Altan company

Aleena duduk tenang di bawah pohon yang cukup besar, seraya jemarinya terus menggeser layar gadget yang cukup lebar di tangannya. Green yang bertengger di atas bahunya, selalu memberikan penjelasan dari semua pertanyaan yang diajukan oleh gadis cantik tersebut.

Meskipun tidak benar-benar tertidur, namun Oby begitu menikmati posisinya pada saat ini. Dengan tenang, leopard besar tersebut terbaring di samping Aleena yang terduduk di atas rerumputan dengan meluruskan kakinya. Oby menyandarkan kepalanya pada kedua kaki Aleena, sambil sesekali memejamkan matanya. Karena ia begitu terbuai dengan sentuhan lembut tangan Aleena, yang terkadang juga mengusap lembut kepala kucing besarnya.

"Jika kau melewati kota besar, sempatkan untuk berbelanja serta mengambil beberapa uang tunai."

Green berucap untuk kesekian kalinya. Sebelumnya, ucapan burung itu hanya selalu dibalas dengan gumaman kecil ataupun anggukan singkat oleh gadis tersebut. Namun kali ini, Aleena mengalihkan pandangannya dari layar gadget, kepada burung beo yang sedari tadi bertengger di bahunya.

"Uang? apakah kita memiliki uang?"

"Tentu saja nona manis. Apa kau pikir melakukan sebuah penelitian dengan berbagai jenis peralatan, serta membutuhkan perjalanan yang cukup jauh untuk mencari titik keberadaan benda yang harus kita temukan. Semua itu tidak memerlukan biaya? kau polos sekali nona. Sekarang geser keluar kotak besi itu, selanjutnya akan muncul sebuah diagram transparan sehingga dirimu akan lebih mudah untuk mengambil semua benda yang kau inginkan."

Green menunjuk sebuah lemari besi yang tidak begitu besar. Aleena melakukan perintah green, ujung jarinya mulai menyentuh sebuah lemari besi dan menggesernya kesamping hingga muncul sebuah diagram transparan di hadapannya saat ini.

"Tekan angka dua, empat, dua, empat, empat. Itu adalah kode untuk semuanya, termasuk kartu ATM, kartu debit dan lainnya. Semua kartu pintar itu ada di dalam lemari."

Green kembali berucap, sementara Aleena selalu mengikuti perintahnya tanpa bertanya sedikitpun. Terlihat beberapa lembar uang tunai dalam berbagai jenis mata uang, namun yang paling banyak berwujud dolar. Beberapa kepingan emas, serta lembaran kertas penting lainnya.

"Saat ini semua rekening masih atas nama tuan profesor. Jika kau tidak ingin melakukan perubahan nama pemilik, maka kau cukup mempelajari tanda tangan aneh tuan profesor."

Aleena mengernyitkan keningnya saat mendengar ucapan Green.

"Bagaimana mungkin aku bisa menirukan tanda tangan orang lain. Apalagi kau menyebutnya dengan tanda tangan aneh."

"Pria itu selalu lupa bagaimana bentuk tanda tangan miliknya sendiri. Jadi dia membuatku menyimpan rekaman nya, sehingga kau bisa mempelajarinya. Tidak mungkin jika nantinya harus terlihat seekor burung yang menandatangani lembaran kertas. Sepertinya hal itu tidak lucu nona."

Aleena semakin terheran-heran dengan ucapan burung beo disampingnya. Green mengerti apa yang membuat gadis itu begitu tercengang.

"Kau jangan menatap ku seperti itu. Pria itu bahkan lupa apa yang sudah di makannya saat sarapan tadi pagi. Namun ia tidak akan lupa dengan semua penelitian yang dilakukannya. Kau tahukan seseorang yang terlihat begitu jenius bahkan terkadang nampak seperti orang gila. Itulah sedikit gambaran tentang tuan profesor yang telah menciptakan, serta membuat diriku ini benar-benar bisa hidup di antara kalian para makhluk bumi."

Aleena sedikit membenarkan semua ucapan Green. Dari buku yang telah ia baca, memang seorang jenius sekalipun masih memiliki beberapa kekurangan dalam dirinya.

"Bukankah semua itu seharusnya menjadi hak waris untuk anak ataupun keluarganya?"

