Kini keduanya berada di mobil yang sama, Rista duduk di samping pengemudi.
"Pakai sabuk pengaman dan jangan tidur, karena ku bukan sopirmu!" Darren memberikan peringatan.
Rista mengangguk pelan tanda paham.
Mobil melaju ke tujuan dengan kecepatan sedang, sepanjang perjalanan Rista tak banyak bicara.
"Apa kau sudah sarapan?" tanya Darren.
"Sudah, Tuan."
"Kenapa wajahmu terlihat pucat? Seperti tidak makan beberapa hari," ujar Darren.
Rista memegang wajahnya melihat ke kaca spion. "Saya baru sembuh, maklum jika begini," jelasnya.
"Kau pasti sering begadang dan pola makan yang dikonsumsi tidak sehat," tebak Darren.
"Kenapa dia tahu?" batinnya.
"Apa yang ku katakan benar, kan?" tanya Darren.
"Bagaimana saya bisa makan yang sehat kalau gaji harus di potong dan bonus sama sekali tidak berikan," Rista menjawabnya.
"Itu semua salahmu yang tidak bisa disiplin," ujar Darren.
"Ya, memang semua salah saya," Rista mengaku pasrah.
Perjalanan menuju lokasi membutuhkan waktu 30 menit, keduanya turun memasuki kawasan taman wisata dengan pemandangan danau buatan.
"Bagaimana menurutmu?"
"Cantik sekali, Tuan."
"Ya, aku tidak salah memilih tempat ini. Bulan depan pameran busana akan dilaksanakan, kau yang mengurus semuanya!"
"Kenapa harus saya, Tuan?"
"Kau tidak bekerja sendiri, ada beberapa karyawan yang membantu," jawab Darren.
"Saya tidak bisa, Tuan. Ada beberapa rancangan yang harus selesai sebelum pameran dilaksanakan," ujar Rista.
"Aku tidak mau tahu dan kau terpaksa lembur untuk mengurus ini," titahnya.
"Tuan, saya takut tidak bisa membagi waktu. Belum lagi mencari model yang cocok dengan desain yang saya buat," jelas Rista.
"Aku tidak mau tahu, kau yang harus mengurus semuanya!"
"Baiklah, saya akan mengurus semuanya tapi beri gaji yang sepantasnya," ujar Rista.
"Tidak masalah yang penting kau mengurusnya dengan sempurna!"
"Baiklah, kalau begitu Tuan jangan bermain curang," memberikan peringatan.
"Aku tidak pernah bermain curang," ujar Darren.
Hujan tiba-tiba turun deras, Rista dan Darren berlari berteduh di bangunan yang tak jauh dari danau.
"Sepertinya hujan sangat lebat," Rista memandang langit.
"Ya, kita terpaksa menunggu di sini sampai hujan reda," sahut Darren.
Setelah itu tak ada obrolan lagi, keduanya saling diam. Rista mulai kedinginan karena pakaian yang digunakannya tidak terlalu tebal belum lagi kondisi tubuh masih lemah.
Darren melihat Rista mengusap lengan dengan telapak tangan dan bibir tampak pucat. Ia membuka jas yang ia pakai lalu memakaikannya ke tubuh wanita itu.
Seketika Rista terkesima dengan perhatian Presdir kepadanya.
"Aku tidak mau kau sakit lagi, pekerjaan di kantor telah menunggumu!" Darren memberikan alasan.
Tiga puluh menit kemudian, hujan pun reda. Darren berjalan lebih dulu ke mobil sementara Rista di belakangnya.
Keduanya pun pergi meninggalkan lokasi, Darren mengarahkan kemudinya ke rumah Rista.
"Kenapa kita kemari, Tuan?"
"Aku akan mengantarmu pulang," jawabnya.
"Bukankah ini masih jam kantor?"
"Ya, aku tahu. Tapi ku lihat kondisimu belum terlalu sehat, jadi beristirahatlah!"
"Kenapa Tuan baik sekali hari ini?"
"Kau pikir aku pimpinan yang kejam."
"Ya, menurut saya memang anda kejam karena memotong gaji karyawan yang tak berdosa ini," ujar Rista.
"Kau pikir aku memotong gajimu tidak ada alasannya!"
"Hanya karena terlambat beberapa menit saja, Tuan tega memotongnya," ujarnya.
"Aku masih berbaik hati padamu hanya memotong segitu, bukan memecatmu!"
"Ya, Tuan memang baik hati sekali!" Rista memuji dengan menampilkan senyum terpaksa.
"Cepat turun, aku mau ke kantor lagi!"
