Bab 18 - Secangkir Minuman

"Swain! Lepaskan dulu!"

"Jangan menyela kata-kataku!" Sergah Swain sambil menatap tajam ke dalam mata gadis itu.

Moon Ara berusaha membebaskan tangannya dari genggaman Swain yang masih terus berceloteh memarahinya setelah melihat situasi di kedai minuman itu, namun suaranya tak mampu mengalahkan Swain yang masih nyerocos panjang lebar di depannya.

Mereka baru saja meninggalkan kedai itu dan kini beberapa orang di sekitar memperhatikan mereka dengan tatapan heran karena ulah Swain yang memalukan, suara Swain yang sedang memakinya itu terdengar begitu keras di tengah keramaian. Tapi lelaki itu tidak mempedulikan dan terus menyeret tangan Moon Ara melewati lalu lalang manusia di pusat kota Runthera itu.

"Berhenti, Swain! Dengarkan aku!!" Gadis itu menggerutu lagi.

Swain melepaskan tangan Moon Ara lalu berkacak pinggang menatapnya masih dengan mata melotot, "Apa? Sekarang kau mau apa lagi? Kau pikir akan menyenangkan bisa minum bersama dua manusia itu huh? Semakin kubiarkan kenapa kau jadi semakin liar begini sih!"

"Aku tidak bermaksud seperti itu, Swain. Jangan salah mengartikan kejadian yang tadi kau lihat. Mereka adalah Tuan Victor dan Ben, salah satu penjaga dari istana. Mereka orang baik kok."

"Darimana kau tahu kalau mereka baik? Pakaian mereka saja lusuh dan nampak tidak terawat begitu. Bisa saja mereka menyamar untuk mengelabuimu, kan? Kau begitu naif, Euna!" Sergah Swain. "Lalu bagaimana bisa kau duduk di dalam sana dengan mereka huh?"

"Mereka berdua sudah menolongku, jadi aku ingin membalas kebaikan mereka dengan cara membayar minuman yang mereka mau. Itu saja kok!" Ujar Moon Ara.

"Tidak dengan cara seperti itu, Euna! Sudah berapa gelas yang kau minum disana huh? Mereka tidak berbuat macam-macam padamu, kan?!"

Moon Ara terkesiap ketika Swain mendekat dan mengendus wajahnya seperti hewan pengerat, sontak Ia mendorong tubuh Swain menjauh darinya. "Sepertinya kau minum dua atau tiga gelas, ya kan? Ayo mengaku!"

Kedua tangan Moon Ara mengepal, siap meledakkan kekesalannya di depan wajah Swain yang saat ini tampak menyebalkan.

"Aku tidak minum sama sekali, Swain! Bagaimana cara membuatmu mengerti? Lagipula Aku membelikan mereka minuman supaya aku bisa menanyakan tentang suatu hal kepada mereka."

"Sudah berapa kali aku mengingatkanmu untuk berhati-hati dengan manusia disini? Ratusan kali, kan? Rasanya mulutku sampai berbusa mengatakannya!"

Moon Ara mencibir atas ucapan Swain yang selalu dilebih-lebihkan itu, "Tapi mulutmu tidak pernah terlihat berbusa, kecuali kalau kau minum racun."

Terdengar Swain menghela nafas mencoba untuk tidak meninggikan suaranya lagi, apalagi melihat gadis itu berani meledeknya yang sedang marah, "Sekarang katakan.. Memangnya apa yang ingin kau dapatkan dari mereka berdua? Kau baru saja mencoba menggali peti matimu sendiri dengan menginterogasi seorang penjaga istana!"

"Aku sudah berhati-hati, Swain. Tapi nyatanya yang menyerangku tadi bukanlah manusia disini, tapi Umoya Granades yang bisa mengambil alih tubuh manusia yang ada di kota ini.." Moon Ara berbisik dengan sepasang matanya yang begerak mengawasi sekitar.

Mata tajam Swain menyipit mendengar penuturan Moon Ara yang terdengar seolah menceritakan hal yang sangat menakutkan. Tapi perhatian Swain tertuju pada ruam dan lebam di kulit lengan gadis itu.

"Apakah kau tidak merasa aneh dengan keberadaan mereka di dalam sini? Bagaimana mereka melakukan itu? Sepertinya mereka sedang memburu sesuatu disini, kan? Tapi bagaimana caranya mereka mengendalikan tubuh manusia seperti itu ya?" Gumam Moon Ara sambil mengusap dagunya, sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Swain mengibaskan tangannya di depan wajah Moon Ara, "Hentikan omong kosongmu, Euna! Tidak ada Umoya Granades yang bisa melakukan itu, tapi kalaupun bisa mereka juga hanya akan seperti dirimu. Seperti yang kulakukan juga, menjadi setengah manusia. Lagipula yang kau lihat tadi mungkin saja halusinasimu, kan?"

Moon Ara menggeleng, "Swain.. kau tidak mengerti juga? Aku benar-benar melihatnya dengan jelas dari mata itu, dia.. yang mengendalikan tubuh itu.. adalah sosok dari Granades! Mereka masuk ke tubuh manusia dan melakukan penyerangan kepada siapapun, termasuk aku. Kau tahu betapa bahayanya itu?"

"Lalu kau mau apa? Kau mau menjadi pahlawan disini? Ingat, karena semburan asap lilin di kedai waktu itu saja kau nyaris kehilangan kekuatanmu, apalagi kalau kau mau menyingkirkan sosok itu! Sihirmu dalam wujud ini akan melemah, kau tidak akan bisa menghalau mereka!"

"Tapi, Swain. Tolong bantu aku meminta bantuan Paman Shaga tentang ini! Granades pasti mencari sesuatu di kota ini!" Lirih Moon Ara.

"Moon Ara, berhenti memikirkan hal yang tidak berguna. Semenjak mereka membuangmu, rencana Granades bukan lagi menjadi urusanmu. Aku sudah cukup banyak terseret dalam kekacauan yang kau buat. Jadi sekarang aku tidak mau lagi terlibat dalam misi besarmu untuk menyelamatkan dunia ya!"

"Ayolah, Swain! Kau adalah Panglima yang baik hati, kan?"

Swain berusaha mengacuhkan tatapan memelas yang dipancarkan mata biru Moon Ara itu, dan bergegas menyeret gadis itu lagi.

"Lupakan saja. Cepat ikut aku pulang. Kita obati luka itu sebelum membusuk."

"Swain-ku yang tampan, kau adalah panglima yang tangguh, kan?" Rayunya lagi, Ia menengadah pada wajah merengut Swain yang sedang menghindari tatapannya.

"Jangan menyematkan sebutan itu di belakang namaku dalam situasi begini. Karena itu tidak akan mempan!" Tandas Swain tegas sambil terus menggamit lengan Moon Ara meninggalkan kawasan itu.

......................

Seekor burung kenari berbulu kuning cerah mendarat di ujung jari telunjuk Pears dan membuat Griselda dan Rosela yang berdiri di sampingnya itu seketika bertepuk tangan dengan kagum.

Mereka masih berkeliling di seluruh penjuru istana untuk menyenangkan tamu mereka dari Leruviana, dan kini mereka sedang berada di dalam rumah kaca di belakang istana yang dihiasi berbagai macam tanaman bunga, air mancur, kolam kura-kura, dan beberapa sangkar burung peliharaan mereka.

Di depan sebuah sangkar besar burung kenari yang dikelilingi tanaman rambat dan bunga anggrek yang berada di pot menggantung, Pears memberi makan burung kenari mungil yang hinggap di tangannya itu. Sementara dua putri Leruviana sedang mengamatinya.

Pears menengok ke arah Jerriel yang hanya diam berdiri sembari menengadah pada langit-langit kaca tembus pandang yang menampakkan langit malam yang cukup terang karena cahaya bulan.

Kakaknya itu pasti merasa bosan dan lelah dengan pertemuan ini, makanya Pears berusaha mengalihkan perhatian Griselda dan Rosela agar tidak mengganggu Jerriel dengan segala ocehannya.

Dari arah pintu kaca terlihat salah seorang pelayan istana berjalan masuk ke rumah kaca dengan membawa sebuah nampan berisi minuman. Gadis pelayan istana itu adalah Minea. Dia melangkah dengan agak terburu dan menjaga pandangannya untuk tetap menunduk dengan sopan.

"Wah, pelayan di Runthera adalah yang terbaik. Baru saja aku ingin dibuatkan minuman karena tenggorokanku tiba-tiba terasa kering, lalu mereka datang seperti sebuah sihir!" Seru Rosela sambil bertepuk tangan.

Griselda tersenyum singkat sambil bersendakap, "Tapi menyediakan minuman untuk tamu tanpa diminta memang tugas mereka, kan?"

Minea menghentikan langkah di depan Jerriel yang tak berhenti memandangnya sejak Ia masuk ke rumah kaca ini.

Dengan kedua tangannya gadis itu menyodorkan nampan berisi empat gelas minuman. Tiga cangkir teh juga sebuah teko, dan satu gelas berbeda berisi minuman yang menjadi favorit bagi Jerriel belakangan ini, susu coklat hangat.

Jerriel tersenyum ketika menyadari bahwa Minea masih enggan menatap ke arahnya ataupun sekedar menyapanya.

"Ada debu di minumanku." Gumam Jerriel.

Sontak Minea mengangkat pandangannya dan dengan panik memeriksa minuman yang dibawanya, hal itu membuat Jerriel tertawa kecil melihat kepanikan di wajah Minea.

"Jadi kalau tidak begitu kau akan tetap menunduk tanpa menatapku?" Kata Jerriel seraya mengambil gelasnya. "Jangan menunduk terus, aku khawatir bola matamu akan menggelinding ke tanah. Jadi, lihat saja ke arahku ya."

Menyadari Jerriel sedang mengganggunya, Minea hanya mengatupkan bibir menahan kata-katanya. Ia sedang bekerja dan tidak sempat menggubris ucapan Jerriel, jadi Ia bergegas menghampiri Pears dan dua putri Leruviana untuk memberikan teh.

Pemandangan langka seorang Pangeran Mahkota bisa tersenyum semanis itu pada pelayannya yang baru saja terjadi di depan matanya membuat Griselda merasa sangat risih.

Kenapa Jerriel terus mengatakan apapun dengan ketus padaku sedangkan Ia menunjukkan raut wajah seramah itu hanya pada seorang pelayan?

Gadis pelayan itu berdiri di depannya tanpa berani menatapnya, hanya menyodorkan nampan berisi tiga cangkir dengan satu teko bergaya kuno.

"Terimakasih, Minea." Ucap Pears lembut.

Pears tersenyum menatap dua putri Leruviana yang masih terdiam, "Minumlah. Teh buatannya adalah yang terbaik. Kalian harus mencobanya."

Rosela dengan senangnya menuang teh itu ke tiga cangkir untuknya, Griselda, dan Pears. Namun tatapan Griselda masih membidik gadis itu dengan seksama.

"Aku tidak suka minum teh." Kata Griselda ketus.

"Tapi kau harus mencobanya, Kakl. Karena Pears benar bahwa tehnya sangat enak!" Ujar Rosela yang telah meneguk habis teh hangat yang dituangnya sendiri.

"Aku tidak tertarik untuk minum seduhan teh biasa. Jangan memaksaku."

Minea membungkuk sedikit, "Aku akan membuatkan minuman yang lain untukmu, Tuan Putri. Adakah yang sedang ingin kau minum saat ini?"

"Aku ingin minum teh dengan campuran sari buah delima." Kata Griselda sembarangan.

"Baiklah, aku akan membuatkannya untukmu."

"Ingat ya. Jangan terlalu manis. Aku juga ingin ada daun mint di teh itu dan juga potongan kayu manis. Kau bisa mengganti gulanya dengan madu. Dan.. oh ya, pastikan agar tidak ada endapan teh di bawahnya. Karena aku sangat membenci itu." Kata Griselda lagi.

Mendengar permintaannya yang begitu rumit, Pears sontak tergelak lalu berkata, "Apakah Putri Griselda baru saja menunjukkan resep ramuan herbal untuk menjadi awet muda?"

Tapi tiba-tiba terdengar gelas kaca jatuh ke ubin dengan begitu nyaring sampai membuat suasana mendadak hening.

Gelas itu jatuh dari tangan Jerriel yang melemah hingga tumpahan minuman favoritnya itu bercampur dengan pecahan gelas kaca.

Sambil mengerang kesakitan Jerriel merobohkan diri di bangku taman terdekat.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jangan lupa tinggalkan like, komentar, dan vote kalian yaa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!