"Kakak, aku lapar."
Seorang gadis kecil menarik ujung pakaian Aleena yang masih sibuk merapikan tempat tidur untuk para anak-anak kecil tersebut.
"Hah iya, maaf aku lupa. Kalian belum makan apapun sejak pagi tadi."
Aleena terdiam dan berpikir sesaat. Dia sama sekali tidak tahu letak dapur umum di tempat tersebut. Lagi pula gadis itu juga tidak mengetahui, apakah tempat tersebut memiliki cukup makanan atau tidak. Dia teringat jika masih menyimpan beberapa biskuit kering dari tempat pengungsian sebelumnya.
"Aku hanya bisa memberikan biskuit ini. Nanti kakak akan mencari letak dapur umum dan memasak beberapa makanan. Bagaimana?"
"Hm."
"Terimakasih kak."
Anak-anak tersebut mengangguk serta tersenyum kecil setelah menerima beberapa bungkus biskuit dari Aleena. Gadis itu sedikit berjalan menjauh dari kerumunan anak-anak, dia berniat untuk memeriksa persediaan makanan pada tas kecilnya.
Di dalam lemari pendingin terdapat banyak sekali makanan beku. Namun dia memerlukan dapur untuk mengolahnya. Aleena kembali mencari dan akhirnya dia menemukan lemari besar yang bertuliskan food warmer.
"Akhirnya."
Aleena melihat ada banyak susu kemasan di dalam lemari tersebut. Gadis itu mulai meletakkan satu persatu kemasan kotak tersebut ke dalam sebuah keranjang belanja yang juga banyak tersedia di dalam tas kecilnya.
Aleena kembali masuk ke dalam ruangan anak-anak dan membagikan susu kotak tersebut kepada semua anak. Senyum kecil kembali terlihat pada setiap wajah mungil tanpa dosa yang saat ini terlihat begitu gembira, walaupun hanya menerima sebuah susu kotak dari Aleena.
"Tetaplah di tempat ini. Jangan berjalan terlalu jauh, nanti kalian bisa tersesat. Aku akan mencari letak dapur umum untuk memasak beberapa makanan untuk kalian."
"Hm."
Anak-anak itu kembali mengangguk serempak. Aleena mulai berjalan meninggalkan tempat tersebut untuk mencari tempat yang ia inginkan.
Di luar bangunan, gadis itu melihat Oby terbaring di atas rerumputan dan ditemani oleh Green.
"Apa ada yang mengganggu kalian?"
Aleena mengusap lembut kepala kucing besarnya dan juga burung beo yang setia berada di atas punggung Oby.
"Bukankah Oby yang akan di salahkan jika ada seseorang yang merasa terganggu di tempat ini."
Green menjawab pelan ucapan Aleena. Sementara gadis itu hanya tersenyum kecil.
"Anak-anak itu lapar. Aku harus mencari dapur di tempat ini."
Aleena mulai melihat sekelilingnya untuk mencari seseorang yang mungkin bisa menunjukkan tempat yang ia cari.
"Kau bisa mengeluarkan semua peralatan yang kau perlukan dari dalam tas itu."
Green kembali berucap pelan.
"Aku tahu, tapi akan sangat merepotkan jika nanti ada yang melihatnya."
"Benar juga."
Green ikut berpikir sejenak, hingga terlihat seorang pemuda tampan berjalan mendekati mereka.
"Ada apa Aleena, apa kau memerlukan sesuatu?"
Jimmy mendekati Aleena yang masih berdiri di samping kucing besarnya.
"Anak-anak itu lapar. Apakah di tempat ini ada dapur?"
"Tentu saja, aku akan menunjukannya."
Keduanya mulai berjalan perlahan. Oby dan juga Green yang masih bertengger di atas punggung leopard itu, mengikuti setiap langkah Aleena hingga tiba di sebuah bangunan yang tidak cukup besar.
"Masih ada beberapa sayuran yang di kirim dari desa terdekat. Kau bisa menggunakannya sebelum sayuran itu layu atau bahkan membusuk nantinya."
Jimmy menunjukkan beberapa keranjang yang terisi beberapa jenis sayuran.
"Pilihlah apapun yang kau perlukan. Dahulukan sesuatu yang mungkin tidak bisa bertahan lama seperti sayuran ini. Aku bisa membantumu memotong dan mencuci sayuran itu."
Jimmy mulai mengeluarkan beberapa sayuran dari dalam keranjang.
"Terimakasih."
Aleena mulai mencari bahan yang mungkin bisa ia gunakan.
"Beras ini akan rusak jika tidak segera di pakai."
Aleena memeriksa beberapa karung beras yang mulai sedikit berbau apek.
"Mereka sangat jarang memasak nasi. Karena itu bukanlah makanan yang biasa mereka makan."
