Pagi ini tim bersiap berangkat ke lokasi pemotretan dan syuting yang berada di luar gedung. Darren ikut dalam rombongan. Dia menggunakan mobil pribadi begitu juga Natasha Daniel.
Rista naik ke dalam bus paling terakhir, begitu ia masuk seluruh kursi penumpang telah penuh. Ia pun kembali turun. "Jadi aku harus menumpang mobil siapa?" tanyanya dalam hati.
Ia melihat Darren belum berangkat masih bertelepon. Dengan membuang rasa malu dan egois, dirinya memberanikan diri mendekati pria itu.
Rista harus menunggu sampai Darren selesai menelepon, setelah itu ia mulai berbicara. "Presdir, bolehkah saya menumpang mobil anda ke lokasi?"
Darren menatap gadis yang ada dihadapannya cukup lama dengan melipat tangannya.
"Kalau tidak boleh saya bisa naik kereta api," ujarnya.
"Cepat masuk!" Darren membuka pintu pengemudi.
"Terima kasih, Tuan!" Rista berlari ke arah pintu penumpang.
"Siapa yang menyuruhmu duduk di belakang?" tanya Darren.
"Ya, tidak ada," jawab Rista.
"Duduk di depan, kau pikir aku sopirmu!" Darren lantas masuk, Rista akhirnya duduk di samping pengemudi.
Mobil melesat ke tujuan, selama perjalanan Rista hanya menatap ke depan dan kaca sampingnya. Ia tak berani melirik atau berbicara kepada Darren.
Setengah jam perjalanan, ngantuk mulai menyerangnya. Beberapa kali Rista harus menutup mulutnya agar tidak menguap.
"Aku tidak mau kau tidur di sini!" Suara Darren membuat Rista membuka matanya lebar-lebar agar tidak terpejam.
Sejam kemudian, mereka tiba di lokasi. Rista turun lebih dahulu lalu berlari ke tempat Natasha berganti pakaian.
Rista memastikan pakaian yang dikenakan sang model sempurna.
Natasha berjalan ke lokasi pemotretan dan syuting dibantu Rista.
Yuno berdiri dan Darren duduk di kursi yang sudah disterilkan.
Rista tetap berada di posisi dekat Natasha bersama dengan perias artis.
"Rista, coba atur kerah baju dikenakan Tasha!" perintah sutradara.
"Baik, Pak Sutradara!" Rista pun mendekati model merapikan kerah bajunya.
Sesekali Rista menghapus keringatnya yang menetes menggunakan tisu. Tanpa sengaja Darren melihatnya.
"Ganti pakaian yang lainnya!" teriak Sutradara.
Rista pun menyiapkan pakaian selanjutnya, karena kurang hati-hati ujung rok yang dikenakannya robek panjang hingga menampakkan pahanya.
Rista kebingungan mencari penutup bagian kakinya. Karena seluruh mata tertuju kepada wanita dengan belahan rok panjang.
Darren lantas menutup matanya, tak lama kemudian ia membuka hoodie yang dikenakannya. "Berikan ini kepadanya, suruh tutup pahanya!" perintahnya kepada Yuno menunjuk ke arah Rista.
"Baik, Tuan!" Yuno pun menghampiri Rista. "Kata Presdir pakai ini!" ia menyerahkan hoodie.
"Terima kasih," ucap Rista lirih sedikit menundukkan kepalanya karena malu. Dengan cepat ia menutup bagian pahanya dengan hoodie.
Yuno kembali menghampiri Presdir dan duduk.
-
Pemotretan sementara dihentikan karena waktunya makan siang. Natasha duduk bersama manajer, asistennya dan beberapa tim kerja termasuk Rista.
Darren, Yuno, sutradara dan fotografer makan di meja yang sama.
Makan siang bersama berlangsung tenang, namun suara gaduh terdengar dari arah meja Rista.
Natasha terjatuh dan pingsan, semua orang disekitarnya menjerit. Yuno dan Darren pun mendekat.
Dengan cepat Yuno mengangkat tubuh Natasha ke mobil, Rista dan Dian berjalan mengikutinya.
