Runthera dengan dua senjata andalannya. Keahlian memanah dan pedangnya yang tak tertandingi.

Di bawah teriknya mentari, Vins berputar ke segala arah sambil menebaskan pedangnya, dengan begitu fokus Ia berlatih seolah sedang beradu pedang dengan hembusan angin sejuk yang menyapu seluruh tubuhnya.

Tanpa menyadari beberapa pelayan dan para penjaga istana yang sedang berlalu lalang itu menghentikan langkah demi menyaksikan kehebatan Pangeran Vins ketika sedang berlatih sendirian.

"Pangeran Vins sangat mengagumkan."

"Lihatlah caranya mengayunkan pedang itu, tak ada yang bisa melakukannya seperti dia."

"Dia sangat hebat, dan juga sangat tampan!"

Begitulah kedengarannya desas-desus para penjaga yang masih enggan mengalihkan pandangan dari setiap gerakan Pangeran Vins.

“Oooow!” Seru seseorang dari kejauhan. “Jadi kau mau mulai tanpa aku?”

Goda Pangeran Pears yang kini terlihat melangkah mendekat sambil menebaskan pedang andalannya ke kanan dan ke kiri dengan hebohnya sendiri.

Sedangkan di belakangnya terlihat Pangeran Jerriel dan Perdana Menteri Hugo berjalan dengan sangat berwibawa.

Pangeran Vins tertawa kecil lalu meladeni hunusan pedang Pangeran Pears kepadanya dan mereka bertarung sebentar, sebelum akhirnya Ia menghentikannya.

“Maafkan aku, sejak pagi buta aku berlatih sendirian karena aku sedang bosan. Jadi, jika kalian mau berlatih sekarang.. silahkan. Tapi aku izin mau istirahat dulu ya, saudaraku.”

Vins memasukkan pedangnya kembali seraya menepuk bahu kedua saudaranya. Lalu berjalan meninggalkan mereka.

“Apa-apaan kau, Vins! Kita kan baru saja mulai.."” Protes Pears.

“Kau tidak sedang menghindari berlatih denganku, kan?” Ujar Jerriel.

Vins menghentikan langkahnya lalu menengokkan kepalanya ke arah Jerriel yang kini tersenyum tipis dan tampak misterius.

“Tentu saja, aku tidak ingin kalah dalam pertunjukkan memanah denganmu, kak! Hahahah,” Gelak Vins sambil menepuk pelan lengan Jerriel dengan pedangnya.

“Tidak, aku hanya bercanda.” Sambung Vins. "Ada hal lain yang ingin aku lakukan siang ini."

Ia berjalan mendekati Hugo dan membungkuk memberinya hormat, “Guru, bolehkah aku istirahat?”

“Kenapa tidak?”

“Dan, bolehkah aku menghabiskan siangku di perpustakaan? Aku sedang ingin membaca buku, seperti yang kau lakukan biasanya.”

Hugo tersenyum, “Pangeran, kenapa aku harus melarangmu? Silahkan saja,”

Vins tertawa kecil dan tampak begitu manis.

“Vins!! Masuklah ke ruang utama dan kau akan melihat sesuatu yang bagus disana!!” Teriak Pears.

Vins tersenyum lalu melangkah meninggalkan mereka dengan jalan mundur sambil melambaikan pedangnya pada kedua saudaranya.

Vins meninggalkan halaman lalu berjalan menuju ke sebuah gedung besar yang berseberangan dengan gedung utama istana, gedung itu adalah perpustakaan milik kerajaan, sebuah tempat yang menjadi favorit bagi mendiang Raja Joon yang gemar membaca sembari menikmati secangkir teh setiap senja.

Vins melepas kain putih ikatan kepalanya seiring senyuman di wajahnya perlahan luntur, senyuman yang sejak tadi Ia tunjukkan kepada para pelayan dan penjaga istana yang dilewatinya itu berubah menjadi raut wajah murung yang hanya ditunjukkannya ketika sedang sendirian.

Dengan gontai langkah kakinya yang tak beralas kaki itu menaiki satu persatu anak tangga gedung perpustakaan. Di sisi kiri dan kanan tangga terdapat sebuah taman yang dipenuhi dengan jenis bunga yang menjadi identitas Kerajaan Runthera yaitu bunga aster berwarna ungu.

Raja Joon yang memberi perintah supaya seluruh taman di negeri mereka dihiasi dengan bunga aster berwarna ungu, sebab Ratu Ryme sangat menyukai bunga itu.

Raut wajah Vins tampak semakin muram ketika memandang hamparan bunga aster di sekeliling perpustakaan, membuat ingatannya berujung kepada kedua orang tuanya lagi dan seolah membuka perban yang menutupi lukanya yang masih baru.

Tangan Vins tertahan di gagang pintu perpustakaan yang begitu tinggi seolah sedang menguatkan hatinya untuk masuk ke dalam sana, lalu dengan satu hela nafas panjang Vins mendorong pintu tinggi itu hingga terbuka separuh. Vins masuk lalu menutup pintunya lagi, tinggallah dirinya sendiri dengan tumpukan buku yang mengisi rak-rak di ruangan itu.