"Bagaimana dengan jas ini?" tanya Rista.
"Untukmu saja!"
"Buat apa saya jas ini?" tanya Rista lagi.
"Terserah kau mau diapakan itu jas, tapi ku tak mau menggunakan barang yang sudah ku berikan pada orang lain," jelas Darren.
"Kalau begitu, terima kasih!"
"Ya, sama-sama. Sudah cepat turun!" usirnya.
"Iya, Presdir aneh!" omel Rista.
"Kau bilang apa tadi?"
"Tidak ada, Tuan. Sampai jumpa lagi," Rista bergegas turun. Ia membuka jas Darren, mendekapnya lalu menciumnya.
Darren yang melihatnya dari kejauhan mengulum senyum.
...----------------...
Keesokan harinya, Rista datang ke kantor dengan wajah ceria. Ia menenteng begitu banyak makanan di sebelah kiri dan kanannya.
Ia membagikannya kepada seluruh kru di studio foto, teman kerja di ruangannya, sekretaris Presdir dan Natasha beserta manajer dan asistennya.
Sebelum pemotretan mereka mencicipi kue buatan ibunya Rista dan semuanya suka.
"Ini sangat enak sekali!" puji Natasha.
"Terima kasih, Nona."
"Titip salam untuk Ibumu karena sudah membuatkan makanan selezat ini," ujar Natasha.
Darren keluar dari ruangan menuju ruang kerja Yuno yang saling berhadapan. Ia melihat sekretarisnya itu sedang menikmati makanan.
"Hai, Presdir. Kenapa anda ke sini?" tanya Yuno.
"Kau tidak pergi melihat pemotretan?"
"Sebentar lagi aku akan ke sana setelah makan kue ini," Yuno menunjukkan wadah plastik yang isinya tinggal satu potong lagi.
"Tumben sekali kau makan di ruangan ini," ujar Darren.
"Ini kue pemberian dari Rista dan rasanya sungguh enak sekali. Kau tidak mendapatkannya?"
Darren menggelengkan kepalanya.
"Apa kau mau?" Yuno menawarkannya.
"Tidak, terima kasih!"
"Ya sudah, kalau begitu aku akan habiskan," Yuno melanjutkan makannya.
Darren duduk sambil menunggu sekretarisnya itu makan.
Setelah itu keduanya pergi ke ruangan studio, melihat jalannya pemotretan.
Salah satu staf mengabarkan kalau model pendamping Natasha tidak bisa hadir karena masih berada di luar negeri. Pesawat yang ditumpanginya harus memutar balik.
"Bagaimana bisa? Apa manajernya tidak memberikan pemberitahuan sebelumnya?" tanya Darren.
"Baru saja tadi pagi mereka mengabari."
"Jadi, bagaimana? Apa Natasha mau diundur jadwalnya?" tanya Darren.
"Aku tidak mau jadwal diundur!" sahut Natasha.
"Nona, tapi foto ini harus ada pasangan prianya," jelas Yuno.
"Harusnya kalian sudah mempersiapkan ini jauh-jauh hari," protes Natasha.
"Kami pikir dia akan tepat waktu dan profesional menjalani pekerjaannya," ujar Yuno lagi.
"Aku ada usul," ucap Natasha.
"Apa itu?" tanya Darren.
"Mumpung model ini belum menjalani pemotretan sebelumnya, bagaimana kalau kita mencari penggantinya?" Natasha menjelaskan usulannya.
"Tapi siapa yang akan menjadi model penggantinya?" tanya Darren kembali.
"Bagaimana kalau Tuan Darren?" celetuk Rista.
"Aku?" Darren menunjuk dirinya.
Rista mengangguk.
"Aku tidak mau!" tolak Darren.
"Tuan Darren itu tampan, tampang seperti artis luar negeri, pokoknya sangat sempurna," puji Rista mengacungkan dua jempol.
Yuno, staf Arta Fashion, Natasha dan manajernya mengulum senyum mendengar Rista memuji Presdir.
"Aku tidak mau!" Darren menekankan kata-katanya.
"Lalu siapa yang akan menggantikannya?" tanya Natasha.
"Yuno saja!" jawab Darren dengan cepat.
"Kenapa saya?" Yuno menunjuk dirinya.
"Kita tidak punya pilihan lagi, jadi kau harus menjadi model pengganti," jawab Darren.
"Sepertinya usulan Presdir boleh juga," sahut Natasha.
"Tapi saya tidak pandai bergaya, Tuan!" ujar Yuno.
"Anda cukup diam dan senyum saja sudah tampan," puji Natasha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments