Insiden

Jalur yang mereka lewati semakin rimbun dan berliku, sedikit menyusahkan jika harus selalu mendorong kereta beroda empat tersebut. Namun mereka tidak memiliki pilihan lain selain harus tetap membuat jalan untuk kereta tersebut.

Rimbunnya pepohonan semakin membuat mereka terus melangkah untuk mencapai perbatasan. Pepohonan tersebut melindungi mereka dari serangan tembak pasukan patroli udara. Namun mereka harus tetap waspada terhadap hewan buas penghuni hutan.

Jika mereka meninggalkan kereta tersebut dan memilih untuk berjalan, maka langkah kaki anak-anak dan para pengungsi yang sudah lanjut usia akan semakin memperlambat perjalanan mereka.

Setelah membersihkan jalur yang akan mereka lalui, Yasin bersama dengan seluruh rekannya beristirahat sejenak untuk sekedar mengumpulkan kembali tenaga mereka serta melakukan kewajiban untuk menyembah tuhan yang maha kuasa.

Aleena kembali membagikan sisa ikan yang sudah ia masak sebelumnya, untuk sekedar menambah tenaga. Oby pun ikut meringankan tugas mereka yang harus mendorong kereta tersebut. Sebuah tali tambang kini terikat pada tubuhnya dan juga sebuah kereta.

Leopard tersebut membantu menarik satu kereta yang berisi para orang tua lanjut usia. Beberapa rekan Yasin kini justru harus sedikit berlari untuk mengikuti laju kereta tersebut pada jalan yang sedikit menurun. Bahkan terkadang mereka harus berhenti supaya tidak terlalu jauh dari kereta lainnya yang membawa seluruh anak-anak.

Berulang kali Yasin melihat peta serta alat penunjuk arah yang ia miliki, untuk memastikan bahwa mereka berada di jalur yang benar.

"Menurut perkiraan ku, kita sudah mulai mendekati batas hutan. Di depan pepohonan sudah terlihat tidak begitu banyak dan juga sedikit berjarak. Jika memang benar, maka hanya akan ada satu jenis pohon dalam setiap beberapa hektar. Karena tempat itu seperti halnya kebun yang selalu di panen pada saatnya nanti."

Yasin menghentikan ucapannya untuk sekedar menghela nafas sejenak.

"Seharusnya kita berpisah di tempat ini, namun aku tidak tega jika harus meninggalkan mereka semua dalam tanggung jawab mu seorang diri Aleena."

Rekan Yasin yang lainnya pun ikut memberikan tanggapan.

"Kami akan tetap bersama dengan mu malam ini hingga besuk pagi."

"Terimakasih."

Aleena sedikit tersenyum dari balik masker yang ia kenakan.

"Kita beristirahat sebentar di sini, sembari sholat magrib serta isya'. Setelah itu kita akan kembali berjalan."

Yasin kembali berucap, seraya memandang pepohonan yang sudah tidak lagi rimbun di hadapannya saat ini. Ia mulai memeriksa senapan mereka untuk memastikan pelurunya selalu penuh. Karena di tempat yang terbuka, mereka semua adalah sasaran empuk.

Beberapa daun yang sudah mereka persiapkan kini mulai mereka kenakan ke tubuh mereka masing-masing. Termasuk Aleena dan juga beberapa orang pengungsi yang berjalan kaki. Kini seluruh tubuh mereka telah tertutup dengan dedaunan, sehingga bisa menyamarkan bentuk tubuh mereka di tempat yang lebih terbuka.

Tak lupa Aleena kembali memperingatkan kepada seluruh anak-anak untuk tetap selalu diam, atau bahkan tidur jika mereka memang mengantuk. Semua anak-anak tersebut mengerti dengan ucapan Aleena yang selalu saja ia ulangi.

Setelah semuanya siap, mereka mulai menuruni tanah yang sedikit landai tersebut. Yasin memegang erat senjatanya serta selalu mengawasi sekitarnya, saat mereka tiba di tengah rerumputan yang sangat jarang sekali pohonnya. Bahkan Aleena pun mengalungkan sebuah senapan panjang dan cukup besar di leher hingga menjuntai di punggungnya.

"Merunduk."

Yasin berucap sedikit keras. Seketika semuanya menunduk dan bahkan tiarap di atas tanah dan rerumputan. Oby merayap ke kolong kereta yang juga selalu tertutup rimbunnya dedaunan. Suara deru mesin helikopter memecah keheningan malam.

"Tutupi seluruh tubuh kalian dengan daun itu. Jangan ada pergerakan atau suara apapun. Menembak jika terpaksa."

Yasin kembali berucap sesaat, kemudian mereka diam bagaikan patung. Yang terlihat hanyalah lambaian daun yang tertiup oleh angin. Jantung Aleena serasa berdetak kencang, saat suara deru mesin helikopter tersebut berada tepat di atas mereka.

Yasin mulai sedikit melirik untuk memastikan keadaan sekitarnya, setelah deru mesin helikopter tersebut mulai menjauh.

Sebuah cahaya kecil terlihat dari kejauhan. Cahaya yang terlihat sedikit berkedip berulang kali. Aleena pun melihat cahaya tersebut.

"Keadaan aman, majulah."

Aleena bergumam perlahan, begitupun Yasin dan juga semua rekannya yang ikut melihat ke arah cahaya kecil tersebut.

"Morse."

Aleena kembali bergumam.

"Benar. Sepertinya ada penolong di depan, ayo kita bergegas."

Yasin kembali berdiri, begitupun dengan yang lainnya. Mereka berusaha bergerak secepat mungkin, untuk segera meninggalkan tempat terbuka itu.

"Kalian cepatlah berjalan mendekati pepohonan itu. Kau pimpin mereka dan pastikan di sana aman."

Yasin menyuruh salah seorang rekannya untuk membawa pengungsi lain yang bisa berjalan lebih cepat. Sementara ia dan beberapa rekannya yang tersisa masih tetap mendorong kereta tersebut sedikit lebih cepat. Meskipun semakin terguncang, namun Aleena tetap memastikan mereka yang berada di dalam kereta tersebut untuk tetap diam.

Setelah beberapa lama rombongan pertama sudah tidak terlihat lagi. Mereka sudah mulai memasuki kawasan hutan kembali.

"Aman kapten. Nadeen di sini, majulah."

Sebuah suara terdengar dari ear phone yang melekat pada sebelah telinga Yasin.

"Baik."

Yasin hanya menjawab singkat panggilan tersebut. Dengan teropong yang selalu menggantung di lehernya, Yasin bisa melihat satu rekannya bersama dengan seorang wanita sedang mengarahkan senjatanya ke setiap tempat, untuk memastikan keamanan.

Tinggal beberapa meter saja dari tempat yang akan mereka tuju. Beberapa tembakan mulai terdengar dari kejauhan.

"Aargh."

Teriakkan dari beberapa tentara yang berdiri di belakang mulai terdengar. Tembakan beruntun mulai terdengar dari belakang mereka. Beberapa pasukan berseragam mulai menghujani mereka dengan timah panas.

"Cepat lari Aleena. Oby cepatlah. Sial mereka kembali."

Yasin mulai berteriak seraya membidik lawan di belakang mereka.

"Semuanya menunduk di dalam kereta. Oby cepatlah."

Aleena berusaha sekuat tenaga untuk mendorong kereta tersebut seorang diri, karena hanya tersisa dua orang prajurit yang kini sedang melakukan perlawanan. Termasuk juga Yasin. Sementara dua orang lainnya sudah tewas tertembak.

Satu orang rekannya yang tadi lebih dulu memimpin, terlihat berlari cepat setelah mendengar suara tembakan. Ia mencoba mengukur keberadaan pasukan lawan, karena saat ini ia membawa senapan yang bisa menembak walaupun dari jarak yang jauh. Ia termasuk seorang ghost sniper.

Door... Door..

Berulang kali tembakannya tepat sasaran.

Seorang wanita muda juga terlihat berlari seraya membawa sebuah senapan panjang yang hampir sejajar dengan betisnya. Setelah menghitung jarak, wanita tersebut mulai berjongkok dan membidik.

Duaar...

Letusan besar terdengar hingga beberapa tanah pun ikut berhamburan di kejauhan.

"Bazoka. Wanita itu membawa senapan besar. Menakjubkan."

Aleena masih sempat bergumam perlahan di saat nafasnya terus memburu karena sudah terlalu lelah mendorong kereta itu sendirian. Sebuah senjata lapis baja yang sempat di lihat dan dibacanya dari dalam tas kecil miliknya.