"Tuan profesor memang pernah menikah, namun ia tidak memiliki anak. Karena wanita yang menjadi istrinya hanya menginginkan hartanya saja. Namun seorang anak tirinya begitu memperdulikan kemana ia pergi dan bagaimana keadaannya. Tuan profesor pun menyayangi putra tirinya, sehingga dia mewariskan semua perusahaannya kepada pria itu. Dan uang yang selalu masuk ke dalam rekening tuan profesor, hanyalah pembagian keuntungan dari setiap saham yang dimilikinya."

"Lalu bukankah saat ini anak itu sedang mencari keberadaan ayahnya?"

"Mungkin saja. Sesekali jika tuan profesor tidak berada di pedalaman, mereka terkadang berbincang melalui telepon. Yang ada di atas meja itu adalah handphone yang terakhir ia gunakan."

Green menunjuk beberapa handphone yang berbaris rapi di salah satu sudut ruangan di dalam layar gadget.

"Seharusnya kita mencari tubuhnya di sekitar area sungai itu, mungkin saja dia masih hidup."

Aleena kembali mengingat beberapa kejadian sebelum pertemuannya dengan Green dan juga Oby.

"Arus sungai itu sangat deras, aku bahkan tidak bisa memperkirakan letak tubuh tuan profesor melalui pemindai ku. Lagi pula kami diserang di tempat yang lain. Sudah tujuh hari berlalu dan kapal kami terapung hingga ke tempat itu, sejak kejadian penembakan terjadi. Jadi jangan menyalahkan dirimu sendiri Aleena. Jika dia selamat, pasti suatu saat dia akan mengirimkan sinyalnya kepada ku."

"Hm, kau benar. Sebelum aku kembali ke dapur dan membuat makanan, aku akan menata beberapa bahan makanan kita yang tersisa. Sehingga jika kita tiba di kota besar, aku akan tahu apa yang kita perlukan."

Aleena mulai mengatur semua persediaan makanan yang ada dan memisahkan antara bahan makanan dingin ataupun makanan hangat. Kemudian memasukkannya ke dalam lemari masing-masing. Gadis itu juga menata beberapa baju miliknya yang sempat ia ambil dari reruntuhan rumahnya. Aleena kembali memasukkan benda pipih persegi tersebut ke dalam tas kecilnya, setelah selesai melakukan semuanya. Hingga suara seorang wanita terdengar menyapanya dari kejauhan.

"Beberapa tentara muslim sudah membersihkan ayam-ayam itu. Saat ini Jimmy menunggumu bersama yang lainnya untuk mulai membuat makan malam."

Nadeen tersenyum kecil saat dua manik mata itu bertemu. Meskipun tertutup kain masker, namun Aleena menyadari senyuman tersebut. Keduanya mulai melangkah menuju ke dapur umum untuk menyiapkan beberapa makanan.

"Sepertinya truk pemasok bahan makanan akan sedikit terlambat."

Jimmy mendudukkan tubuhnya pada sebuah bangku yang telah kosong, usai membersihkan seluruh area dapur setelah kegiatan makan malam mereka.

"Apa ada penyerangan lagi?"

Nadeen menanggapi seraya menggigit apel yang ada di tangannya

"Mereka menolak lembaran perjanjian yang di sampaikan oleh pihak penjaga perdamaian."

"Aku bisa menebak jika hal itu dikarenakan pihak mereka kurang diuntungkan. Huuh... Sungguh tidak menghargai orang lain. Apa mereka tidak bisa berfikir, jika suatu perjanjian haruslah menguntungkan kedua belah pihak. Apa sebenarnya yang mereka inginkan? Sungguh keterlaluan."

Nadeen terus mengunyah buah yang masih tersisa hingga benar-benar habis. Sementara Aleena hanya diam, mendengarkan semua perbincangan mereka. Dari luar terlihat seorang pria kurus berjalan mendekati Aleena.

"Nona Aleena. Anda di minta untuk menemui komandan di aula rapat."

Belum sempat Aleena menjawab, Nadeen sudah terlebih dahulu berucap.

"Untuk apa Aleena menghadap komandan pangkalan?"

"Saya kurang tahu nona. Namun sepertinya berkaitan dengan pemindahan anak-anak yang di bawa oleh nona Aleena."

"Baiklah, aku akan menemanimu Aleena."

"Terimakasih Nadeen. Kakak ku memang seorang tentara. Namun aku sendiri belum terbiasa jika harus berhadapan dengan tentara lainnya. Apalagi seorang komandan."

"Tidak perlu takut, selama kau tidak melakukan kesalahan. Ayo cepat, ditempat ini mereka sangat tidak menyukai keterlambatan yang tidak beralasan."

Aleena melangkah bersama Nadeen menuju ke sebuah ruangan yang cukup luas. Begitupun Jimmy, yang masih setia mengikuti mereka dari belakang.

"Selamat malam komandan, ijin menghadap."

Nadeen berdiri tegap di depan pintu masuk. Meskipun termasuk rakyat sipil, namun Nadeen dan juga Jimmy sempat mendapatkan pelatihan militer di beberapa tempat. Namun tidak untuk Aleena. Meskipun gadis itu berlatih seperti halnya kakak lelakinya, namun ia tidak pernah mengikuti program pelatihan kemiliteran secara resmi.

"Mari silahkan nona."

Komandan mempersilahkan ketiganya untuk duduk.

"Besok akan ada beberapa anak buah saya, yang akan membawa anda beserta seluruh pengungsi yang anda bawa ke tempat yang lebih layak. Jadi saya harap, nona Aleena bisa menyiapkan semua anak-anak itu."

"Tentu saja komandan."

"Kalian akan pergi dengan menggunakan truk pemasok bahan makanan, yang nantinya akan datang. Tempatnya lumayan jauh, mungkin memerlukan satu hari perjalanan. Jadi tolong persiapkan semuanya, termasuk bekal kalian nantinya."

"Baik komandan."

Aleena hanya menjawab seperlunya saja.

"Untuk pengamanan, saya menugaskan beberapa tentara dari markas ini dan tentu saja sopir dan mungkin beberapa anggotanya yang akan tiba besok. Saya rasa sudah cukup, apa ada pertanyaan?"

Aleena hanya terdiam, namun tidak dengan Nadeen.

"Mohon ijin untuk pengisian ulang amunisi pribadi komandan."

"Tentu saja nona Nadeen. Besok pagi akan ada seseorang yang memberikannya kepada anda, dan sepertinya orang itu juga ingin merekrut beberapa anggota seperti anda. Maksud saya, merekrut seseorang yang berminat tentang kegiatan sosial dan sangat berpotensi seperti anda dan juga tuan Jimmy."

"Terimakasih komandan, kami permisi."

"Silahkan."

Ketiganya melangkah keluar dari ruangan tersebut.

"Jimmy. Apa menurut mu, dia orang kaya yang kekurangan bodyguard."

"Mungkin dia ingin mencari beberapa bodyguard wanita."

Jimmy hanya menjawab asal.

"Hey, kau mau kemana?"

Jimmy kembali berteriak, saat Nadeen berjalan ke tempat lain.

"Mencari informasi. Siapa orang yang merasa kurang kerjaan. Hingga mau memperkerjakan pemuda cantik seperti dirimu."

"Haiis... Kau mulai lagi."

Jimmy mengumpat kesal, namun pemuda tampan tersebut tetap melangkahkan kakinya mengikuti dua gadis yang masih berjalan di hadapannya.

"Selamat malam letnan. Boleh aku tahu, siapa tuan besar yang ikut dalam rombongan truk pemasok bahan makanan."

Nadeen menghampiri pos komando dan berbicara kepada seseorang yang bertugas.

"Mereka tidak menyebutkan nama secara spesifik. Namun yang pasti, seseorang yang berasal dari Altan company."

"Terimakasih atas informasinya."

Nadeen melangkah meninggalkan tempat tersebut. Aleena dan Jimmy juga masih mengikutinya. Ketiganya berhenti di bawah pohon besar, tempat Aleena mengikat tubuh Oby.

"Altan company. Sepertinya aku pernah mendengarnya."

Nadeen mencoba mengingat sesuatu yang berhubungan dengan Altan company.

"Sudah kutemukan. Bacalah."

Jimmy menyerahkan sebuah tablet kepada Nadeen, dengan layar yang menunjukkan sebuah artikel berita.

Sementara Aleena hanya diam dan kembali mengingat beberapa dokumen yang ditunjukkan oleh Green tadi siang. Pandangannya saat ini tertuju pada simbol yang terikat pada leher Oby dan juga Green. Bahkan simbol itu hampir ada pada setiap peralatan yang berasal dari tas kecilnya.

"Sepertinya kita akan bertemu dengan salah satu jajaran orang terkaya di dunia ini."

Nadeen kembali menyerahkan tablet tersebut kepada Jimmy.

"Uaaah.... Sepertinya aku harus mengistirahatkan tubuh ku sejenak."

Jimmy terlihat menguap beberapa kali. Pria itu kembali menggeser layar gadget nya, dan mengeluarkan sebuah ranjang rotan beserta bantal dan juga selimut dari dalam tas ranselnya.

"Kau juga memiliki salah satu produk dari Altan company."

Nadeen baru menyadari, jika tablet yang baru saja dipegangnya memiliki simbol dari Altan company.

"Memang bukan yang terbaru, namun cukup membantu diriku. Sudahlah ayo tidur."

Jimmy mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang, serta menutup tubuhnya dengan selimut.

"Kau bahkan tidak menawarkan kami ranjang seperti yang kau pakai. Keterlaluan."

Nadeen berucap sedikit ketus.

"Bukankah kau juga memilikinya. Lagi pula ranjang di kamar anak-anak masih tersisa banyak, jika kalian ingin memakainya."

Jimmy kembali membetulkan selimutnya.

"Aleena tidak akan meninggalkan kucing besarnya tidur sendirian di luar seperti ini. Dia bahkan sudah membuat perapian sejak tadi."

Nadeen menarik dua buah bangku panjang yang memang banyak tersedia di tempat tersebut, kemudian menyatukannya. Sehingga terlihat sedikit lebih lebar.

"Tenanglah, aku akan menemaninya di sini."

"Ayo kita tidur Aleena."

"Hm. Terimakasih sudah menemani kami."

Aleena tersenyum kecil. Ia begitu bahagia, karena masih ada seseorang yang peduli dengan keadaannya. Namun ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, ia pun mencoba untuk bertanya.

"Apakah ada banyak orang yang memakai benda seperti itu Jimmy?"

Jimmy pun kembali membuka selimutnya dan menjawab.

"Maksudmu tablet ini?"

Aleena hanya mengangguk.

"Karena harganya yang cukup fantastis, jadi kemungkinan tidak banyak orang yang bisa membelinya."

"Jadi barang itu diperjualbelikan?"

"Tentu saja nona. Namun hanya Altan company yang memproduksinya. Altan company adalah pembuat barang-barang yang berteknologi tinggi. Banyak sekali orang-orang jenius di dalam perusahaan tersebut. Hingga kita bisa menyimpan rumah di dalam sebuah benda persegi ini. Ini adalah salah satu teknologi mutakhir dan banyak diminati oleh kalangan atas dan juga elit politik. Mereka mempunyai situs khusus untuk semua produk mereka. Kenapa Aleena, kau juga ingin membelinya?"

"Tidak."

"Keseluruhan harga tergantung pada luasnya ruang penyimpanan. Aku memiliki yang berukuran tiga kali tiga meter. Itupun sudah menguras seluruh uang tabungan ku."

Nadeen ikut menjawab.

"Hm."

Aleena hanya mengangguk setelah mendengar penjelasan dari kedua rekannya. Sejenak ia menatap tas kecilnya, ia mulai bertanya di dalam hati. Berapa harga barang yang dimilikinya saat ini, jika yang hanya berukuran kecil saja sudah sangat mahal.

Aleena menyentuh ikat leher Oby yang terbuat dari kulit hewan yang berkualitas sangat baik. Terlihat simbol yang sama dengan yang ada pada tablet milik Jimmy maupun tas kecilnya. Sejenak ia melirik Green yang hanya diam sejak tadi. Simbol itupun melingkar di kaki burung beo tersebut.

Green pun mengerti arah pandangan gadis cantik tersebut. Ia melebarkan sayap kirinya. Kemudian memperlihatkan simbol yang melekat pada besi yang sudah tertutupi oleh kulit buatan untuk menyempurnakan bentuk tubuhnya. Simbol itu tertutupi oleh bulu-bulu nya.

Aleena menghela nafas panjang. Ia mulai mengerti, bahwa ada orang lain yang juga menggunakan barang seperti tas kecilnya ataupun tablet peninggalan tuan profesor. Sejenak ia menatap ke atas rimbunnya pepohonan.

"Jangan lagi tidur di atas pohon, jika tidak dalam keadaan darurat. Kau tidak bisa diam saat tidur."

Suara Green terdengar pelan. Burung itu mengerti apa yang akan di lakukan oleh Aleena. Gadis itu hanya tersenyum kecil. Ia mulai mengeluarkan satu buah ranjang rotan yang berukuran cukup lebar. Lengkap dengan alasnya yang cukup empuk, serta bantal dan juga selimut.

"Ayo Oby naiklah."

Aleena menepuk sisi ranjang yang lain. Oby sedikit melompat ke atas ranjang dan mulai menidurkan tubuhnya di sisi Aleena. Mereka pun terlelap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!