Ruangan besar yang terdapat jajaran rak tinggi berisi berbagai buku milik Kerajaan membuat rasa lelahnya seketika berkurang. Suasana hatinya menjadi lebih tenang.

Vins melangkahkan kakinya di lantai marmer itu sambil mendongak ke atas, memandang sebuah kubah dari kaca di atap gedung itu, membiarkan sinar mentari yang menembus kubah itu menerpa wajahnya.

Ia mendekati sebuah sofa yang menghadap ke perapian yang biasanya ditempati oleh Raja Joon saat membaca buku.

Bayangan ketika Ia masih kecil itu berlari masuk ke perpustakaan lalu naik ke pangkuan Raja Joon yang sedang membaca buku di satu hari yang sangat cerah belasan tahun yang lalu.

Ayahnya tersenyum sambil meletakkan bukunya di meja lalu menatap mata Vins kecil yang sedang berkaca-kaca.

"Apa yang terjadi, Nak? Kenapa ksatria Ayah ini menangis?"

Tangan kecil Vins yang sejak tadi menggenggam sesuatu itu terulur dan menunjukkan dua biji anggur yang masih menempel di tangkainya yang panjang.

"Ayah, Pears... yah." Vins kecil bergumam menahan tangisnya yang akhirnya terpecah, "Dia makan semua anggur yang kupetik sendiri di kebun! Vins hanya bisa makan dua anggur ini! Huaaa..."

Raja Joon tertawa kecil melihat kelucuan putra kecilnya itu, Ia mengusap kepala Vins sambil berkata, "Ingat, Vins. Kalian bertiga harus berbagi semua yang kalian miliki tanpa harus menyembunyikannya satu sama lain."

"Vins sudah berbagi, Ayah. Tapi Pears tidak berhenti memakan anggurku! Jerriel juga!"

"Tidak apa, nanti Ayah akan mengganti anggur yang dimakan Pears dan Jerriel dengan satu keranjang anggur yang masih baru, ya?"

Mendengar itu Vins mengusap air matanya sambil berseru kegirangan, "Benarkah, Ayah? Horeee!!"

Seulas senyuman manis terukir di wajah Vins mengingat momen indah itu kembali, rasanya Ia ingin memutar waktu dimana Ia bisa membaca buku bersama Ayahnya.

Di depannya terdapat jendela lebar yang menghadap langsung ke sebuah lembah, menyuguhkan pemandangan gunung Mountries yang terletak di seberang pulau. Namun Vins menarik korden jendela hingga menutupi pemandangan indah itu.

Lalu Ia berjalan di setiap lorong hanya untuk mencari buku yang ingin Ia baca. Pandangannya berhenti kepada jajaran buku yang menarik perhatiannya. Vins menggunakan tangga untuk meraih buku yang letaknya di rak paling atas itu. Sebuah buku tentang kisah ksatria, namun perhatiannya beralih kepada sebuah buku yang terdapat nama Ayah dan Ibunya.

Vins mengambil buku itu dan membacanya di atas tangga kayunya. Sebuah buku harian yang terdapat kisah tentang pertemuan Ayah dan Ibunya sebelum menikah. Vins tersenyum, terharu, dan tertawa terbahak-bahak membaca lembar demi lembar tulisan Ayahnya di buku itu. Sehingga Ia tak sengaja menjatuhkan sebuah buku tebal dari rak di dekatnya.

Entah hanya perasaannya atau apa, tapi Vins merasa buku itu memiliki aura yang berbeda.

Ia turun dan mengambil buku tebal itu. Tidak berjudul, sampulnya terbuat dari daun pohon jati yang sudah sangat kering dan usang, membuatnya penasaran untuk membacanya.

Selamat datang di dimensi Umoya.

Vins mengerutkan dahinya ketika membaca kalimat pertama yang membuka isi buku itu. Namun dalam hati Ia bersemangat, inilah yang ingin Ia cari tahu sejak dulu. Sebuah buku tebal yang menuliskan segala kisah panjang yang menjelaskan tentang umoya, kekuatannya, kelemahan, perbedaannya, dan bagaimana cara untuk menemui mereka.

Vins langsung mengunci pintu perpustakaan untuk dirinya sendiri. Kemudian Ia kembali ke tempat duduknya. Matanya berlari-lari membaca setiap bait tulisan di buku itu dan merekam dengan baik semuanya.

Setelah hampir setengah buku Ia baca, rasa penasaran Vins tiba-tiba muncul. Minatnya tertarik kepada cara menemui Umoya.

Sejak kematian Ayahnya, dan juga serangan kepada Ibunya. Vins menaruh minatnya kepada pengetahuan tentang Umoya dan bagaimana cara mengalahkan mereka.

Vins mempraktekkan semua cara dan mantranya agar Ia bisa memasuki dimensi para Umoya yang ditunjukkan pada buku itu. Entah Umoya seperti apa yang akan ditemuinya nanti, yang jelas Ia tidak memikirkan konsekuensinya.

Bahkan Ia telah menghilang dari raganya sebelum membaca buku itu sampai akhir.

Terpopuler

Comments

Yunchunie

Yunchunie

lah..Vins?! balik woy, kompor udah dimatiin blm?

2022-07-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!