Bab 14 - Gelar Ratu

Sore itu halaman istana sedang ramai. Terlihat puluhan tukang kebun yang bekerja untuk Keluarga Kerajaan sedang sibuk merapikan rerumputan yang mulai lebat dan membersihkan tumbuhan yang telah layu lalu menggantinya dengan tanaman yang masih segar.

Satu-satunya bunga yang akan selalu ditanam di setiap sudut istana maupun sepanjang jalanan di setiap Kota Runthera, tidak lain lagi adalah bunga aster berwana ungu kebiruan.

Setiap setahun sekali, para petinggi memberikan perintah untuk mempercantik kebun bunga aster yang didirikan oleh Ratu Ryme itu. Mereka diminta untuk merapikan dan menambahkan bunga aster baru yang masih segar dan lebat di kebun aster milik Ratu Ryme yang terdapat di beberapa sudut istana itu.

Hamparan bunga cantik itu bahkan terlihat ditanam lebih banyak lagi di pekarangan istana daripada yang kemarin. Sehingga pemandangan di halaman bagaikan permukaan laut yang membiaskan langit sore dengan perpaduan warna jingga dan ungu yang menawan.

Sosok Pears terlihat berjalan menuju ke tengah halaman istana untuk bergabung dengan mereka.

Ia nampak sedang berbincang sebentar dengan beberapa tukang kebun lalu menggantikan posisi salah satu dari mereka untuk menyiram bunga-bunga itu.

Dari sudut jendela kamar utama di dalam istana, Jerriel terpesona akan keindahan sore ini yang nampak begitu cerah meskipun dalam hitungan detik mentari akan tenggelam dan menarik langit keunguan itu untuk menggantikannya dengan langit malam yang lebih pekat.

Pandangan Jerriel tertuju pada keberadaan Pears yang masih sibuk menyiram bunga dengan selang yang digenggamnya, saudara termudanya itu benar-benar berhati lembut. Ia bahkan bersedia untuk turun dan membantu mereka merawat kebun bunga yang mereka punya di istana setiap harinya.

Tak lama kemudian terdengar Pears memekik kaget ketika Ia merasakan semburan air dari arah belakang diiringi gelak tawa Vins yang cukup keras hingga terdengar menggema di halaman istana yang cukup tenang.

Ia mengenakan topi capil untuk berkebun dan sepatu buts hingga membuat orang di sekelilingnya mengira bahwa Pangeran Vins adalah salah satu dari tukang kebun itu,

di tangannya juga terdapat sebuah selang yang digunakannya untuk menyiram bunga-bunga di taman dan juga menyiram wajah Pears.

Jerriel yang masih memantau dari kejauhan hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum ketika melihat tingkah nakal Vins yang telah menjadi kebiasaannya sejak kecil itu, Ia suka berbuat jahil kepada Pears yang hanya bisa pasrah.

Kemudian Ia menahan tawa ketika melihat seluruh pakaian dan kepala Pears yang basah kuyup, dan ekspresi wajah marah Pears yang lucu itu. Lalu Pears bergegas mengejar Vins untuk membalas perbuatannya.

Tingkah kedua adiknya barusan yang menurutnya masih kekanankan membuat Jerriel teringat pada suatu hal. Tatapannya jatuh pada sebuah gelang hitam berhiaskan batu putih berbentuk bulan di tangannya pemberian dari Hugo beberapa hari yang lalu.

Sebuah lilin aromaterapi diletakkan di nakas sisi kiri ranjang Ratu Ryme. Asapnya menguar ke seisi kamar dan mampu menenangkan hati dan pikiran dengan aroma Bergamot yang menyegarkan itu.

Jerriel berjalan mendekati pembaringan Ratu Ryme.

Ia menarik kursi terdekat agar bisa duduk di depan ranjang Ibunya yang masih terlelap dengan tenang dalam tidur panjangnya. Pemuda itu menopang dagu sembari memandangi wajah cantik Ratu Ryme yang nampak begitu damai.