Sementara Oby yang sudah tiba terlebih dahulu terus berusaha melepas ikatan tali tambang kereta yang masih terikat dengan tubuhnya, seraya mengeluarkan geraman yang cukup membuat orang di sekitarnya ketakutan.

"Diam Oby."

Green mulai mengontrol pergerakan leopard besar tersebut. Sebuah pisau kecil muncul diantara sayap burung tersebut dan berusaha memotong tali tambang yang cukup kuat tersebut.

Oby berlari secepat kilat untuk kembali ke sisi Aleena, setelah Green berhasil melepaskan tali dari tubuhnya. Oby pun ikut melesat cepat kembali ke sisi Aleena bersama dengan Green.

"Keluarkan rantai tunggal."

Green mulai berteriak keras saat tiba di sisi Aleena. Gadis itu menuruti perintah Green serta mulai mengerti apa yang harus ia lakukan. Sebuah rantai kini ada di tangan Aleena, ia mulai mengaitkan ujung rantai ke tubuh Oby dan juga bagian depan kereta yang memang memiliki tempat bagi hewan yang akan menariknya. Oby kembali berlari untuk menarik kereta tersebut.

Aleena mulai melompat untuk duduk di tepian kereta yang sudah mulai melaju kencang. Dengan berpegangan erat, ia berharap kereta tersebut tidak terguling.

Sejenak Aleena melihat ke arah seorang wanita yang sudah berulang kali menembakkan bazoka miliknya, hingga ke dua manik mata itu bertemu.

"Terus berjalan hingga memasuki hutan, kau akan bertemu dengan seorang pria cantik. Ikuti saja pria itu."

Logat Inggris terdengar dari suara wanita yang mencoba berucap sesuai dengan bahasa mereka. Sementara Aleena hanya mengangguk perlahan serta mengernyitkan keningnya akan apa yang telah didengarnya barusan.

Nadeen berusaha berbicara menggunakan bahasa nasional negara tersebut, berharap lawan bicaranya itu bisa mengerti. Jika ia berbicara dengan memakai bahasa Inggris, wanita itu takut jika lawan bicaranya tidak mengerti.

"Dari logatnya, dia bukan orang daratan Eropa maupun Amerika. Lalu apa yang dimaksud dengan pria cantik? apakah dia salah dalam mengucapkannya?"

Aleena masih sempat bergumam seraya mengeratkan pegangannya.

Meskipun Aleena tumbuh di daerah konflik, namun ia tidak melupakan sekolahnya. Bahkan gadis kecil itu sering berkunjung ke kantor kedutaan besar, meskipun hanya sebagai cleaning servis.

Untuk sekedar membiayai kehidupan mereka sebelum peperangan kembali pecah, Aleena ikut bergabung ke dalam lembaga outsourcing. Berbagai jenis pekerjaan ia lakukan, sesuai dengan pelatihan yang ia dapatkan. Sehingga tidak sekalipun ia melewatkan kesempatan untuk terus belajar, meski sekedar mengenal bahasa asing.

Meski negri tanah kelahirannya adalah kawasan konflik, namun hal itu memiliki kelebihan tersendiri bagi seorang gadis dusun seperti Aleena. Ia sering kali bertemu dan bahkan bercengkrama dengan berbagai orang dari berbagai penjuru dunia yang telah suka rela datang ke negerinya. Berbagai bahasa, budaya serta kebiasaan lainnya mulai ia pelajari satu persatu dari setiap orang yang ditemuinya.

Oby mulai berhenti tepat di sebelah kereta yang sudah ia tarik sebelumnya. Aleena turun dan mulai kembali mendorong kereta tersebut meskipun masih terdengar suara tembakan dari kejauhan.

"Diam Oby."

Baru beberapa langkah ia mendorong kereta tersebut, Aleena mendengar suara ringkik kuda dari rimbunnya semak belukar. Gadis itu mulai mencari asal suara, dan benar saja. Ia melihat seekor kuda yang terikat dengan sebuah pohon.

"Mungkin ini kuda wanita itu."

Aleena bergumam perlahan seraya mendekati kuda tersebut dan melepaskan tali kekangnya.

"Ayo kuda baik ikut dengan ku. Tolong bantu aku menarik kereta ini."

Aleena menuntun kuda tersebut kemudian mengikatnya dengan kereta yang satunya. Gadis itu meminta semua pengungsi yang tadinya berjalan untuk ikut duduk di tepian kereta walaupun sedikit berdesakan.

"Ayo Oby."

Aleena mulai memecut pelan kuda tersebut, hingga membuatnya berlari memasuki hutan. Oby yang telah berlari terlebih dahulu tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sebuah pohon besar.

"Ada apa Oby?"

Aleena menghentikan laju kudanya dan mulai berjalan mendekati kucing besarnya.

Geerrrr.

Geraman kecil Oby seolah ingin mengatakan sesuatu. Aleena mengikuti arah pandangan mata Oby. Ada seseorang yang tampak sedang menuruni sebuah pohon. Aleena menyiapkan senapan yang sedari tadi menggantung di tubuhnya.

"Be patient lady."

Aleena mengunci kembali senapannya setelah mendengar ucapan dari pria di hadapannya.

"Aku akan mengantarkan kalian hingga ke perbatasan."

Kembali suara terdengar dari pria tersebut. Namun kali ini dia berusaha berkata menggunakan bahasa daerah, meskipun terdengar tidak karuan.

"Thanks."

Aleena kembali menaiki keretanya. Ia mulai mengingat kembali ucapan wonder woman yang sebelumnya ia temui.

"Inikah pria cantik yang di maksud oleh wanita itu?"

Aleena bergumam dalam hati, seraya memperhatikan sosok pria tegap berseragam hitam, dengan rambut hitam yang sedikit panjang di bagian samping hingga menutupi telinganya. Kulitnya putih bersih, tampak pula hidung mancung yang menambah nilai plus pada wajahnya. Alis hitam tebal yang sempat terangkat saat ia menyapa dirinya tadi, terlihat begitu menarik perhatian Aleena.

"Benar-benar pria cantik jika dia ber-make up seperti para idol K-Pop."

Aleena kembali bergumam dalam hati.

"Lee Min-ho.. Bukannya Lee Min-ho sedikit lebih tua... Mm .. Jung kok.. Ah entahlah.."

Aleena berusaha menepis semua pikiran anehnya. Sebagai seorang remaja, gadis kecil itu pun mengetahui beberapa hal tentang dunia tv maupun sosial media yang sedang tren.

"Come on big cat, go ahead."

Ucap pria itu seraya duduk di pinggir kereta yang ditarik oleh Oby. Leopard besar itu kembali berlari kecil menarik kereta tersebut. Sementara Aleena mengikutinya dari belakang.

"Sepertinya dia bukan pria penakut."

Aleena bergumam perlahan seraya tersenyum kecil dari balik maskernya. Sebelum meninggalkan tempat itu, Aleena sempat melihat sebuah jip terparkir di antara pepohonan. Ia berpikir, wanita yang sempat ia temui tadi serta seluruh rekannya bisa pergi menggunakan mobil itu nantinya.

Aleena terus memacu kudanya pelan, mengikuti langkah kaki Oby yang juga tidak terlalu cepat. Karena pepohonan yang sudah tidak lagi rimbun, nampak beberapa tenda serta bangunan di kejauhan.

"Perbatasan. Lalu bagaimana dengan ka Yasin dan semuanya."

Aleena bergumam perlahan.

Tak berselang lama, terdengar deru suara mobil dari belakang kereta Aleena. Sejenak gadis itu menoleh ke belakang seraya menyiapkan senjatanya.

"Itu Yasin, Aleena. Tenanglah."

Ucap Green singkat, sedari tadi burung beo tersebut bertengger di atas penutup kereta dan juga ikut mengawasi keadaan.

Aleena mulai melihat sosok wanita yang kini berada di belakang kemudi, serta dua orang pria berseragam. Salah satunya adalah pria yang cukup dikenalnya.

"Kak Yasin."

Aleena terus memacu kudanya hingga mereka berhenti di dekat sebuah pos penjagaan. Beberapa pria berseragam mulai memastikan isi di dalam kereta tersebut.

"Wanita itu bersama dengan ku. Ayolah cepat buka gerbangnya ada yang terluka di dalam."

Pria berkulit putih yang sedari tadi bersama dengan Oby, terdengar berucap sedikit berteriak.

"Terluka. Apa anak-anak itu terluka?"

Aleena bergumam lirih, ia tidak sempat melihat keadaan anak-anak setelah insiden penembakan tadi. Pada saat terjadi penembakan memang kereta yang mengangkut para anak-anak berada di belakang, sementara Oby telah terlebih dahulu menarik kereta yang berisikan para orang tua.

Gadis itu kembali memecut kudanya mengikuti kereta yang ditarik oleh Oby, setelah gerbang yang ada di hadapan mereka terbuka.

Mereka berhenti di sebelah bangunan besar bercat putih. Tampak beberapa orang berseragam perawat berlari kecil mendekati mereka.

Aleena membuka penutup kereta, satu persatu para lansia itu keluar. Semua petugas medis memeriksa kondisi mereka satu persatu. Setelah memastikan tidak ada orang tua yang terluka, Aleena beralih melihat keadaan para anak-anak.

"Kak Aleena lengan adik ku tertembak. Aku hanya bisa mengikatnya dengan kain, karena darahnya terus keluar."

Seorang pria kecil menangis dan memeluk erat tubuh Aleena.

"Terimakasih sayang, kau sudah benar melakukan semuanya. Tenanglah, mereka akan merawat adik mu. Ayo kita masuk."

Aleena menuntun semua anak-anak itu untuk memasuki sebuah ruangan dan mulai diperiksa satu persatu.

"Kami akan membawanya ke ruang operasi."

Seorang pria yang memakai stetoskop di lehernya menatap wajah Aleena.

"Iya dokter, lakukan yang terbaik."

Aleena mengangguk seraya kembali menenangkan beberapa anak-anak yang masih terisak. Sementara di luar gedung, terdengar beberapa pertengkaran kecil.

"Come on. Dia memang tentara yang berasal dari daerah konflik. Tapi lihatlah, kaki dan tangannya tertembak saat ini. Dia perlu pengobatan. Are you blind?"

Suara seorang wanita terdengar begitu keras.

"You see... Bahkan seekor kucing pun berusaha menarik kereta untuk menyelamatkan mereka. Apakah kalian lebih rendah dari pada binatang hah.."

Teriakkan wanita terus terdengar. Aleena kembali teringat akan kucing besarnya. Ia bergegas keluar setelah memastikan seluruh anak-anak duduk diam di tempat itu.

Aleena mendekati Oby dan mulai melepas rantai yang masih mengikatnya. Beberapa orang yang sedari tadi berdiri mematung, mulai beranjak menjauh saat melihat hewan buas itu berdiri tanpa terikat dengan rantai pengaman.

"Nona, tolong tetap ikat kucing itu."

Seseorang mulai terlihat ketakutan.

"Kenapa tuan, kalian takut? jika iya, tolong cepat obati kapten Yasin dan aku akan memastikan kucing ku tidak akan mengganggu kalian."

Suara Aleena tidak kalah tegas dengan suara wanita yang sejak tadi terdengar begitu marah-marah. Beberapa orang mulai membawa Yasin memasuki ruang operasi, untuk mengeluarkan peluru yang masuk ke dalam anggota tubuhnya.

"Waaoooo keren. Aku Nadeen."

Nadeen mengulurkan tangannya ke hadapan Aleena.

"Aleena."

Aleena menyambut uluran tangan wanita tersebut.

"Dan dia."

Nadeen mengusap lembut tubuh Oby.

"Oby."

"Hai Oby."

"Aku Green.. Aku Green.."

Terdengar suara khas Green yang membeo. Burung itu masih bertengger di atas kereta.

"Mereka peliharaan mu?"

Nadeen kembali bertanya.

"Ya. Bisa dibilang seperti itu."

"Aku sesaat bersama dengan kucing besar mu itu, apa kau tidak akan mengenalkannya kepada ku?"

Seorang pria terlihat bersandar pada dinding kereta.

"Terimakasih atas pertolongan tuan.."

Aleena tidak melanjutkan ucapannya.

"Jimmy.. Panggil aku Jimmy."

Ucap Jimmy seraya tersenyum manis.

"Hai pria cantik, tolong kau tunjukkan tempat yang bisa mereka gunakan untuk beristirahat."

"Nama ku Jimmy, jadi kau harus memanggil ku Jimmy. Ingat itu Nadeen. Ayo kalian ikut bersama dengan ku, aku akan menunjukkan tempat sementara untuk beristirahat."

Semuanya mengikuti langkah Jimmy yang membawa mereka ke bangunan lainnya. Sementara Aleena kembali ke dalam ruangan untuk melihat kembali keberadaan anak-anak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!