Bab 9 - Buka Gerbangnya!

Suasana malam di Istana terasa begitu hikmat. Bulan sedang bersinar terang seolah sangat mendukung kelancaran acara ini.

Di halaman istana dipenuhi oleh para rakyat yang mulai berdatangan. Para pelayan istana silih berganti membawa makanan untuk dihidangkan dan menyiapkan alat makannya di sepanjang meja yang ditata sedemikian rupa mengelilingi halaman istana.

Setiap obor yang ditempatkan di setiap sudut halaman pun dinyalakan dan membuat suasana menjadi temaram. Alunan musik yang dimainkan oleh para pemusik tradisional mulai terdengar untuk menyemarakan pesta malam ini.

Terlihat wajah-wajah riang yang ditunjukkan oleh para rakyat ketika berada di halaman istana. Berpesta bersama seluruh penduduk Runthera dengan tiga Pangeran yang mereka hormati dan segani selama ini menjadi pengalaman pertama bagi mereka.

Vins yang masih berada di dalam kamarnya mengintip keluar jendela dan tersenyum melihat karamaian di istana yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Ia merapikan pakaiannya sekali lagi lalu berjalan keluar. Terlihat para pelayan sibuk berlalu lalang membawa makanan untuk di sajikan, namun Ia masih bisa menemukan Pears yang sedang merenung di balkon istana.

Pears memandangi setangkai mawar merah di tangannya sambil bergumam, “Apakah dia juga datang? Ah, sial. Kenapa aku tidak memberitahu dia bahwa ada jamuan makan malam di istana?”

Vins terkekeh mendengar gerutuan Pears yang terdengar lucu.

“Kau bertemu seseorang hari ini?”

Pertanyaan itu mengagetkan Pears yang tidak menyangka akan ada Vins di belakangnya.

“Oh, ti-tidak. Wow—“ Pears mengamati penampilan Vins dari ujung kepala hingga kaki. “Kenapa kau tampan sekali malam ini?”

“Hahaha.. kau sedang memuji dirimu sendiri, ya?,”

“Tentu saja.” Timpal Park percaya diri. “Apakah kau sudah merasa lebih baik malam ini, Vins?”

“Yeah aku merasa lebih baik. Aku hanya merasa kelelahan, seperti... berjalan jauh ke sebuah tempat yang antah berantah.” Ujar Vins.

“Aku pikir kau akan mati karena tertimpa buku-buku tebal itu kemarin.” Gelak Pears.

Vins tersenyum tipis lalu mengalihkan pembicaraan, “Aku diminta untuk berpakaian rapi malam ini karena akan ada sebuah pesta. Tapi tidak ada yang mengatakan padaku, kenapa kita mengadakan pesta?”

“Aku yang memintanya. Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin bertemu dengan rakyat. Membuka gerbang istana untuk mereka dan saling berbagi. Mereka bisa mengatakan keluhan mereka yang mungkin tidak pernah kita ketahui selama ini. Kita sudah cukup lama menutup diri dari mereka, kan?”

Vins tersenyum lalu merangkul Pears. Ia bangga dengan sikap rendah hati saudaranya sebagai seorang Pangeran. Sejak dulu memang Pears yang selalu memikirkan tentang kesejahteraan rakyatnya.

Mereka melihat ke halaman istana yang semakin ramai.

“Dimana Jerriel?” Tanya Vins.

“Mungkin di kamarnya? Hey, kau tahu apa yang terjadi hari ini? Jerriel bertemu dengan seorang gadis!” Kata Pears semangat.

Mata Vins melebar dan nampak terpukau mendengarnya, “Ohya? Lalu?”

“Dia meminta gadis itu datang. Aku sangat antusias, Jerriel tidak pernah terlihat seperti itu sejak perjodohan yang pernah terjadi beberapa bulan yang lalu. Jerriel terlihat begitu angkuh di depan para putri dari kerajaan lain. Tapi pada gadis itu, dia berbeda.”

“Benarkah? Seperti apa dia?” Tanya Vins penasaran.

“Dia cantik, rambutnya sebahu dan penampilannya sangat sederhana. Dia seorang relawan di sebuah tempat belajar."

"Wah, kedengarannya seperti tipe wanita yang disukai Jerriel. Bagaimana mereka bisa bertemu?"

"Aku tidak tahu bagaimana ceritanya mereka bisa bertemu, saat itu aku baru kembali dari mengejar Utophia dan sudah menemukan Jerriel bersamanya dengan mata berbinar.” Pears tertawa kecil mengingat wajah merona Jerriel tadi siang.

Vins terkekeh, “Jadi dia sedang jatuh cinta ya? Hahaha,”

Di tengah gelak tawa Pears dan Vins itu, suara terompet istana memecah keheningan malam menandakan bahwa semua orang di istana dipersilahkan untuk berkumpul.

Jerriel melangkah di atas karpet yang telah di sediakan di tengah istana, dia terlihat sangat berwibawa dan tampan seperti biasanya.

Hugo yang menyuruhnya mengenakan pakaian mendiang Raja Joon malam ini, sebuah mantel panjang berwarna hijau tua dengan ornamen berwarna silver dan juga sepatu buts kulit berwarna coklat muda.

Jerriel teringat saat masih kecil pernah mengatakan pada ayahnya bahwa Ia ingin memakai sepatu itu jika dirinya sudah besar karena menurutnya sepatu itu sangat mengagumkan. Dan kini keinginannya itu terwujud, hal itu membuat Jerriel merasakan kehadiran Ayahnya meskipun Ia tidak dapat melihatnya lagi.

Ada Vins dan Pears yang berdiri di belakangnya dan terlihat sama-sama mengagumkan seperti Jerriel. Para penduduk Kerajaan Runthera terpesona pada ketiga pangeran menawan yang seolah menjadi pilar terdepan yang menopang seluruh Kerajaan ini.

Para rakyat menyambutnya dengan riuh. Lalu Jerriel membukanya dengan sebuah pidato singkat.

Di tengah pidatonya, Ia mengedarkan pandangan mencari seseorang. Tak tahu apalagi yang harus Ia lakukan, dan Pears menyadari itu.

Ia mengusap bahu saudaranya yang terlihat gugup. Lalu Jerriel menyelesaikan pembukaan itu dengan lancar disambut tepuk tangan para penduduk yang hadir.

“Dimana Paman Hugo?” Tanya Jerriel pada para pejabat istana yang berdiri di dekatnya.

“Kami juga tidak melihatnya lagi sejak persiapan pesta, Pangeran.”

“Tadi aku melihat Paman Hugo berada di kamar Ibu.” Jawab Pears.

Membuat Jerriel mengernyit heran.

................

Hugo menatap nanar kearah Ratu Ryme yang terbaring seolah tak bernyawa di ranjang itu.

Sudah bertahun-tahun sahabatnya itu tidak kunjung membuka kembali matanya, tak ada yang tahu apakah keadaannya bisa membaik atau malah semakin memburuk.

Seluruh Kerajaan pasti merasakan perihnya kejadian ini. dan Ia tidak bisa berbuat apapun untuk mengakhiri semua ini.

Ia memejamkan matanya dan membiarkan dirinya terhanyut dalam lamunan. Suara-suara pilu mulai terdengar di telinganya. Suara rintihan lemah yang selalu mengiris hatinya setiap detik Ia memikirkan tentang keadaan Ratu.

Tolong aku.. Aku ingin kembali.. Tolong keluarkan aku dari sini... Aku tersiksa berada disini.. Aku tidak mau mati seperti ini!!!!

Setetes air mata mengalir dari ujung mata Hugo.

“Perdana menteri,”

Suara pelayan yang berada di belakangnya sejak tadi itu memecahkan lamunan Hugo.

Lalu pria itu menyeka air matanya yang membasahi pipinya.

"Ya?"

“Maafkan aku, apakah ini sudah saatnya mengganti bunga untuk Ratu?”

“Oh.. Ya, tolong ganti bunganya,” Hugo melangkah mundur menjauhi ranjang Ratu.

Ia melihat pelayan itu mengambil sebuket bunga aster ungu yang sudah kering dari tangan Ratu lalu menggantinya dengan yang masih segar.

Bunga aster adalah kesukaan Ratu Ryme. Mereka berharap hal ini bisa membuat keadaannya membaik.

Hugo menarik nafas dalam dan berusaha menghembuskan semua pikirannya yang menyesakkan. Ia berbalik meninggalkan kamar Ratu untuk mengambil jubah di kamarnya lalu bergegas ke suatu tempat.

Keramaian di sekitarnya ketika Ia melangkah keluar dari istana membuat Hugo berusaha menutupi wajahnya agar tidak ada yang mengenalnya. Namun ketika berusaha melintasi lorong dengan cepat, Jerriel menghentikan langkahnya.

“Paman Hugo kaukah itu?” Jerriel membalikkan bahunya.

Jerriel menatap Hugo dengan heran, “Kenapa kau memakai jubah? Kau mau pergi kemana, Paman?”

Hugo tak bisa mengatakan apapun padanya.

“Kau tidak bisa pergi, Paman. Jamuan makan malamnya baru saja dimulai. Kau bilang akan mendampingiku selama pesta itu berlangsung."

“Tapi, Pangeran Jerriel.. aku hanya akan pergi sebentar untuk memastikan penjagaan di sekitar istana.” Sahutnya.

“Vins sudah mengeceknya, Paman. Tidak ada yang harus dikhawatirkan.”

“Tidak, penjaga tidak bisa melindungi istana begitu saja dengan senjata mereka. Aku harus pergi dan membantu mereka untuk melindungi seluruh Kerajaan.” Tukas Hugo terdengar begitu serius.

Jerriel berusaha mencerna ucapan Hugo yang begitu cepat. "Tapi.. Paman--"

“Yang mulia,”

Seorang anak kecil dan ibunya berjalan menghampiri Jerriel yang masih bergumul dengan pikirannya sendiri. Dan hal itu digunakan Hugo untuk kabur dari sana.

“Aku akan segera kembali, Pangeran.” Katanya singkat lalu berlari meninggalkan istana.

Jerriel tidak bisa menahannya dan membiarkan Hugo pergi dari hadapannya, kini perhatiannya teralihkan kepada mereka berdua.

“Maafkan aku karena sudah lancang menghampirimu, Pangeran. Kami sangat berterimakasih atas apa yang sudah kau dan keluarga istana berikan kepada kami. Sudah lebih dari cukup Kerajaan membantu kehidupan kami. Dan malam ini.. kami tidak pernah merasakannya sebelumnya. Kami berharap seluruh keluarga istana diberikan kedamaian dan kejayaan.”

Jerriel hanya tersenyum dan mengangguk. “Semoga kalian menikmati jamuan makan malam ini.”

“Micha membawakan sesuatu untukmu, dia putriku, dia bilang ingin memberi hadiah.” Ujar wanita itu.

Perhatian Jerriel beralih kepada gadis kecil bermata bulat yang memandangnya sambil tersenyum manis. Di tangannya ada sebuah kotak.

“Hai, Micha. Kau ingin memberiku apa?” Sapa Jerriel ramah sambil menyamai tingginya.

Gadis kecil itu membuka kotaknya dan menyerahkan tiga kertas yang digulung dan dihiasi sebuah pita. Jerriel mengamati sesuatu yang di tempelkan di kertas itu yang menyerupai wajah manusia.

“Itu adalah lukisan yang terbuat dari daun kering. Kami menggambarnya kemudian menempelkan pecahan daun kering sebagai warnanya.” Ujar Micha.

“Kami menggambar Pangeran Jerriel, Pangeran Vins, dan Pangeran Pears sebagai hadiah. Aku dan teman-temanku yang membuatnya. Nona Minea yang mengajarinya pada kami setelah kau mengunjungi kami di gubuk.” Gadis kecil itu menceritakan dengan nada bicaranya yang lucu.

Diam-diam Jerriel merasakan sesuatu yang aneh ketika mendengar nama itu. Rasa aneh yang perlahan membuat bibirnya mengembangkan senyuman tipis tak terjemahkan.

