Memasuki Barda

Kurang lebih sudah hampir satu jam truk melaju di jalanan yang cukup jauh dari pemukiman warga. Jauh di depan terlihat perlintasan yang dipenuhi oleh beberapa petugas berseragam. Suara seorang pria terdengar dari kursi pengemudi.

"Sudah saatnya aku turun. Aleena, kau harus bisa menjaga dirimu sendiri. Lihatlah ke arah barisan para penjaga. Mungkin kau bisa melihat kakak mu."

"Kak Yasin."

Aleena menoleh ke asal suara. Sejenak, Yasin melihat ke belakang dan tersenyum kecil.

"Lihatlah, Noha ada di antara mereka. Dia mengetahui apa yang kau lakukan saat ini. Sebagai salah seorang kapten, pria itu akan melakukan apapun yang ia bisa untuk mengamankan adiknya. Jika memungkinkan, kita akan bertukar tempat."

Aleena bergegas melihat ke luar melalui jendela kecil yang ada di samping truk dengan mata yang berkaca-kaca. Truk berhenti tepat di samping pos penjagaan. Yasin keluar dari dalam truk dan masuk ke dalam pos tersebut.

Beberapa penjaga hanya berdiri diam, Sementara yang lainnya terlihat memeriksa truk. Semua penumpang truk hanya diam. Tidak seorangpun beranjak dari tempatnya untuk menggantikan posisi Yasin sebagai pengemudi. Mereka hanya bertanya-tanya dalam hati, hingga seorang pria bersenjata lengkap, bertopi hitam, serta berpakaian serba hitam menaiki truk pada bagian pengemudi.

"Kita berangkat."

Ucap pria asing tersebut. Aleena bergegas mengubah posisinya saat mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya. Dia mengalungkan kedua tangannya ke leher pria yang baru saja masuk ke dalam truk dengan sedikit terisak.

"Jangan cengeng. Duduk dengan benar gadis kecil."

Aleena tidak menghiraukan ucapan Noha. Gadis itu masih memeluk punggung pria yang saat ini sudah mulai menjalankan truk kembali.

"Dari cerita Yasin, kau begitu pemberani saat terjadi penembakan di dalam hutan. Tapi kenapa saat ini kau terlihat cengeng."

Noha kembali berucap dan tersenyum kecil.

"Karena aku hanya bisa menjadi gadis kecil yang manja dan cengeng di hadapan kakak."

Aleena mulai melepaskan pelukannya.

"Haiih.. Gadis bodoh. Aku akan mencarikan mu suami sebelum aku kembali bertugas di dalam kesatuan."

Noha menghela nafas panjang.

"Sebagai kapten, tidak mungkin kakak bisa mengambil misi lain pada saat ini. Lalu bagaimana bisa kau ada di sini."

Aleena memperhatikan penampilan Noha dari belakang.

"Apa aku terlihat sedang bertugas?"

Noha memang tidak memakai seragamnya saat ini. Pria itu terlihat seperti halnya Jimmy dan beberapa rekannya yang lain.

"Jika kapten tidak harus bertugas saat ini. Berarti kau sedang..."

Jimmy tidak melanjutkan ucapannya, saat tatapan tajam Noha terarah kepadanya. Jimmy hanya mengangguk dan kembali terdiam.

"Apa yang ingin kau ucapkan Jimmy."

Aleena terlihat begitu penasaran.

"Mungkin kakak mu cuti."

Jimmy menjawab asal dan kembali memperhatikan jalanan.

"Cuti di saat perang? itu adalah hal yang tidak mungkin."

Aleena kembali mendekati Noha dari belakang. Telapak tangannya mulai memeriksa kepala, leher, bahu, punggung. Dan bahkan gadis itu juga melepas topi yang dikenakan oleh Noha untuk memastikan yang dicarinya. Hingga satu sentuhan pada lengan kanan Noha, membuat pria itu meringis.

"Hentikan truknya dan tolong gantikan kakakku mengemudi."

Aleena menepuk pelan bahu Noha.

"Hentikan truknya."

Aleena kembali berteriak.

"Aleena tenanglah. Kita tidak bisa berhenti setiap saat. Lagi pula mereka masih bisa melihat truk ini dari pos penjagaan. Sekarang duduklah."

"Kakak mu benar Aleena. Setelah di luar kota, aku akan menggantikannya."

Jimmy mencoba menenangkan Aleena.

"Tenanglah gadis kecil. Aku masih bersama mu saat ini bukan. Duduklah dan berikan aku botol minuman itu."

Aleena membuka kardus yang berisi botol air mineral dan menyerahkannya kepada Noha. Pria itu meminum setengah dari isi di dalam botol. Sesekali ia tampak meringis menahan sakit dari lengan kanannya. Sesekali tangannya harus selalu bergerak untuk memutar kemudi, hal itu menyebabkan lukanya kembali terbuka.

Sebelumnya Noha bertugas untuk mengatur beberapa anak buahnya di setiap pos penjagaan. Hingga terjadi insiden penembakan dan pengeboman beberapa kali, yang membuat lengannya terluka karena tertembak. Tubuhnya bahkan sempat terpental jauh, karena ledakan tanah yang berlubang akibat dari pengeboman.

Jauh di dalam lubuk hatinya, ia bersyukur masih bisa selamat dari semua kejadian yang dialaminya. Saat berada di pos pengobatan, ia mendapat kabar dari Yasin mengenai keadaan Aleena. Noha bergegas pergi menuju ke pos penjagaan yang sudah mereka perhitungkan sebelumnya, setelah mendapatkan ijin dari komandan. Hingga disinilah mereka bertemu saat ini.

"Kita sudah cukup jauh dari wilayah mereka kapten. Hentikan truknya, aku akan menggantikan mu menyetir. Sepertinya luka anda kembali terbuka."

Seorang pria berseragam yang duduk di sebelah Noha berucap pelan, seraya menunjuk lengan baju Noha yang mulai terlihat basah.

Noha hanya mengangguk dan menghentikan laju truk yang mereka naiki. Ia kemudian turun dan beralih duduk di bagian belakang. Aleena bergegas mendekati sang kakak dan menyingkap kain yang menutupi lengan kanan Noha. Darah segar terlihat menetes beberapa kali, hingga membasahi sebagian pakaian Noha.

"Lepaskan pakaian mu. Ganti dengan yang bersih. Kita akan melewati pinggiran hutan beberapa kali. Jangan sampai ada hewan buas yang mencium aroma darah mu."

Adam menyerahkan satu buah kemeja hitam berlengan pendek kepada Noha. Pria itu menerimanya dan mulai membuka pakaian yang dikenakannya saat ini. Aleena bergegas membersihkan semua tetesan darah yang keluar dari luka di lengan kakaknya, sebelum pria itu kembali memakai pakaiannya.

Tubuh kekar Noha, serta perut datar yang berotot. Sempat membuat mata Nadeen terbelalak. Gadis itu bergegas mengalihkan pandangannya. Sementara Aleena membersihkan serta kembali membalut luka di tubuh Noha dengan telaten.

"Minum obat ini, supaya lukamu cepat mengering."

Adam menyerahkan sebutir pil kepada Noha, setelah melihatnya kembali berpakaian.

"Jauhi pemukiman. Mereka meletakkan banyak penjaga di setiap pinggiran kota."

Noha sedikit memberikan arahan kepada pengemudi. Sementara pria yang ada di belakang setir kemudi, hanya mengangguk perlahan. Noha beralih menatap Oby dan Green yang hanya diam memperhatikan dirinya. Perlahan ia mengusap lembut kepala burung beo serta kucing besar tersebut.

"Terimakasih sudah menjaga gadis kecil ku."

Tatapan matanya kini beralih pada Shadow yang juga terdiam.

"Sangat terlatih, menakjubkan. Hand."

Hanya satu kata yang Noha ucapkan, namun shadow merespon dengan baik dan cepat. Anjing hitam tersebut memberikan kaki depannya pada telapak tangan Noha.

"Altan company. Sepertinya anda tersesat tuan muda."

Noha melihat simbol yang terukir di ikat leher anjing hitam tersebut.

"Tidak kapten. Aku hanya ingin mencari salah satu koleksi kucing kami yang hilang."

Adam menatap Oby yang hanya diam dan nyaris tertidur karena usapan lembut tangan Aleena.

"Aleena. Kembalikan kucing itu pada pemiliknya."

Noha menatap Aleena.

"Sudah kak. Namun mereka tidak mau."

Aleena masih mengusap lembut kepala Oby.

"Maaf tuan muda. Apa aku harus membayar untuk mereka?"

"Bukannya aku menghina. Tapi gaji seorang prajurit selama setahun pun, belum tentu bisa membayar lunas kucing itu. Jadi biarkan saja, selama mereka nyaman."

"Terimakasih."

Noha tersenyum kecil seraya menerima bungkusan roti yang diberikan oleh Adam. Pria itu mengeluarkan beberapa jenis roti dan memberikan kepada semuanya. Hari hampir siang dan mereka belum makan apapun.

"Jika terus melewati pinggiran hutan. Kalian tidak akan mendapatkan bahan bakar. Sebentar lagi kita akan melewati Barda. Masuk ke kota itu dan temukan lokasi cabang Altan company. Kita akan mengisi bahan bakar di sana."

Noha mengangguk dan memberikan perintah kepada sang pengemudi.

"Bagaimana dengan barikade penjaga?"

Jimmy melihat melalui teropongnya dan menyaksikan banyak penjaga di sisi jalan untuk memasuki Barda.

"Bantu aku memasang tanda ini pada setiap sisi truk. Dan kau nona, tolong tata kardus ini untuk menutupi anak-anak itu."

Aleena dan Nadeen bergegas mengatur tempat duduk anak-anak serta para pengungsi lainnya di salah satu sudut. Kemudian mereka menutupinya dengan semua kardus yang berisi bahan makanan.

"Kalian berdua sebaiknya juga ikut bersembunyi, jika tidak ingin menjadi pelampiasan nafsu para prajurit kesepian itu."

Aleena dan Nadeen baru saja hendak membuka mulutnya untuk mendebat ucapan Adam. Namun Noha lebih dulu berucap.

"Ikuti ucapannya untuk menghindari pertempuran yang fatal. Keselamatan kalian dan anak-anak lebih penting."

Aleena hanya diam dan menurut, bahkan Nadeen yang selalu bersikap pemberani pun seolah tersihir oleh pesona sang kapten dan menuruti setiap ucapannya.

Truk diberhentikan oleh beberapa orang penjaga. Percakapan aneh terdengar antara para penjaga dan juga Adam serta rekannya. Bahasa yang mereka gunakan tidak bisa di mengerti oleh Aleena. Gadis itu mulai mengerti saat mereka mulai berbicara dengan bahasa yang biasa mereka gunakan.

"Apa kalian tidak membawa wanita?"

"Tidak tuan. Semua bodyguard ku pria."

"Ku dengar di Altan company banyak sekali orang-orang kaya."

"Tidak juga tuan. Eee.. Ini sekedar untuk membeli minuman di dalam kota."

Adam menyerahkan beberapa lembar uang kepada salah seorang penjaga.

"Baiklah biarkan mereka lewat. Jika kalian kembali tolong bawakan kami wanita."

Adam hanya tersenyum kecil dan kembali menaiki truk. Truk terus berjalan sesuai dengan arahan Adam, hingga masuk ke dalam kota Barda.

"Jangan keluar hingga kita memasuki wilayah Altan company."

Adam memberikan peringatan kepada Aleena yang sudah mengintip dari celah kardus.

"Kakak, apa setiap tentara itu kesepian. Hingga seorang wanita bahkan lebih berguna dari pada senjata mereka."

Aleena sedikit kesal dengan perbincangan yang ia dengar sebelumnya.

"Itu semua tergantung pada pribadi masing-masing. Kau tahu sendiri kan. Sekalipun sudah memiliki istri, namun mereka tetap jarang pulang karena tugas. Selain penduduk setempat, tidak ada lagi sosok wanita yang bisa mereka lihat. Bahkan tentara wanita pun sangat jarang ikut dalam pertempuran terbuka seperti ini. Sekalipun ada, mereka terikat sumpah akan norma seorang prajurit. Jadi seharusnya mereka tidak melakukan hal yang melanggar norma, sekalipun mereka tidak beragama. Itu semua kembali pada pribadi masing-masing."

Noha berhenti berkata dan menghela nafas panjang. Ada sesuatu yang terbersit di pikirannya, hingga membuatnya berdiri seketika dan membuang kasar beberapa kardus yang menutupi tubuh adik perempuannya.

"Apa mereka melecehkan mu. Apa yang mereka lakukan Aleena?"

Noha terlihat berdiri dan dipenuhi dengan amarah.

"Tidak kak. Mereka akan mati jika berani menyentuh ku. Aku pun tidak akan berada di di depan mu jika mereka berhasil melakukan itu pada ku. Aku lebih baik mati untuk agama dan kehormatan ku."

Noha merengkuh kepala Aleena dan mengecup keningnya berulang kali.

"Tenanglah kapten. Selama kau belum menikahkannya, aku dan Oby adalah satu-satunya lelaki yang selalu bersama dengannya."

Suara Green terdengar dan Noha hanya tersenyum kecil.

"Apa kalian akan pergi meninggalkan ku jika aku menikah?"

Aleena sedikit gusar.

"Takdir yang menentukan semuanya, termasuk pertemuan kita."

"Kau benar."

Aleena kembali duduk di tempatnya semula.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!