Jangan Mengejarku, Cantik!
Beberapa pelayan menyajikan hidangan di meja makan untuk sarapan pagi. Ya, hari ini adalah hari pertama Darren bekerja di Arta Fashion.
Clarissa dan suaminya sudah menunggu putranya itu untuk sarapan bersama. Darren muncul dihadapan kedua orang tuanya dengan kemeja putih dibalut jas berwarna navi dan celana hitam.
Clarissa memuji putranya yang tampak gagah dan tampan seperti suaminya.
Darren menarik kursi dan duduk bersama kedua orang tuanya dengan tersenyum.
"Kamu terlambat sepuluh menit," ujar Devan.
"Papa, kita tidak sedang di kantor," protesnya.
"Biasakan disiplin, Papa tidak mau kebiasaan burukmu ini terbawa sampai ditempat kerja," jelas Devan.
"Baik, Pa."
"Semoga kamu betah ya, sayang!" Clarissa memberi semangat buat putranya.
"Ya, Ma."
"Papa hanya bisa membimbingmu selama sebulan saja, selebihnya kamu yang menjalankan semuanya," jelas Devan lagi.
"Kak Raisa apa tidak bekerja lagi?"
"Tidak, suaminya menginginkan dia di rumah saja dan menjalankan bisnis yang mereka kelola," jawab Devan. "Pastikan tidak ada perubahan peraturan di Arta Fashion. Semua tetap sama, kamu pahamkan?" Devan menatap putranya.
"Baik, Pa. Darren akan lakukan seperti yang Papa minta," jawabnya.
"Bagus!" Devan tersenyum.
"Kalau ada karyawan atau model yang menyukaimu, katakan pada Mama," ujar Clarissa.
"Kenapa harus bilang pada Mama?" Tanya Darren.
"Mama ingin menyeleksinya pantas atau tidak denganmu. Tapi Mama mau dia wanita yang baik dan tulus padamu," ungkap Clarissa.
"Papa tidak mau kalau calon istrimu dari kalangan model atau artis," sahut Devan.
"Memangnya kenapa?" Tanya Clarissa.
"Kau dan menantumu itu saja sudah sangat merepotkan," jawab Devan.
"Jadi menurutmu itu aku tidak baik dan menyebalkan," Clarissa menatap tajam suaminya.
"Bukan begitu sayang, kau itu baik kalau tidak mana mungkin kita menikah dan punya anak. Dirimu dan menantu kita baik," Devan mengusap punggung tangan istrinya yang mulai kesal.
"Kenapa kalian jadi membahas pasangan?" Darren menatap kedua orang tuanya.
"Kami ingin mencari terbaik untukmu, Darren," jawab Clarissa.
"Aku tidak mau punya kekasih, menurutku sangat ribet. Apalagi melihat kisah cinta Kak Raisa dan suaminya buat pusing saja," ujarnya.
"Jangan begitu, sayang. Kalau kamu sudah jatuh cinta baru tahu deh," tutur Clarissa.
"Cukup, Ma. Jangan bahas wanita atau pernikahan lagi, Darren mau fokus dengan perusahaan saja," ujarnya.
"Kamu memang putraku," Devan tersenyum bangga.
-
Gedung Arta Fashion
Seluruh karyawan bersiap menyambut kedatangan Presdir baru di perusahaan tempat mereka bekerja.
Yuno, berdiri paling depan untuk menyambut atasannya itu. Sejak Hilman pensiun dialah menggantikan posisi menjadi sekretaris Presdir. Pekerjaannya ini sudah dijalaninya selama 3 bulan.
Mobil berwarna hitam dan mewah tiba di pintu utama gedung. Seorang penjaga keamanan membuka pintu untuk dua atasannya.
Ya, Devan Artama dan Darren Artama turun bersamaan. Yuno bergegas meraih tas yang dibawa oleh suami Clarissa itu.
"Selamat datang, Presdir baru!" Sapa seluruh karyawan dengan sedikit menunduk.
Darren hanya tersenyum.
"Yuno yang akan menjelaskan semuanya kepadamu," Devan berkata sambil berjalan ke ruangannya.
"Pa, kita di ruangan yang sama?"
"Ya, agar Papa bisa mengawasi kinerjamu," jawabnya.
Sementara itu di lain kota seorang wanita baru saja bangun tidur, ia terburu-buru membersihkan tubuhnya.
Begitu selesai ia berlari ke arah meja makan meraih segelas susu sambil mengunyah roti isi selai strawberry yang tersedia.
"Kau mau kemana?" Tanya Elisa.
"Aku ingin melamar pekerjaan di Arta Fashion," jawabnya.
"Itu sangat jauh dari sini, nanti kamu akan tinggal di mana?"
"Aku akan menyewa kamar, Bu."
"Ibu tidak mengizinkanmu sendirian di sana," Elisa melarang.
"Bu, Arta Fashion adalah perusahaan besar. Bukankah Ibu sangat mengidolakan artis Clarissa Ayumi?"
"Apa hubungannya dengannya?"
"Clarissa Ayumi itu istri pemilik Arta Fashion, pasti dia akan datang mengunjungi perusahaannya. Aku bisa minta foto dirinya, lalu ku tunjukkan kepada Ibu," jelasnya.
"Kamu benar juga," ujar Elisa.
"Makanya izinkan aku ke sana, ya!" Mohonnya.
"Kalau begitu, pergilah!" Elisa memberi izin.
Gadis itu pun pergi membawa tas ransel, rencananya sementara dia akan menginap di rumah temannya untuk semalam saja.
Perjalanan menuju Kota A membutuhkan waktu sejam menggunakan transportasi kereta api.
Begitu sampai, ia melihat arlojinya menunjukkan pukul 11 siang. Dia berlari cepat agar tidak terlambat.
Gadis cantik yang berusia 23 tahun itu, bergegas ke resepsionis memberikan lamaran kerjanya. Namun, ia ditolak karena waktu penerimaan telah habis. Ia terlambat satu jam.
"Nona, tolong saya beri kesempatan," ucapnya memohon.
"Maaf, seluruh berkas lamaran sudah diterima dan sedang diseleksi. Lain waktu saja Nona kemari jika Arta Fashion kembali membuka lowongan," jelas karyawan resepsionis.
Gadis itu menghela nafasnya, impiannya masuk ke Arta Fashion gagal. Ia berjalan keluar gedung dengan langkah gontai. Ia duduk di pinggir jalan, sembari menghapus air matanya yang menetes.
"Bagaimana aku bisa menjelaskan kepada Ibu?" Batinnya bertanya.
"Sebaiknya aku pulang dan mengatakan sejujurnya kepada Ibu," ucapnya pada diri sendiri.
Dengan berjalan kaki menuju stasiun kereta api, ia menggenggam sebotol air mineral di tangan kanannya. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya, duduk di bangku yang tersedia di trotoar.
Dengan perasaan kesal, marah dan sedih ia melempar botol kosong ke jalanan tanpa ia sadari mengenai mobil salah satu pengguna jalan.
Mobil itu pun berhenti seketika dan pengemudinya pun turun.
"Hei, Nona. Bisakah anda membuang sampah pada tempatnya?"
Gadis tersebut tak menghiraukan pertanyaan sang pria.
"Hei, aku bicara padamu. Apa kau mendengar ku?"
"Tuan, jangan ganggu aku. Kau tidak tahu, diriku sedang sedih," ia menutup wajahnya sambil menangis.
"Kalau menangis jangan di sini!"
"Anda kalau mengomel, jangan di sini juga!"
"Botol yang kau buang itu mengenai mobilku," ujarnya.
"Tapi tidak ada yang rusak, kan?" Tanya gadis itu polos.
"Kau sudah mengganggu konsentrasi menyetir ku, Nona!"
"Kau sangat cerewet, Tuan. Mobil anda tidak lecet dan tidak rusak, lalu aku harus tanggung jawab apa?" Gadis itu berdiri dari bangkunya.
"Kau harus minta maaf!"
"Ya sudah, aku minta maaf. Sudah sana pergi!" Usirnya. "Kau mengganggu ku saja!" Lanjutnya.
Devan menurunkan kaca jendela mobil lalu memanggil, "Darren!"
"Sebentar, Pa!" Teriaknya. Lalu menatap gadis, "Jangan sampai aku bertemu denganmu!" Menekankan kata-katanya.
"Aku juga tidak mau bertemu denganmu, Tuan!" Ia kembali duduk.
Darren kembali ke mobil, wajahnya masih terlihat kesal.
"Kamu membuang waktu kita," ujar Devan.
"Maaf, Pa. Tapi itu wanita sangat menyebalkan sekali," ucap Darren.
"Mobil kita tidak ada yang rusak, kan?"
"Tidak, Pa. Tapi sikapnya dia, sudah salah bukannya minta maaf," jawab Darren sembari menyetir.
"Sudahlah jangan diperpanjang, sebentar lagi kita akan rapat," ujar Devan.
...****************...
Hai semua ini kelanjutan kisah keluarga Devan Artama..
Semoga kalian suka...
Jangan lupa like, komen dan vote..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥𝑩𝒆𝒍𝒍𝒆𝒛𝒛𝒂❥⃝•ꨄ︎࿐
Berawal dary ditimpuk botol..... 🤭🤭 bersiaplah Darren 😁😂
Aku nongol dan pantengin Mami 🤗 👏🏻
2022-07-05
1