“Woow.. ini bagus sekali. Terimakasih,”

“Apakah kau membuatkan bangau kertas untuk Sooki?” Tanya Micha.

“Yeah,”

“Maukah kau membuatkan untukku juga?” Pertanyaan Micha seketika membuat ibunya merasa sungkan kepada Jerriel.

“Maafkan anakku, Pangeran. Dia tidak bermaksud menyuruhmu. Micha, ibu bisa membantumu nanti.”

“Tidak masalah, bu. Aku senang bisa membantu mereka.” Timpal Jerriel.

Wanita itu pamit dan membawa pergi anaknya. Meninggalkan Jerriel yang sendirian dengan lukisan daun kering yang membentuk wajahnya.

Mungkin milik Vins dan Pears terlihat lebih mirip dengan aslinya, namun pemberian ini terasa begitu istimewa baginya.

Ia berjalan ke tengah halaman, melihat bagaimana Vins dan Pears berbaur dengan para rakyat. Sambil tertawa mereka berdua menari dan berdansa dengan segerombolan anak kecil dan ibunya, juga beberapa pria yang turut meramaikan keceriaan itu.

Melihat semua orang berwajah ceria menyapanya membuat Jerriel merasakan sebuah kehangatan. Namun di dalam lubuk hatinya, Ia masih merasakan ada yang kurang. Ia tidak bisa melihat senyuman manis Ayah dan Ibunya. Andai mereka masih disini bersamanya maka hidupnya akan terasa begitu lengkap.

Tiba-tiba saja Jerriel seolah merasa sendirian di tengah keramaian itu. Ia tahu kebahagiaan tidak ada yang sempurna. Tapi setidaknya Ia masih bersama kedua saudaranya, dan para rakyat yang disayanginya.

Pears yang menyadari keberadaan Jerriel itu berjalan keluar dari kerumunan lalu menarik tangan Jerriel untuk berada di tengah kerumunan itu.

Dengan bingung Jerriel menatap Pears dan Vins yang sedang terkekeh melihat tingkahnya yang kaku. Namun Jerriel yang masih belum terbiasa menari bersama banyak orang itu hanya menonton sambil bertepuk tangan.

Hingga Ia merasakan sentuhan lembut sebuah tangan kecil di ujung jemarinya.

Jerriel menunduk pada sepasang mata berbinar seorang bocah laki-laki yang sedang tersenyum menatapnya.

Jerriel pun ikut tersenyum lalu menyentuh puncak kepala anak itu sambil berkata, "Kamu sudah mencoba makanannya?"

"Aku mau makan nanti, sekarang aku mau melihat lampion-lampion itu di langit!" Ucapnya riang.

Jari kecilnya menunjuk ke arah tumpukan lampion yang berada di gerobak, melayangkan lampion sambil mendoakan Raja dan Ratu dan juga keselamatan Kerajaan Runthera menjadi salah satu bagian dari pesta ini.

"Sudah saatnya kita menyalakan lampion ya?" Tanya Vins.

"Sebenarnya belum.. karena kita harus menunggu Paman Hugo kembali." Ucapan Jerriel ternyata mengecewakan bocah-bocah itu.

"Tidak apa, Jerriel. Kita nyalakan saja lampionnya, Paman Hugo yang sedang mengecek sekeliling Kerajaan pasti akan melihatnya juga nanti. Dan dia pasti akan berdoa juga dimanapun dia berada." Ujar Pears lembut.

Jerriel merasa ucapan Pears ada benarnya juga, kemudian Ia mengangguk lalu berseru, "Baiklah, kalau begitu ayo kita layangkan lampionnya ya!"

Tak lama kemudian ratusan lampion perlahan terbang dan mulai menghiasi langit malam di Runthera. Lampion itu terbang terbawa hembusan angin hingga perlahan keluar dari wilayah Kerajaan.

Hugo yang sedang berada di perbatasan hutan seketika tersenyum manis melihat lampion itu lewat di atas kepalanya dan membuat hatinya menghangat, kemudian Ia membuat permohonan di dalam hatinya.

Bahkan sosok gadis berbusana putih yang sedang berada di tengah hutan itu juga terpesona akan keindahan ratusan lampion yang memenuhi langit malam ini.

Ketika lampion-lampion itu mulai terbang tinggi dan menjauh, sebuah kilatan cahaya merah menembus ratusan lampion itu hingga menimbulkan angin yang cukup besar. Angin itu mampu memperbesar api yang menyala di dalam lampion sehingga beberapa lampion yang terbuat dari kertas itu mulai terbakar dan berjatuhan ke tanah tandus sebuah hutan belantara.

Hampir menimpa seorang gadis berbusana putih yang sedang berjalan di tengah hutan itu.

Hugo yang sedang duduk di sebuah batu sambil bertapa pun menyadari kilatan mereka yang nampak dari sudut matanya dari dalam hutan yang begitu gelap, bersamaan dengan lampion terbakar yang satu-persatu berjatuhan dengan diiringi sebuah teriakan seorang wanita disana.

Kuda hitam milik Hugo yang talinya terikat di sebuah pohon itu mulai meringik ketakutan seolah turut merasakan kejanggalan yang dirasakan Hugo.

Hugo menghampiri kudanya dan menenangkannya sebelum Ia berjalan meninggalkan kudanya untuk mendekat ke hutan belantara itu.

Kilatan cahaya merah itu seolah membelah kegelapan di tengah hutan secara berturut-turut. Seperti sebuah sihir yang menghujam ke tubuh seseorang berkali-kali.

Namun Hugo masih belum bisa menemukan apa yang terjadi di dalam hutan itu sampai Ia terus-menerus mendengar jeritan seorang wanita dan anak kecil yang membuatnya penasaran untuk segera menolongnya.

......................

Langit malam perlahan berubah menjadi mendung.

Jerriel menengadah ke langit dan merasakan setitik air jatuh di tangannya. Nampaknya sebentar lagi akan turun hujan.

Jerriel hendak berjalan melewati kerumunan menuju ke dalam istana untuk mengumumkan sesuatu, ketika kepalanya mendadak mulai terasa berat.

Helaian rambut berwarna merah milik Jerriel nampak menunjukkan kilaunya beberapa saat seiring kepalanya semakin terasa sakit hingga membuat Jerriel merasakan tubuhnya melemah.

Seorang pria paruh baya yang merupakan penduduk Runthera langsung menangkap tubuh besar Jerriel yang hampir terhuyung ke tanah.

"Pangeran Jerriel, Kau tidak apa-apa?!" Pekiknya cemas.

Mendengar itu rakyat yang sedang asik berpesta seketika terpusat kepada Jerriel yang terlihat pucat.

Jerriel berusaha untuk berdiri tegak dan menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."

Vins berjalan mendekat lalu memapah Jerriel untuk kembali ke istana, "Kenapa, Jerriel? Apakah kepalamu sakit lagi?"

Jerriel mengangguk lemah, "Tapi tidak apa, Vins."

"Tidak, lebih baik kau masuk. Aku akan mengantarmu ke kamar untuk beristirahat. Jangan pikirkan pestanya, Aku dan Pears masih disini. Lagipula sebentar lagi turun hujan jadi kita akan mengakhiri pestanya." Ujar Vins tegas.

"Baiklah.." Lirih Jerriel. "Terimakasih, Vins."

Vins yang masih memapah Jerriel menyadari kilauan merah diantara helaian rambut Jerriel yang semakin membuatnya curiga.

Setelah mengantar Jerriel, Vins segera memberitahu Pears dan para petinggi Kerajaan untuk membuat penutup pertemuan malam ini.

Hujan tiba-tiba turun dengan begitu deras, tetesan airnya memadamkan obor-obor di halaman dan membasahi kerumunan yang berlarian mencari naungan dan beberapa lainnya memilih untuk berlari pulang ke rumah.

Kilatan cahaya merah melayang di tengah lebatnya hujan hingga menabrak beberapa penduduk yang baru kembali dari pesta, lalu mereka mengalami hal misterius yang tidak disadari oleh para penghuni istana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!