Dengan sentuhan lembut Jerriel bergerak menggenggam jemari ibunya-yang sedang memegang sebuket bunga aster berwarna ungu kebiruan itu-dengan kedua tangannya untuk memberinya kehangatan. Hingga seulas senyuman tipis terukir di wajahnya yang tampan.

"Ibu, apakah Ibu mau mendengarkanku?" Tanya Jerriel lembut.

"Hari ini adalah tepat setahun untuk perombakan kebun bunga aster kesayangan Ibu. Di halaman sedang ada penanaman kembali dan kali ini mereka melebarkan lahan kebun di istana, sampai membuat halaman kita terlihat sangat indah dengan warna ungu seluas itu."

Kemudian Jerriel tertawa kecil mengingat kenangan tentang Ibunya ketika masih sehat, "Jika ibu melihatnya, Ibu pasti akan sangat menyukainya. Ibu akan duduk di balkon sambil memandangi kebun itu seharian penuh. Hihihi..."

"Dan Aku ingin menunjukkan sesuatu, Bu. Lihatlah. Paman Hugo membuatkan ini untukku dan juga untuk Vins dan Pears."

Jerriel tersenyum tipis sambil menunjukkan gelang yang terikat di pergelangan tangan kirinya itu.

"Paman bilang gelang ini bisa melindungi kita bertiga dari hal-hal yang tidak bisa kita lihat dengan kasat mata." Ujar Jerriel. "Aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya, tapi jika Paman Hugo bilang gelang ini seperti malaikat yang akan menjaga diri kita setiap waktu, sepertinya itu hal yang sebenarnya."

"Tapi setelah dipikir-pikir, bukankah sebaiknya Ibu yang harus memakai gelang ini? Aku bisa melindungi diriku sendiri. Tapi Kita bertiga tidak bisa setiap hari mengawasi Ibu, jadi kurasa Ibu yang lebih membutuhkan perlindungan dari gelang ini, kan?"

Jerriel melepas gelang itu dari tangannya lalu memakaikan gelang tersebut ke tangan kanan Ratu Ryme, kemudian menutupinya dengan lengan gaunnya yang panjang supaya Hugo tidak menyadari letaknya.

"Ibu, sebenarnya aku ingin menceritakan satu hal lagi padamu." Ujar Jerriel yang kedua pipinya kini tampak merona. "Tapi aku bingung bagaimana caraku menjelaskannya, dan aku yakin jika Ibu melihatku sekarang Ibu pasti akan berpikir bahwa aku terlihat berbeda dari Jerriel yang biasanya."

"Ini benar-benar aneh. Tapi terasa lebih aneh lagi ketika aku melihatnya, Bu. Semakin aku berusaha menganggapnya bukan suatu hal yang penting, semakin aku memikirkan itu berulang kali." Lirih Jerriel yang nampak sedikit muram.

"Ini tentang seseorang yang memiliki kepribadian yang mirip dengan Ibu. Dia kuat, mandiri, baik, anggun, dan... manis."

Terdengar pintu kamar Ratu diketuk pelan dari luar. Namun hal itu berhasil membuat Jerriel terperanjat kaget karena waktunya betepatan dengan dirinya yang sedang menceritakan tentang hal yang sensitif kepada Ibunya.

Jerriel berdeham dan terlihat salah tingkah ketika berseru, "Silahkan masuk!"

Semakin berdebar hati Jerriel ketika melihat seseorang yang sedang dipikirkannya mendadak muncul dari balik pintu itu dengan seulas senyumnya yang manis seperti biasanya. Di tangannya terdapat sebuah nampan berisi kemeja putih dan jas berwarna biru tua yang menjadi pakaian formal untuk Pangeran.

"Pangeran Jerriel ada disini rupanya." Kata Minea lembut.

"Bisakah kau memberi pertanda sebelum mengetuk pintu itu huh?" Tukas Jerriel kesal.

Minea tercenung mendengar ucapan Jerriel barusan, "Maafkan Aku, Pangeran. Bukankah kalau mau masuk ke sebuah ruangan harus mengetuk pintu dulu? Memangnya Aku harus memberi tanda seperti apa sebelum mengetuk?"

Jerriel bergeming, tak bisa beralasan lagi dan malah mengatakan hal konyol, "Uhm.. Ya setidaknya bertanyalah dari luar apakah ada orang di dalam, sebelum mengetuk pintunya!"

"Baiklah Aku minta maaf," Lirih Minea mengambang ketika Ia juga menyadari bahwa bukan dirinya yang salah tapi Jerriel.

Mata bulat Jerriel kini bergetar, Ia berusaha mengalihkan pandangannya dan menyiapkan tampang dinginnya yang terlihat angkuh itu.

"I-iya. Ada apa? Kau mencariku?" Tanya Jerriel acuh.

"Perdana menteri mencarimu dan memintamu untuk segera bersiap menyambut kedatangan tamu dari Leruviana."

Kedua alis Jerriel bertaut dengan tajam, "Apa? Jadi pemberitahuan itu untuk hari ini?" Timpal Jerrielnya dengan agak kesal.

"Ya, tepat satu minggu setelah mereka memberi kabar lewat surat itu."

Jerriel berdesis sebal sembari berkacak pinggang, "Keluarga itu benar-benar. Apakah mereka tidak punya malu?"

Sedangkan Minea tak berani bersuara melihat Jerriel yang tiba-tiba memaki seperti itu.

"Kau tahu, Minea? Selama bertahun-tahun, ketika aku dan adikku masih kecil, keluarga mereka bersahabat dengan orang tuaku. Dan.. yeah, hal klise itu pasti terlintas dipikiran mereka. Terutama di kepala Raja dan Ratu Leruviana. Hal klise seperti perjodohan diantara anak-anak mereka supaya persahabatan mereka bisa tetap berlanjut. Benar-benar membuatku muak." Ujar Jerriel gusar.

Minea tersenyum dan berusaha mengatakannya dengan hati-hati, "Jadi.. malam ini keluarga dari kedua Kerajaan akan bertemu untuk membicarakan rencana itu ke jenjang yang lebih serius ya?"

Tatapan tajam Jerriel tertuju pada Minea yang masih tersenyum, "Bisakah kau tidak mengatakannya dengan cara seperti itu?"

Minea terkekeh, "Memangnya apa yang salah dengan pertanyaanku? Itu adalah sebuah kabar bagus!"

Mata Jerriel menyipit selagi Ia mencibir, "Tidak sebagus yang kau pikir, jadi berhentilah mengejekku seperti itu."

"Sudah saatnya bagi Pangeran untuk memilih pendamping hidup diantara Putri-Putri cantik itu. Cobalah untuk menentukan pilihanmu."

"Kau tidak mengerti. Aku tidak bisa hidup dengan gadis seperti itu, Minea. Aku lebih suka--"

Terdengar keributan diluar kamar Ratu, Minea yang masih berdiri di ambang pintu itu melongokkan kepalanya keluar dan berbincang dengan seseorang yang nampaknya sedang membuat terburu-buru.

Sementara Jerriel melihatnya dengan hati nyaris mendidih, karena ini sudah kedua kalinya ucapannya harus tersendat karena situasi di sekelilingnya.

"Maafkan aku, Pangeran. Silahkan bersiap-siap sekarang ya. Aku harus pergi..."

"Eh, tunggu. Bukankah kau kesini untuk mengantarkan pakaian yang harus kupakai di pertemuan itu?"

Minea menggelengkan kepalanya, "Aku harus mengantar baju ini untuk Pangeran Pears dan Pangeran Vins sebelum mereka kedinginan diluar. Permisi..."

Minea sudah menghilang dari pandangannya. Meninggalkan Jerriel yang hanya terdiam mematung di tempatnya. Ada kekecewaan dimata Jerriel saat ini, dan Ia hanya mampu berkata, "Oh."

......................

Sebuah kereta kencana yang diiringi rombongan pengawal berkuda memasuki pintu masuk ke kota Runthera.

Melewati jalanan rumah warga yang malam itu masih cukup ramai. Melihat kereta kencana dari Kerajaan lain melintas di wilayah Runthera membuat para penduduk menerka-nerka apakah tujuan mereka datang kesini?

Apakah pertemuan dua keluarga atas dasar perjodohan para Pangeran, seperti yang sudah lalu. Dan beberapa kali pertemuan itu pula perjodohan yang mereka ajukan itu ditolak mentah-mentah oleh Para Pangeran.

Lagipula masih dianggap tabu ketika Keluarga Kerajaan lain datang berbodong-bondong ke Runthera, membawa putri-putri yang mereka besarkan, untuk memperkenalkan mereka sebagai calon istri bagi ketiga Pangeran. Seperti mengikuti sebuah sayembara, namun yang ini adalah kebalikannya. Para putri yang berlomba untuk mendapatkan hati Pangeran Runthera.

Mungkin juga karena Para Pangeran enggan mengikuti sayembara untuk memboyong para Putri dari Kerajaan seberang sebagai permaisuri di istana mereka.

Bagi mereka pernikahan dengan Kerajaan lain hanyalah untuk memenuhi kebutuhan materi saja. Hanya demi kejayaan kedua Kerajaan saja. Tiada lagi kaitannya dengan Pangeran dan Putri yang harus dikorbankan dalam sebuah pernikahan yang bagaikan perjanjian hitam diatas putih itu.

Dan yang semakin memperjelas situasi dimana beberapa Kerajaan lain membawa putri-putri mereka agar bisa dijodohkan dengan ketiga Pangeran adalah demi sebuah kedudukan menjanjikan sebagai Ratu generasi kedua Kerajaan Runthera yang menjadi incaran oleh Putri dari Kerajaan lain.

Sepeninggal Raja Joon, Kerajaan Runthera masih terus berjalan tanpa sosok pemimpin. Untuk sementara mereka memutuskan untuk tidak menobatkan Pangeran Mahkota mereka sebagai pemimpin pengganti yang baru. Meskipun begitu suatu hari nanti gelar Raja itu pasti akan diberikan kepada putra pertama di Kerajaan Runthera.

"Mereka dari Leruviana ya?"

"Iya benar. Sudah kuduga mereka juga pasti ikut datang dan mencoba mengikuti sayembara yang tidak pernah diadakan itu."

"Ah, sudah pasti ditolak!"

"Iya, aku juga berpikir begitu!"

Terdengar desas-desus para penduduk yang menyaksikan kedatangan keluarga Leruviana. Kedatangan mereka yang begitu tertutup saja berhasil membuat para penduduk kehilangan rasa segan terhadap mereka.

Bagaimana bisa mereka berpikir ketiga Pangeran akan tertarik kepada putri mereka yang tidak menguasai etika seorang putri yang sesungguhnya?

Dua orang pengawal dibarisan belakang memperlambat laju kudanya, membiarkan rombongan meninggalkan mereka. Salah kuda yang ditunggangi pengawal itu meringik cukup keras dan membuat hentakkan kaki yang tidak beraturan seperti sedang ketakutan.

"Ada apa dengannya?"

"Aku juga tidak tahu, aku akan memperiksa kakinya ya. Apakah dia menginjak sesuatu yang menyakiti kakinya?"

"Cepat periksa." Ujar pengawal satunya yang tidak mengalami keanehan pada kudanya, Ia terus mengawasi sekitar dan masih memandang ke arah rombongan mereka yang semakin menjauh.

Hingga Ia tidak menyadari bahwa temannya yang sedang mengecek keadaan kudanya itu dibekap seseorang dari arah belakang hingga tidak bisa bersuara dan menghilang dari tempat itu secara tiba-tiba.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hai!

Terima kasih sudah baca ceritaku :)

jangan lupa tinggalkan like, komen, dan votemu yaa!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!