Aleena hanya mengangguk mengerti, memang hanya beberapa negara yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok mereka.
"Bukankah sudah saatnya makan siang, apakah tidak ada petugas khusus yang mengurus tempat ini?"
"Mungkin sebentar lagi mereka akan datang. Tapi mereka biasanya hanya memasak makanan instan dari kamp tentara. Karena mereka hanyalah juru masak dadakan. Tidak ada koki khusus yang di sediakan di tempat ini."
Jimmy tersenyum kecil seraya mengangkat kedua bahunya.
"Baiklah aku mengerti. Bagaimana jika kita membuat beberapa masakan Asia dengan memanfaatkan semua beras ini?"
"Terserah kepada mu saja. Mereka akan memakan apapun saat perut mereka lapar."
"Hm. Potong dan cuci semua sayuran itu, jangan sampai ada yang busuk nantinya jika terlalu lama. Aku akan menyiapkan yang lainnya."
Aleena mulai menyiapkan semua yang akan di buatnya. Sementara Jimmy mulai mencuci serta memotong semua yang di minta oleh gadis itu. Beberapa orang terlihat berdatangan dan mulai membantu kegiatan mereka.
Aroma rempah mulai tercium setelah Aleena menumis berbagai jenis masakan yang sempat ia pelajari dari balai pelatihan kerja yang pernah diikutinya. Beberapa panci besar mulai berbaris di atas meja termasuk nasi serta beberapa masakan daging yang masih tersisa di dalam lemari pendingin di tempat tersebut.
Beberapa tumpukan alat makan mulai di persiapkan. Aleena mulai mengisi setiap cekungan yang ada pada nampan tersebut dengan berbagai masakan yang telah dibuatnya. Jimmy mulai membawa semua anak-anak serta para pengungsi ke tempat tersebut. Mereka berbaris dan mulai mengambil satu nampan makanan.
Tidak ada yang protes dengan semua makanan yang tersaji. Karena mereka tahu, semua itu adalah sumbangan sukarela dari berbagai negara yang masih peduli dengan keadaan mereka. Lagi pula mereka harus mengisi perut mereka yang lapar.
Aleena memasak makanan dalam jumlah yang besar, karena di tempat itu memang ada banyak orang yang harus diisi perutnya. Termasuk para petugas yang berjaga serta para medis.
Aroma yang tercium membuat semua orang mulai berdatangan dan mulai mengantri untuk mengisi perut mereka.
"Is daar nog kos?"
Seorang pria bertubuh besar dan berkulit hitam legam, memasuki tempat tersebut serta mencoba berucap dengan ramah meskipun dengan bahasa yang sulit dimengerti.
"Natuurlik kaptein. Please come here. Yang lainnya tolong cuci nampan kotor kalian, supaya bisa di gunakan oleh yang lainnya."
Nadeen yang mengerti apa yang diucapkan oleh orang tersebut, menjawab seperlunya. Sejak memasuki tempat tersebut, perempuan itu juga ikut membantu mengisi setiap nampan yang masih kosong dan meminta yang lainnya untuk mencuci kembali peralatan yang telah di gunakan.
"Sepertinya kau mahir memasak berbagai jenis makanan Aleena."
Nadeen tersenyum kecil saat pandangannya bertemu dengan manik biru Aleena, meskipun hidung dan mulutnya masih tertutup kain cadar.
"Jika tidak segera diolah, semua bahan makanan itu akan membusuk. Mereka sudah susah payah mengirimkan semua itu ke tempat ini, jadi kita harus menghargainya."
Aleena tersenyum kecil dari balik masker yang masih dipakainya.
"Delicious."
Seorang pria berseragam menunjukkan dua ibu jarinya ke arah Aleena. Gadis itu hanya mengangguk perlahan.
Tempat ini adalah perbatasan, sehingga wajar jika terdapat berbagai macam orang yang dikirim dari negara mereka melalui pasukan perdamaian dunia. Semua orang saling bergantian mengambil setiap nampan makanan, untuk sekedar mengisi perut lapar mereka. Sekalipun makanan itu belum pernah mereka rasakan dan bahkan belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Beberapa orang tentara juga ikut membantu membersihkan kembali tempat tersebut. Mereka saling bahu membahu meskipun hal itu bukanlah tugas mereka. Karena mereka juga menyadari, jika perempuan yang mereka lihat itu bukanlah seseorang yang ditugaskan di tempat itu juga. Beberapa tentara yang lain mulai membereskan beberapa rak besar, tempat mereka akan meletakkan semua bahan makanan yang kemungkinan akan tiba.
"Ayo sisihkan bahan makanan yang lama, supaya nantinya bisa digunakan terlebih dahulu. Dan kosongkan beberapa tempat untuk bahan makanan yang baru."
Seorang pria muda mulai memerintahkan beberapa rekannya untuk mengosongkan beberapa rak penyimpanan. Tidak ada petugas khusus untuk memasak, namun ada beberapa orang yang bertugas untuk mengurus setiap stok makanan yang datang ke tempat tersebut.
Seorang pria bertubuh kurus namun masih terlihat gagah dengan seragamnya, berjalan mendekati Aleena.
"Nona, kami akan mencari tempat yang masih bisa ditempati oleh beberapa orang yang anda bawa. Ada beberapa perkampungan pengungsi yang mungkin masih bisa menampung kalian nantinya. Hal ini mungkin memerlukan waktu beberapa hari."
"Terimakasih sersan."
Aleena sedikit mengangguk dan menjawab ucapan pria dihadapannya, setelah melihat beberapa simbol yang dikenalnya pada seragam pria tersebut.
Aleena kembali memperhatikan beberapa orang yang sudah membersihkan tempat tersebut. Lemari pendingin sudah terlihat bersih karena memang sudah tidak ada lagi isinya. Hanya terlihat beberapa wortel dan kentang di dalam beberapa keranjang yang memang masih tersedia cukup banyak.
Gadis itu mulai memisahkan beberapa bahan yang mungkin bisa diolahnya nanti malam. Karena tidak mungkin mereka hanya makan satu kali saja. Ia juga masih melihat beberapa makaroni kering. Jimmy dan Nadeen yang masih berada di tempat itu memperhatikan setiap tindakan Aleena.
"Bagaimana, apa lagi yang bisa di masak untuk nanti. Beberapa truk pengangkut makanan mungkin akan datang nanti malam atau besok pagi."
"Masih ada banyak wortel dan kentang. Mungkin kita bisa membuat sup untuk menghangatkan perut kita nanti malam."
Aleena kembali tersenyum kecil setelah menjawab pertanyaan Nadeen.
"Iya, kentang juga memiliki kadar kalori. Ayo kita berburu ayam hutan, untuk menambah aroma lezat sup kita nantinya. Lagi pula kucing besar mu juga harus diberi makan."
Aleena berjalan mengikuti Nadeen dan juga Jimmy yang selalu bersama dengannya. Aleena sebelumnya sudah mengeluarkan beberapa ikan segar dari dalam lemari pendingin miliknya untuk di berikan kepada Oby. Sebenarnya masih ada banyak ikan serta daging di dalam lemari pendingin miliknya. Namun semua itu adalah stok makanan bagi kucing besarnya.
"Where are you going guess?"
Seorang pria berseragam menyapa ketiganya yang berjalan perlahan bersama seekor leopard dan juga burung yang selalu bertengger di atas punggung kucing besar tersebut.
"Hunting. We need chicken for our soup."
Jimmy membalas ucapan pria tersebut.
"Any help?"
Jimmy hanya menunjukkan ibu jarinya untuk menjawab pertanyaan pria tersebut. Beberapa orang mulai mengikuti mereka dengan membawa beberapa tali serta peralatan yang diperlukan.
Diantara mereka ada juga membawa serta beberapa anjing yang sebenarnya terlatih untuk mendeteksi beberapa peledak, namun kali ini mereka menggunakannya untuk berburu makanan. Tidak lupa senapan serta beberapa peledak yang selalu menggantung pada punggung mereka.
"Nona, apa benar-benar tidak ada yang selamat dari perkampungan yang telah di serang oleh pasukan itu. Karena aku hanya melihat kau membawa beberapa orang saja, itupun hanya anak-anak dan orang tua."
Seorang pria berseragam berucap untuk mencairkan suasana perjalanan mereka yang sepi. Namun hal itu justru membuat suasana semakin canggung.
"Mereka benar-benar tidak berperasaan. Di dalam perkampungan yang hanya tersisa kaum wanita, anak-anak dan orang yang sudah lanjut usia pun mereka serang. Hanya beberapa anak-anak itu yang bisa kami selamatkan."
Aleena tertunduk, air mata gadis itu mulai turun perlahan saat mengingat kejadian mengenaskan yang juga merenggut nyawa orang yang begitu dicintainya.
Keadaan kembali hening. Sebagai seorang tentara yang sering bertugas di daerah konflik, mereka benar-benar memahami bagaimana tekanan mental yang begitu besar menghantui pikiran setiap korban yang selamat. Sementara itu mereka menyaksikan tubuh saudara ataupun teman yang mati bergelimpangan dipenuhi oleh darah.
Para tentara yang berada dalam sebuah pertempuran, sangat dipastikan akan melewati situasi yang mengharuskan untuk mereka memilih. Sebagai seorang yang berkorban untuk melindungi atau sebagai seseorang yang harus mengorbankan diri dan bahkan selembar nyawa miliknya.
Semuanya mulai menyebar setelah tiba di tepi hutan yang digunakan untuk lahan pertanian pepohonan besar para penduduk setempat. Para pria berseragam itu mulai beraksi, mereka hanya ingin sekedar menggerakkan otot-otot pada tubuh mereka.
Setelah mengendap sesaat untuk memastikan buruannya, secepat kilat mereka berlari untuk menerkam buruan mereka. Walaupun hanya saling melirik satu sama lain, namun dapat dipastikan ada persaingan di antara mereka dan juga kucing besar Aleena.
Sementara itu Nadeen dan juga Aleena hanya berdiri diam di bawah rimbunnya pepohonan seraya tersenyum kecil melihat tingkah para pria berotot di depan mereka. Sesekali terlihat keduanya menggelengkan kepalanya dan hampir tertawa lepas melihat tingkah para pria berseragam yang terlihat begitu mendalami aksi mereka.
Tak jarang mereka berguling di tanah hingga beberapa kali, serta melompat sekuat tenaga saat buruan mereka mencoba melarikan diri. Oby pun tidak tinggal diam, kucing besar itu juga ikut berusaha mengincar setiap buruannya. Beberapa ekor ayam hutan sudah mereka dapatkan, saat ini mereka semua mengendap perlahan saat melihat kumpulan rusa yang sedang tenang menikmatinya rerumputan.
Namun saat semua binatang buruan itu diam di tempatnya, Oby mengaum keras hingga membuat mereka semua lari tunggang langgang. Hal itu benar-benar membuat para pria berseragam itu mengumpat tidak karuan. Nadeen dan Aleena tertawa semakin lebar melihat tingkah mereka semua.
Oby memilih untuk berjalan perlahan menuju ke sebuah sungai yang tidak begitu besar. Kucing besar itu mulai melahap beberapa ikan yang telah dicengkeramnya. Setelah puas memakan beberapa ikan, ia mulai menyepak beberapa ikan dengan kaki depannya hingga ikan-ikan itu menggelepar di atas tanah. Aleena yang sudah berada di tempat itu, mulai memungut semua ikan dan memasukkannya ke dalam sebuah tas plastik.
"Oby, bagaimana kalau kau membersihkan tubuh mu. Sejak kita bersama, belum sekalipun aku melihatmu membersihkan tubuh. Ayolah jangan sampai ada kutu yang bersarang di antara bulu lembut di tubuh mu."
Oby bergegas melompat dari atas bebatuan yang menjadi pijakannya, setelah mendengar ucapan Aleena. Kucing besar itu merasa sedikit enggan untuk melakukan perintah gadis cantik yang ada di hadapannya saat ini.
"Oby.. Masuk ke air."
Aleena berkata dengan tegas. Dalam genggaman tangannya terlihat sebuah botol yang berisi cairan pembersih. Oby tidak bisa menolak lagi, kucing besar itu perlahan mulai memasukkan tubuhnya ke dalam air. Aleena mulai mengusap lembut seluruh tubuh kucing besarnya dengan menggunakan cairan pembersih hingga seluruh tubuhnya tertutup busa sabun.
Para pria berseragam yang tadinya berniat untuk kembali terlebih dahulu, kini mereka mengurungkan niatnya. Mereka berdiri mematung saat memandang seorang gadis bertubuh mungil yang sedang memandikan seekor leopard besar.
"Bukankah setiap kucing, selalu takut dengan yang namanya air. Lalu bagaimana kucing besar itu bisa menurut begitu saja."
"Apa kucing besar itu benar-benar tidak akan menggigitnya?"
Mereka terus bergumam dengan bahasa masing-masing, hingga kucing besar itu sudah menyelesaikan ritual mandinya. Oby melompat ke atas batu besar yang lumayan terkena terpaan sinar matahari.
Aleena mengusap pelan seluruh tubuh Oby dengan menggunakan handuk dari dalam tas kecilnya.
"Sekarang kau seekor kucing yang benar-benar tampan dan juga harum."
Aleena masih terus mengeringkan bulu pada tubuh Oby, seraya berulang kali mendaratkan kecupan singkat pada kepala kucing besarnya. Rahang para pria berseragam yang masih menyaksikan adegan tersebut, semakin terbuka lebar. Mereka benar-benar takjub saat melihat gadis kecil itu berulang kali mencium leopard besar tersebut.
"Jangan lupa untuk menutup mulut kalian. Berhati-hatilah dengan serangga terbang."
Nadeen tersenyum kecil, saat melihat reaksi para pria berseragam itu seraya melangkah meninggalkan tempat tersebut. Tanpa memperdulikan apakah mereka mengerti dengan ucapannya atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments