Setelah berdebat menentukan warna, akhirnya Rista keluar dari ruangan Presdir. Ia lalu pergi ke bagian produksi untuk menyampaikan pesan atasannya itu.
Bagian produksi heran biasanya sekretaris atau Presdir yang langsung bicara kepadanya.
"Saya hanya menyampaikan pesan dari Tuan Darren," ujar Rista.
"Baiklah, Nona. Kami akan membuat menjadi seratus ribu dan membuat tambahan warna," ucapnya.
"Kalau begitu, saya permisi!" pamit Rista dibalas anggukan pria paruh baya itu.
...----------------...
Natasha datang ke Arta Fashion, Yuno menyambutnya berusaha tersenyum walau sebenarnya malas.
Rista datang terlambat menghampiri sang artis, "Selamat datang, Nona!"
"Tak perlu berbasa-basi, cepat tunjukkan produk kalian!" ujar Natasha ketus.
"Mari, Nona!" Rista mempersilakan wanita itu.
Rista berjalan di depan di belakangnya Natasha dan manajernya.
Natasha menganggumi pakaian yang akan ia promosikan. "Ini hasil desain siapa?"
"Saya, Nona."
"Bagus, kainnya lembut dan warnanya tidak terlalu mencolok," puji Natasha.
"Terima kasih, Nona."
"Aku haus," ujar Natasha.
"Biar saya ambilkan," Rista menawarkan diri.
"Kau di sini, dia saja yang mengambilnya!" Natasha mengarahkan pandangannya kepada Yuno.
"Tuan, bisakah anda mengambil minuman untuk Nona Natasha?" tanya Rista.
"Baiklah, aku akan mengambilnya," Yuno pun pergi.
Tak lama kemudian ia kembali lagi dan memberikannya kepada Natasha.
"Bisakah kau membuka tutup botolnya?" Natasha meminta tolong.
Yuno meraih botol minuman itu lalu membuka tutupnya dengan wajah ketus.
"Terima kasih," Natasha tersenyum lalu meminumnya.
Tiba-tiba Manajer meminta izin untuk menerima telepon begitu juga dengan Rista terpaksa tidak melanjutkan menemani sang artis.
"Tuan, saya dipanggil Presdir. Bisakah anda melanjutkan pekerjaan ini?" pinta Rista.
"Ya, baiklah. Pergilah temui Presdir sebelum dia murka padamu," jawab Yuno.
"Terima kasih, Tuan!" Rista pun berlalu.
Yuno berjalan mendampingi Natasha, "Apa kau sudah lama bekerja di sini?"
"Baru empat bulan, Nona."
"Masih terlalu baru, apakah Presdir masih Tuan Devan Artama?"
"Sebentar lagi akan digantikan putranya," jawab Yuno.
"Kenapa kau bekerja di sini?"
"Nona, saya mohon bertanyalah tentang produk bukan masalah pribadi," ujar Yuno.
Natasha memiringkan bibirnya.
Yuno menjelaskan beberapa hal mengenai produk-produk Arta Fashion. Tanpa ia sadari, gadis yang berada dibelakangnya memegang lengannya. Dengan cepat, Yuno melihatnya. "Nona, apakah anda baik-baik saja?"
Natasha hanya mengisyaratkan dengan gerakan tangan.
Manajernya segera berlari melihat wajah Natasha pucat.
Seluruh karyawan yang berada di dekat mereka mulai mendekat.
"Tuan, tolong bantu saya bawa Natasha ke mobil!" pinta manajer.
Yuno menggendong tubuh Natasha yang mulai melemah keluar gedung.
Manajer membuka pintu mobil, "Terima kasih, Tuan!"
Mobil melesat ke rumah sakit, Yuno pun mengikutinya.
-
Manajer keluar dari ruang periksa, menghampiri Yuno. "Tuan, maafkan artis saya tidak bisa melanjutkan melihat-lihat produk."
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Penyakit vertigo Natasha kambuh," jawabnya.
"Apa dia bisa melanjutkan pekerjaan ini?"
"Bisa, Tuan. Mungkin karena kelelahan jadi penyakitnya kambuh," jawab Manajer bernama Dian.
Yuno mengangguk paham. "Baiklah, kalau memang begitu saya balik ke kantor. Sampaikan salam kepada Nona Natasha!"
"Baik, Tuan."
Yuno kembali ke Arta Fashion, Rista bergegas menghampiri sekretaris Presdir. "Bagaimana kondisi Nona Natasha?"
"Penyakit vertigo yang dideritanya kambuh."
"Oh, begitu."
"Kau ini mau ke mana?" tanya Yuno.
"Tuan Darren menyuruhku mengantarkan ini ke bagian produksi," jawab Rista menunjuk beberapa lembar kertas.
"Biar aku saja yang mengantarnya," tawar Yuno.
"Tidak, Tuan. Nanti Presdir akan marah besar padaku," Rista lalu pergi sambil tersenyum.
......................
Pemotretan ditunda karena Natasha masih perlu istirahat. Malam ini pula pergantian Presdir dilaksanakan.
Seluruh karyawan hadir dalam acara itu termasuk Raisa dan suaminya.Darren tampil dengan jas berwarna merah, dia begitu tampan.
Rista sejenak terpesona dengan wajah rupawan Presdir Arta Fashion. Lamunannya terhenti saat lengan di senggol teman kerjanya.
"Tuan Darren sangat tampan, ya!"
"Iya," jawab Rista tanpa sadar.
"Hati-hati dengan ucapanmu waktu itu, takkan jatuh cinta padanya."
"Mana mungkin aku suka dengan bos aneh seperti dia," Rista berusaha menutupi kekagumannya.
Obrolan mereka berhenti saat Devan memberikan pidato setelah itu Darren yang berbicara di atas podium.
"Saya harap kerja samanya, tidak ada peraturan yang berubah di sini. Semua tetap sama," Darren berkata lantang. "Dan satu lagi peraturan dari saya, tidak ada yang boleh tidur di ruang kerjanya selama jam kerja meskipun itu waktunya istirahat," lanjutnya.
"Pasti dia menyindirku," batin Rista.
Darren turun sambil melirik Rista yang duduk tak jauh dari panggung dengan senyuman menyindir.
Acara pun berakhir dengan makan-makan yang telah disediakan panitia. Keluarga Artama bergegas meninggalkan tempat acara. Seluruh karyawan sudah paham dengan sikap dan sifat dimiliki Devan Artama.
"Kenapa mereka pergi?" tanya Rista.
"Tuan Devan tidak bisa terlalu lama bersama dengan orang-orang, karena tubuhnya akan memerah jika bersentuhan langsung dengan orang lain," jawab karyawan senior.
"Oh, begitu."
Rista keluar hendak membuang air kecil, ia berjalan cepat menuju toilet tanpa memperhatikan sekelilingnya dirinya menabrak seseorang.
"Apa kau tidak punya mata?" Darren menatap tajam.
Rista menampilkan senyum nyengir, "Maaf, saya terburu-buru!"
Darren menyemprotkan pakaiannya dengan cairan.
Rista berdiri membersihkan tubuhnya dan Darren masih dihadapannya. Karena hidungnya gatel, Rista belum sempat menghindar malah bersin di depan pria itu.
Darren mengeraskan rahangnya. "Kau sangat jorok!" menekankan kata-katanya.
"Aku tidak sengaja, Tuan. Maaf!" Rista hendak memegang tangan Darren.
"Jangan sentuh aku!" sentaknya.
Tanpa bersalah Rista malah tersenyum.
"Jangan senyum!" Darren membersihkan jasnya dengan sapu tangan yang selalu berada di kantong celana. "Buang ini ke tempat sampah!" Ia memberikan sapu tangan kepada Rista.
"Tuan, ini masih sangat bagus. Kenapa di buang?" Rista meraih sapu tangan tersebut.
"Itu sudah kotor, aku tidak mau menyentuhnya lagi!"
"Buat saya saja, Tuan."
"Kau sungguh aneh, itu bekas orang lain."
"Kalau dicuci pasti bersih dan wangi," ujar Rista. Ia lalu memasukkan sapu tangan itu ke dalam tas.
Darren menatap heran gadis yang ada dihadapannya itu. "Kau benar-benar melakukannya?"
Rista mengangguk mengiyakan lalu berkata, "Terima kasih, Tuan." Kemudian ia berlari ke arah toilet.
"Dasar aneh!"
...----------------...
Keesokan harinya, Rista berlari kecil menghampiri Darren yang baru saja turun dari mobil.
"Tuan!" panggilnya.
"Ada apa?" Darren berjalan tanpa menatap gadis di sampingnya.
"Saya mau memberikan ini!" Rista memberikan kotak kecil berbentuk hati.
Darren menghentikan langkahnya lalu melihat kotak yang dipegang Rista. "Apa ini?" tanyanya.
"Lihat saja sendiri!"
Darren menyemprotkan kotak tersebut lalu perlahan membukanya, matanya mendelik. "Kau benar-benar mencucinya?"
"Iya, Tuan. Bersih dan wangi, kan?"
"Tapi, ini sudah bekas air liur." Darren menunjukkan wajah jijik.
"Tuan, saya tidak sengaja bersin dan membuat jas anda kotor. Sebagai permintaan maaf, jadi saya cuci saja sapu tangan ini. Seperti baru lagi, kan?"
"Aku tidak mau menerimanya," tolak Darren. "Buatmu saja!" lanjutnya lagi.
"Baiklah, saya akan simpan sebagai kenang-kenangan."
"Terserah kau saja, dasar gadis aneh!" Darren pun berlalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments