Beberapa hari kemudian....
Hari ini adalah tanggal gajian, seluruh karyawan tersenyum ketika menerima upah dari bekerjanya tak terkecuali Rista.
Gadis itu membuka ponselnya dan melihat nominal yang di kirimkan perusahaan kepadanya, seketika wajahnya menjadi murung di saat teman-temannya tersenyum bahagia.
Ya, gajinya benar-benar dipotong dan bonus yang diiming-imingi pun juga tak masuk. Ia bertanya kepada desainer senior kalau mereka menerima honor sesuai dengan apa yang dikerjakan.
Rista pun memberanikan bertanya kepada bagian yang menangani gaji karyawan. Alangkah terkejutnya kalau semua keputusan dilakukan oleh Presdir.
Seketika seluruh tubuhnya meradang mendengar pria itu telah memotong gajinya karena kesalahan kecil yang dibuatnya. Dengan keberanian ia lantas mendatangi ruang kerja Darren Artama.
"Maaf, Nona Rista. Anda tidak diperbolehkan masuk!" larang Yuno.
"Kenapa?"
"Tuan Darren tidak ingin bertemu denganmu," jawabnya.
Rista kembali ke ruangannya, ia mencoba mengatur nafasnya agar tetap tenang dan tidak emosi.
Begitu jam istirahat, Rista sengaja menunggu Presdir keluar dari ruangan namun dia gagal menjumpainya. Karena atasannya itu menikmati makan siang di dalam.
Dengan malas Rista mengangkat sendok dan diarahkannya ke mulutnya lalu mengunyahnya perlahan.
"Kau kenapa? Sepertinya tidak semangat?" tanya temannya yang wanita.
"Tidak apa-apa, hanya ada masalah pribadi saja," jawab Rista.
"Oh!"
Sepulang kerja, Rista membereskan meja kerjanya dengan cepat. Melangkah lebar agar bisa bertemu dengan Presdir, dirinya harus menelan kekecewaan. Darren sudah pergi meninggalkan gedung.
Berjalan lesu menuju pulang, begitu sampai rumah Sella sudah menunggunya. Sahabatnya itu berlari menghampirinya dan berpelukan. "Kenapa wajahmu sedih begitu?"
Rista membuka pintu rumahnya dan mempersilakan sahabatnya itu masuk.
Sella bertanya pertanyaan yang sama.
Dengan air mata yang menetes, Rista mulai bercerita tentang perlakuan Darren kepadanya. Sella sebagai sahabat memeluknya dan menguatkannya.
"Kenapa dia jahat sekali padaku, Sel? Padahal aku mengerjakan apa yang diperintahkannya," ungkap Rista.
"Kau yang sabar, kita lihat saja nanti gaji bulan depan. Apa masih dipotong atau tidak," ujar Sella.
"Bagaimana kalau masih dipotongnya?"
"Kau harus resign dari kantor itu, jika memang dirimu tidak melakukan kesalahan. Kalau memang alasan Presdir memotong gajimu karena keterlambatan kerja, bulan depan usahakan jangan sampai telat lagi," nasehat Sella.
"Bulan depan ku berusaha tidak akan terlambat lagi," Rista menghapus sisa-sisa air matanya.
"Begitu dong, ayo senyum!"
Rista pun tersenyum.
"Kalau begitu, boleh aku menginap semalam di sini?" tanya Sella.
"Boleh banget, aku jadi ada temannya."
-
-
Selesai makan malam, Rista dan sahabatnya menonton drama di laptop. Hal itu sering mereka lakukan ketika masih sekolah dan terakhir saat Rista menumpang tinggal sementara di rumah sahabatnya itu.
"Rista, sejak kapan kau punya kekasih?" tanya Sella.
"Aku tidak punya kekasih, kalau pun ada ku akan memberitahumu," jawab Rista.
"Lalu kotak kecil berbentuk hati itu dari siapa?"
"Dari Presdir," jawabnya asal.
"Presdir menyukaimu, ya?" Sella penasaran.
"Maksud aku, isi kotak itu sapu tangan milik Presdir. Kemarin dia mau membuangnya, ya sudah aku ambil saja. Kainnya sangat bagus dan cantik," jelas Rista.
"Kenapa dibuangnya?"
"Karena itu sapu tangan habis membersihkan jasnya yang terkena bersin aku."
"Astaga, itu pria sangat aneh!"
"Ya, memang aneh. Kalau tidak mana mungkin dia memotong gajiku begitu kejam," ungkap Rista sambil menatap layar komputer pangku itu.
......................
Hari libur tiba, Rista ditemani Sella menjemput ibunya di kampung halamannya. Ya, hari ini Elisa memutuskan tinggal bersama putrinya di kota. Rumah peninggalan ayahnya untuk sementara disewakan kepada orang lain.
Malam harinya, mereka sampai di kediaman putrinya. Sella menyajikan makanan yang sempat dibeli mereka di jalan. Ketiganya menikmatinya sambil bercanda.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu, Nak?" tanya Elisa yang sedari tadi ingin bertanya namun tak sempat.
"Begitulah, Bu."
"Teman-temanmu, bagaimana?" tanya Elisa lagi.
"Mereka sangat baik kepadaku, Bu," jawab Rista. "Hanya satu yang sangat menyebalkan yaitu Presdir," batinnya berucap.
"Syukurlah!"
"Oh ya, Bu. Ada sesuatu untuk Ibu," Rista berdiri lalu ke kamar tak lama kemudian ia keluar membawa sebuah foto, lalu diberikan kepada ibunya.
"Tanda tangan Clarissa Ayumi?" Elisa terheran-heran.
"Iya, Bu."
"Aku memintanya lagi saat acara pengumuman Presdir yang baru," ucap Rista.
Elisa tersenyum senang.
Rista membalas memberikan senyuman yang sama.
...----------------...
Sella belum kembali ke rumahnya, ia diminta Rista untuk menemani ibunya. Karena Elisa belum terlalu mengenal lingkungan sekitar tempat tinggal putrinya.
Tepat pukul 8 pagi, Rista tiba di kantor. Ia berjanji tidak akan terlambat untuk menyakinkan dirinya bahwa alasan Presdir memotong gajinya karena hal itu.
Sebelumnya, Rista berusaha ingin bertemu dengan Presdir namun niatnya itu ia urungkan karena percuma jika berdebat.
Berjalan santai memasuki gedung, disaat yang lainnya menyapa Presdir. Dirinya malah memilih bersikap cuek, hal itu membuat Darren menjadi bertanya.
Jam 9 pagi, Rista memberikan hasil rancangannya kepada Yuno di meja kerja sekretaris Presdir tanpa berkata-kata apapun. Pria itu lantas mengerutkan keningnya.
Setelah Rista pergi, Yuno masuk ke ruangan Presdir. "Ini hasil desain Ayumi Charista!" menyerahkan selembar kertas.
"Apa dia ada ngomong sesuatu?" tanya Darren.
"Tidak ada, malah diam saja."
"Karyawan yang lainnya menyapaku, tapi dia tidak. Apa wanita itu marah padaku?" tanya Darren.
"Mana aku tahu."
"Kenapa aku jadi memikirkan sikapnya yang cuek tadi, ya?"
"Itu artinya kau mulai jatuh cinta padanya!" Yuno mulai meledeknya.
"Aku jatuh cinta padanya? Seperti tidak ada wanita lain saja di dunia ini," ujarnya.
Yuno tertawa kecil, "Aku hanya menebak saja."
"Panggil dia kemari!" perintahnya.
"Baiklah," Yuno pun keluar lalu memanggil Rista.
Tak lama, wanita itu muncul dengan tatapan datar.
"Desain ini sangat jelek, kau harus mengulanginya lagi," ucap Darren.
"Baiklah, saya akan mengulanginya." Rista berkata tanpa tersenyum.
"Apa kau ingin mengatakan sesuatu?"
"Tidak, Tuan."
"Baiklah, kau boleh kembali ke ruanganmu. Oh ya, besok ikut aku ke lokasi syuting karena gaun hasil rancanganmu yang akan digunakan model kita."
"Baik, Tuan." Rista pun pamit pergi.
-
-
Jam istirahat ini, Darren sengaja melewati ruang kerja Rista karena sedari tadi ia perhatikan wanita itu belum keluar dari ruangannya.
Dan benar saja, Rista sedang menggambar. Di atas meja ada sebotol kopi dan satu bungkus roti berukuran kecil.
"Kau tidak istirahat?" tanya Darren yang muncul mengejutkan Rista.
"Saya sedang menyelesaikan ini, karena jika besok takkan sempat," jawabnya.
"Kau sangat bekerja keras, ya. Sampai melupakan waktu istirahat," ujar Darren.
"Ya, saya ingin bekerja lebih baik agar tidak mengecewakan Tuan Devan yang memberikan kesempatan bergabung di sini."
"Ya, aku tahu. Kau diterima di sini karena belas kasihan papaku," ujar Darren.
"Saya murni berada di Arta Fashion karena prestasi bukan belas kasih," Rista menjelaskan.
"Tapi tetap saja kau memohon kepada papaku!"
"Terserah, Tuan mau bicara apa saja. Penting bagi saya saat ini, melakukan pekerjaan yang diberi dengan baik agar hasil keringat tidak dipotong sesuka hati."
Mendengar ucapan itu, Darren meninggalkan ruangan kerja karyawannya.
Rista menghembus nafasnya kasar, sambil memegang kepalanya lalu ia meraih kopi instan dalam botol kemudian ditenggaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments