Bab 8 - Bangau Kertas

"Hey, lihatlah! Itu para Pangeran!”

Seruan para penduduk memecahkan kebisingan di tengah pasar sore itu. Semua orang yang berlalu lalang di pasar seketika menghentikan aktivitas mereka dan mengalihkan pandangan kepada dua Pangeran mereka yang berparas tampan dengan gagahnya menunggangi kuda dengan dikawal oleh prajurit istana.

Para penduduk memberi jalan untuk rombongan Kerajaan.

Sebuah senyuman terukir di wajah para penduduk ketika melihat Pangeran mereka akhirnya terlihat kembali setelah sekian lama mengurung diri mereka di istana.

Kematian Raja pasti sangatlah membuat mereka terpukul sehingga mereka menutup diri dari rakyat selama berminggu-minggu. Namun hari ini untuk pertama kalianya, mereka kembali mengunjungi rakyatnya dengan senyuman hangat.

Pears sedikit membungkuk di atas kudanya sambil tersenyum menyapa para penduduk yang memberi mereka penghormatan.

Sudah lama Ia tidak mengunjungi mereka. Terkadang dia hanya datang sendirian ke tengah rakyat, tanpa diikuti pengawal, dan tanpa mengenakan busana kerajaan.

Ia menyamar sebagai seseorang yang menempuh perjalanan dari wilayah yang jauh. Dan Ia senang melihat kedamaian dan kebaikan yang ditunjukkan rakyatnya kepada dirinya yang dikira orang asing, dan tersentuh ketika mengetahui betapa sayangnya mereka kepada keluarganya di kerajaan.

Pears mendengarnya sendiri bagaimana para penduduk membanggakan keluarga kerajaan Runthera kepadanya, tentang kebaikan Ayahnya dan cara keluarganya membantu kesulitan yang dialami rakyat Runthera.

Ia senang akhirnya kakaknya, Jerriel, bersedia menawarkan diri untuk menemaninya mengunjungi rakyat setelah sekian lama.

Ia sempat berpikir bahwa kakaknya adalah Pangeran Mahkota terangkuh di muka bumi ini, karena sejak kecil Ia sangat enggan turun dan memeriksa keadaan rakyat di kerajaan mereka.

Pears memahami, Jerriel seperti itu karena Ia berusaha keras untuk memperkuat kemampuannya dalam berperang dan sebagai kakak tertua mereka. Seorang penerus kerajaan harus tangguh, kan?

Sayangnya Vins tidak dapat bergabung dengan mereka. Setelah kejadian di perpustakaan itu, Vins mengaku tubuhnya tidak begitu sehat. Ia bilang dia hanya ingin beristirahat hari ini.

Jerriel dan Pears turun dari kuda dan berjalan menuntun kuda mereka melewati seluruh penduduk yang membungkuk untuk mereka.

“Pangeran, sudah lama kami tidak melihat kalian. Apakah kalian baik-baik saja?” Tanya seorang lelaki tua yang memberanikan diri mendekati mereka.

Pears tersenyum, lalu menyentuh bahu lelaki itu, “Tidak mudah melewati beberapa hari terakhir ini bagi kami, Pak. Tapi, kami bisa melaluinya berkat doa dan kebaikan kalian kepada kami. Jadi.. terimakasih banyak!”

“Syukurlah, kami senang bisa melihat kalian kembali, Pangeran,” Katanya tulus.

Pears melirik kakaknya yang hanya diam tak mengatakan apapun. Jerriel memang selalu terlihat angkuh, sifatnya yang kaku, di tambah lagi raut wajahnya yang jarang tersenyum membuat semua orang takut kepadanya.

“Pangeran Jerriel yang memaksa ingin bertemu kalian,” Ucapan Pears membuat Jerriel langsung menatapnya heran dan berusaha menunjukkan senyum termanis kepada rakyatnya.

“Yeah, aku ingin melihat kalian,” Hanya itu yang dikatakan Jerriel meskipun senyumnya cenderung terlihat kaku.

Lelaki tua itu dan para penduduk lainnya membungkuk di depan Jerriel. Mereka terlihat begitu antusias menyapa salah satu pangeran mereka yang sangat dingin itu.

Pears menahan senyum sambil menepuk bahu Jerriel yang terlihat kuwalahan menghadapi rakyat.

“Baiklah, sudah cukup penghormatannya. Kalian bisa bersikap biasa saja terhadapku. Aku lebih suka kalian menganggapku sama seperti kalian daripada kalian harus membungkuk dan membuatku merasa kaku.” Ujar Jerriel serius.

Hal itu membuat Pears tidak bisa menahan tawa.

“Kalian begitu baik dan menyayangi kakakku, Terimakasih. Ohya, bagaimana jika nanti malam kalian datang ke istana? Kami akan membuat sebuah jamuan makan malam bersama di halaman istana. Mulai malam ini, gerbang istana terbuka untuk kalian,”

Mendengar penuturan Pears, para rakyat bersorai kegirangan.

Sedangkan Jerriel menatap penuh tuntutan kepada Pears yang suka berbicara seenaknya sendiri itu.

“Kau adalah Pangeran Mahkota, kau pasti akan melakukan apa saja untuk rakyatmu, ‘kan?”

Jerriel membenci senyuman mengintimidasi di wajah Pears itu, namun saat melihat betapa senangnya para rakyat Ia jadi merasa bahwa ide Pears tidak terlalu buruk.

“Pangeran, apakah kalian mau mengunjungi balai desa kami? Kami akan menyediakan makanan buatan kami untuk kalian disana.”

“Bolehkah? Wah, itu pasti sangat menyenangkan!” Sahut Pears antusias.

Tak ada pilihan lain bagi Jerriel selain mengikuti apa kemauan Pears. Mereka meninggalkan kuda mereka dengan pengawal lalu berjalan bersama para rakyat menuju ke balai desa.

Benar saja, satu-persatu dari mereka yang berdagang, membawa barang dagangan mereka yang berupa makanan untuk Pangeran.

Jerriel sudah mengingatkan untuk tidak terlalu merepotkan diri mereka sendiri, namun mereka bilang hanya ingin memberi hadiah untuk Jerriel dan Pears.

Di tengah keseruan berkumpul dan berbicang bersama para penduduk desa, Pears yang sedang asik menikmati kudapan itu mendengar ringikan kuda yang sangat familiar ditelinganya.

Pears melihat kudanya terlepas dari pengawal dan berlari kencang meninggalkan keramaian.

Dengan panik Ia meletakkan kembali sebuah kue jagung yang akan dilahapnya, “Jerriel, mohon izin sebentar ya. Sepertinya kudaku sedang mengamuk.”

“Cepat kembali, Pears.” Seru Jerriel yang sedang seru berbicara dengan para rakyat. Sepeninggal Pears, Ia melanjutkan obrolannya, “Aku ingin melihat-lihat desa ini. Bisakah kalian membimbingku?”

......................

“Utophia!!”

Pears berusaha berlari kencang menyusul kudanya yang semakin jauh. Ia melarang beberapa pengawal untuk membantunya, karena hanya dirinya yang bisa menenangkan kuda kesayangannya itu.

Hampir saja Ia kehabisan nafas karena kelelahan berlari mengejar Utophia, seekor kuda betina berbulu coklat keemasan miliknya itu bergerak sangat gesit. Namun beruntung Utophia mendadak berhenti berlari di sebuah semak belukar.

Pears menarik talinya dengan lembut., Dia terlihat tidak tenang. Dia terus meringik dan meloncat seolah ada yang membuatnya terganggu.

Pears mengelusnya hingga Utophia perlahan menjadi tenang. Dan detik itu Ia baru menyadari bahwa ada seorang gadis di depan mereka. Dia terlihat ketakutan dan terpojok di semak-semak setelah dikejar oleh Utophia yang mengamuk.

“Oh.. Maafkan aku, aku tidak menjaga kudaku sampai dia berlari mengejarmu begini. Apa kau baik-baik saja?” Tanya Pears cemas.

Dia tidak menjawab, Ia masih terlihat tegang dan terengah-engah.

“Tenanglah, kudaku ini jinak.” Kata Pears.

Gadis itu mengeratkan jubahnya dengan gemetar. Jubahnya yang besar tidak menutupi betapa panjang gaun putihnya yang tampak kusam itu.

Rambutnya hitam panjang tergerai, Ia terus berusaha menunduk demi menutupi wajahnya yang sedikit pucat.

“Apakah kau tinggal disini, atau dari desa lain?” Tanya Pears heran melihat penampilannya yang berbeda.

Utophia kembali meringik panik. Membuat gadis itu terkejut sehingga keranjang bunga mawar di tangannya terjatuh hingga berhamburan di tanah.

Pears berlutut memungutinya, namun ketika Pears ingin mengembalikan bunganya gadis itu langsung mengalihkan pandangan. Ia berusaha menghindari tatapan Pears.

Gadis itu menaikkan tudung jubahnya dan berlari meninggalkan Pears.

Sebuah senyum tipis terukir di wajah Pears ketika melihat gadis itu menjauh darinya. Ia menggenggam erat keranjang bunga mawar merah itu sambil terus tersenyum.

“Utophia," Pears menyentuh kepala kuda kesayangannya itu, "Apakah itu sebabnya kau mengamuk hm?”

Kuda itu mengeluarkan suara pelan yang seolah menjawab pertanyaan Tuannya, lalu Pears terkekeh sambil mengelus kudanya.

“Kau takut jika ada yang lebih cantik darimu ya?”

......................

Sepasang kaki tanpa alas itu berlari dengan terburu-buru menembus hutan, Ia berlari sambil menyincing gaun putihnya yang panjang dan berusaha mengeratkan jubahnya. Sesekali Ia memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya sampai kesini.

“Hampir saja aku ketahuan... hampir saja aku mati.. kuda itu pasti bisa merasakan aura Umoya di dalam diriku. Bagaimana jika tadi kuda itu berhasil menunjukkan siapa aku sebenarnya? Dan semua orang akan membakarku dengan lilin itu? Huh.. Moon ara, kenapa aku ceroboh sekali?” Dengusnya sambil memukul kepalanya sendiri.

Ia sudah dekat dengan tujuan, di mulut goa Pseudo perlahan tubuhnya memudar membiaskan cahaya putih.

“Tapi.. apakah yang tadi itu Pangerannya? Huft.. jika dia pangerannya, lalu pangeran yang datang kemari waktu itu tinggal di Kerajaan apa ya? Apakah aku masih harus mencari dia di tempat lain?”

Swain yang melihat Moon Ara datang sambil menggerutu itu merasa sedikit terganggu.

“Heyah, Moon Ara! Berhenti disitu!”

Mendengar seruan Swain di belakangnya seketika Ia menghentikan langkah.

Ia menoleh dengan hati-hati dan menunjukkan sebuah senyum canggung.

Swain meninggalkan barisan para pasukan Umoya yang baru saja dipimpinnya untuk berlatih di pusat goa, lalu berjalan cepat menghampiri Moon Ara yang hendak menuju kamarnya.

“Apa yang sudah kau lakukan hari ini?”

“A-aku? hanya.. jalan-jalan,”

Swain membidik tajam, “Kau tidak datang ke Runthera, kan?”

“Ti-tidak! Tentu saja tidak, Swain!”

“Hey, aku sudah mengingatkanmu untuk tidak kesana. Tapi jika kau masih nakal dan terjadi apa-apa lagi padamu, aku tidak mau mengurusmu ya.”

Moon Ara melangkah maju hingga jarak mereka sangat dekat, “Tidak masalah, aku bisa mengurus diriku sendiri. Lagipula, sebagai Umoya, aku lebih senior daripada kau.”

“Tapi, kau Umoya Granades. Aku baru, dan aku terlahir sebagai Umoya Pseudowinter sekaligus menjadi seorang panglimanya. Jadi aku lebih tahu mana yang benar dan mana yang buruk.”

“Maksudmu aku Umoya yang buruk?! Memangnya kenapa kalau aku dari Granades?!” Tukas Moon Ara tak mau kalah.

“Sudahlah.. aku sedang tidak mau bertengkar.” Tepis Swain acuh.

Kemudian Swain melirik gaun tua yang dipakai Moon Ara sekaligus jubah dengan tudung besar itu, "Hey, kalau kau menjadi setengah manusia lagi setidaknya pakailah gaun yang kita dapatkan dari pasar waktu itu! Aku tidak mau mereka mencurigaimu lagi karena gaun kunomu itu!"

Enggan menanggapi omelan Swain, Moon Ara melontarkan sebuah pertanyaan, “Swain, apakah ada yang datang kesini lagi?”

“Maksudmu Pangeran yang kau bilang tampan itu? Astaga, Moon Ara, aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kenapa kau tidak bisa memahami bahwa ketampananku ini tidak ada yang bisa menandingi lagi huh?”

Moon Ara hanya menatapnya datar, heran dengan kepercayaan diri Swain yang berlebihan.

“Sekarang aku mengerti kenapa mereka malas memperhatikanmu di Kerajaanmu yang dulu, Swain.”

......................

“Dan di lumbung sana.. kami menyimpan semua hasil panen untuk Kerajaan, Pangeran.”

Setelah dibawa mengelilingi desa dan dikenalkan semua hal oleh kepala desa di Kerajaannya, Jerriel kagum atas kerja keras rakyat untuk Kerajaan mereka.

Sekarang Ia mengerti kenapa kerajaan mereka menjadi satu-satunya kerajaan terkaya dan tentram. Mereka memiliki rakyat yang giat bekerja dan sangat setia kepada Kerajaan.

Saat hendak melanjutkan perjalanan, sebuah burung kertas mendarat tepat di depan kaki Jerriel yang seketika menghentikan langkahnya.

Jerriel memungut burung kertas itu dan mengedarkan pandangan.

Di dekat lokasi mereka Ia menemukan sebuah gubuk terbuka. Ada beberapa anak kecil yang sedang berada disana sambil bermain dan tertawa riang. Dan bersama mereka ada seorang gadis yang menerangkan sesuatu di depan mereka dengan lembut.

Jerriel pamit untuk menghentikan perjalanan sebentar selagi dirinya mendekat ke gubuk itu.

“Hai, apakah ini punya kalian?”

Sapaan Jerriel seketika membuat suasana mendadak hening.

Sepertinya upayanya untuk telihat ramah di depan anak kecil itu tidak berhasil. Kini anak–anak itu sedang melihatnya dengan sedikit takut.

Tulang rahangnya yang tegas dan tatapannya yang tajam mungkin membuatnya terlihat menyeramkan bagi anak kecil. Namun gadis yang membina mereka itu agaknya mengenal siapa dirinya, gadis itu tersenyum dan membungkuk kepadanya.

“Selamat datang, Pangeran Jerriel. Maaf, Kami tidak tahu atas kunjunganmu kemari...” Kata gadis itu. Kemudian Ia menghampiri seorang bocah laki-laki yang hanya menunduk di sudut gubuk.

“Sooki, burung kertas itu punyamu kan? Pangeran Jerriel mengembalikannya padamu, Ayo ambil..” Katanya lembut.

Anak itu perlahan menghampiri Jerriel dengan takut-takut. Ia mencoba mengambil mainannya dari Jerriel namun dengan sengaja Jerriel menyembunyikannya di belakang punggung lalu berlutut untuk menyamai tingginya.

Bocah itu berusaha menghindari tatapan Jerriel yang sedang tersenyum manis padanya sekarang.

“Siapa namamu?”

“S-sooki,”

“Kau mengenalku, kan?” Tanya Jerriel. Bocah itu mengangguk.

“Kau.. adalah Pangeran Jerriel,” Lirihnya.

“Nah, kau tahu aku seorang Pangeran. Tapi kenapa kau melihatku seperti melihat monster?”

Jerriel meraih tangannya yang mungil itu dan mengembalikan burung kertas itu sambil tersenyum.

“Aku bisa saja membuatkanmu seribu burung kertas seperti itu, tapi jika kau mau berteman denganku,” Ujar Jerriel.

“Benarkah?”

Jerriel tersenyum sambil mengusap kepala Sooki.

Bocah itu berseru kegirangan dan sontak memeluk Jerriel sebelum akhirnya Ia berlari pada teman-temannya dan mengatakan bahwa Jerriel akan membuatkan seribu burung kertas untuknya.

Jerroel bangkit dan mengedarkan pandangannya melihat keadaan gubuk yang mereka singgahi ini. Tempat itu begitu terbuka, atapnya terbuat dari jerami dan mulai reyot. Dan jika hujan deras atau teriknya matahari, gubuk ini tidak akan mampu melindungi mereka.

“Apakah tempat belajar ini sudah lama berdiri?” Tanya Jerriel.

“Sejak beberapa tahun belakangan ini, Yang Mulia. Kami berkumpul untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bagus bagi anak-anak seusia mereka.” Kata gadis itu

“Kenapa tidak ada yang memberitahu kepada kami bahwa ada tempat seperti ini di Kerajaan kami?”

“Kami minta maaf, Pangeran. Tapi.. kami disini bukan untuk sekolah yang sesungguhnya. Kami hanya sedang belajar bersama dan mengisi waktu luang. Terkadang orang tua mereka pergi pagi hingga malam untuk bekerja, sedangkan mereka ini masih kecil. Kami membuat pertemuan seperti ini untuk membantu para orang tua menjaga anak-anaknya.”

“Tapi tempat ini tidak layak untuk mereka belajar,” Timpal Jerriel prihatin.

“Terkadang kami juga berpindah tempat belajar untuk mencari suasana baru, dan mengenalkan tentang alam kepada mereka, Pangeran.” Timpalnya.

Jerriel kehabisan kata-kata mendengar penuturan gadis itu yang begitu tegas dan juga lembut. Dia terlihat seperti seorang gadis yang cerdas dan mandiri.

“Malam ini kami akan mengadakan jamuan makan malam bersama di halaman istana. Kami membuka gerbang istana untuk kalian dan semua orang yang ingin datang. Kau boleh mengeluhkan apa saja yang di butuhkan untuk sekolah ini, dan apa saja yang dibutuhkan oleh desa di Kerajaan kami. Jika kau... mau datang.”

“Dengan senang hati yang Mulia, aku akan mengatakan kabar ini kepada orang-orang agar bisa meramaikan istana nanti malam.”

“Terimakasih,”

Jerriel pamit dan mendapat bungkukkan darinya, gadis yang baru di temuinya beberapa saat yang lalu itu.

Ia berjalan meninggalkan gubuk reyot itu diiringi lambaian tangan dari anak-anak disana.

Namun pikirannya sedang bergumul, apakah bicaranya tadi sudah benar? Apakah Ia tidak terlihat terlalu berharap sesuatu? Apakah barusan Ia bersikap seperti seorang pangeran atau malah terlihat seperti seorang pria bodoh yang sedang salah tingkah?

Tanpa disadarinya kini Pears sudah berdiri di depannya bersama kudanya. Senyuman menyebalkan di wajah Pears membuat Jerriel mati gaya.

“Sudah dapat kudamu?” Tanya Jerriel dengan wajah serius.

Pears mengangguk cepat sambil tersenyum aneh.

“Tebak apalagi yang sudah kudapatkan?” Pears menaik turunkan alisnya, lalu menjawab pertanyaannya sendiri, “Wajah meronamu yang kikuk itu,”

Mata tajam Jerriel bergerak melihat sekitar, berharap tidak ada yang mendengar celetukkan nakal Pears.

“Kuperingatkan kau untuk diam, Pears. Apa yang kau bicarakan? Kita sedang berada di tengah rakyat.” Desis Jerriel dengan wajah yang dibuat seolah tidak terjadi apa-apa. Namun menurut Pears itu lucu sekali.

Pears terus menggodanya dengan cibiran, “Mengundangnya ke jamuan makan malam untuk mengajak orang-orang juga? Heah, kurasa kau hanya berharap dia bisa datang,”

“Pears!” Tepisnya.

Pears terkekeh, “Tapi aku benar, kan?”

“Aku mengundangnya untuk membicarakan soal sekolah ini, menurutmu apa? Pears, dengar ya... Aku bukan kau yang sangat melankolis dan dramatis.” Kata Jerriel dangan senyuman angkuh.

Pears mengalah jika disinggung seperti itu.

“Hari sudah semakin sore. Apakah kita harus menghentikan perjalanan ini? Mungkin lain kali aku akan datang lagi dan melanjutkannya, aku senang bisa bertemu kalian. Tapi kami harus pulang sekarang untuk menyiapkan jamuan makan malam.” Ujar Jerriel kepada para rakyatnya sebagai penutup pertemuan mereka hari ini lalu Ia memimpin jalan meninggalkan desa untuk pulang ke istana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!