Namun tangan Darren mencegah langkah Rista. "Kau mau ke mana?"
"Ke rumah sakit, Tuan."
"Kau tetap di sini bersamaku biar dia menjadi urusan Yuno," ujar Darren.
"Baiklah, Tuan."
"Urus semuanya, pemotretan kita tunda. Aku mau kembali ke hotel," titah Darren.
"Baik, Tuan."
-
Beruntung lokasi syuting dengan rumah sakit tidak terlalu jauh hanya membutuhkan waktu 10 menit menuju ke sana.
Yuno menunggu di ruang tunggu pasien, tak lama Dian dan asistennya keluar menemuinya.
Dian menjelaskan yang dikatakan oleh dokter kepada sekretaris Presdir itu.
"Apa saya bisa bicara berdua dengannya?" Yuno meminta izin kepada Dian.
"Silahkan, Tuan!"
Yuno masuk melihat keadaan Natasha yang terbaring lemah di ranjang dengan selang infus masih tertancap ditangannya.
Natasha hanya diam, dia bingung harus bicara mulai dari mana dengan pria dingin itu.
"Bagaimana keadaanmu?" Yuno membuka pembicaraan.
"Lumayan baik, Tuan."
"Kata Presdir, pemotretan akan ditunda sampai besok pagi," ujar Yuno.
"Kenapa tidak hari ini juga diselesaikan?"
"Anda masih lemah dan butuh istirahat tidak mungkin dilanjutkan hari ini," jawab Yuno.
"Aku baik-baik saja. Besok pagi ada syuting iklan lagi," Natasha bangkit dari tidurnya.
Yuno mengisyaratkan dengan tangannya agar Natasha jangan bangun.
"Aku sudah membaik. Kita lanjutkan saja hari ini," ujarnya.
"Kami tidak mau mengambil resiko, Nona."
"Anda tenang saja, semua akan baik-baik."
"Bisa tidak kalau Nona jangan keras kepala!" Yuno berkata dengan nada sedikit meninggi.
Seketika Natasha diam, matanya mulai berkaca-kaca. Seumur hidupnya dia tak pernah dibentak.
"Maaf!" Yuno menundukkan kepalanya.
Natasha kembali membaringkan tubuhnya dan membuang wajahnya.
"Saya akan tetap di sini untuk memantau kondisi kesehatan, Nona," ujar Yuno.
"Pergilah, ada Kak Dian dan asistenku yang menemaniku," ucap Natasha.
"Nona adalah tanggung jawab saya, makanan dan minuman harus saya pastikan sehat atau tidak karena kebiasaan yang anda lakukan sangat mempengaruhi kesehatan," jelas Yuno.
Natasha kembali duduk, "Anda sangat cerewet seperti papaku!"
"Karena Papa anda begitu menyayangi, Nona."
"Apa anda juga melakukannya karena menyayangi ku?"
Yuno terdiam sesaat mendengar pertanyaan gadis yang masih berusia 21 tahun itu. "Nona adalah brand ambassador di Arta Fashion, tentunya kami menginginkan anda sehat dan baik-baik saja!"
"Tapi, saya sudah membaik!"
"Saya permisi keluar, Nona!" Yuno bergegas pamit.
Sementara di lokasi syuting, beberapa tim kerja membereskan barang-barang. Karena kegiatan pemotretan dan syuting akan dilanjutkan esok pagi.
Rista juga tampak sibuk, menyusun pakaian ke dalam koper. Setelah itu mereka kembali ke hotel. Sesampainya di kamar ia menjatuhkan tubuhnya di ranjang. "Akhirnya bisa beristirahat!" ucapnya.
"Presdir perhatian sekali padamu," celetuk salah satu sekamarnya Rista.
"Itu hanya kebetulan saja, kalau kalian tahu apa yang dilakukannya kepadaku pasti akan terkejut," tuturnya.
"Memangnya apa yang dilakukannya?"
"Dia memotong gajiku dan tak memberikan bonus sedikit pun," jawab Rista.
"Apa sebegitu kejamnya seorang Presdir?"
"Entahlah, kenapa dia begitu kejam padaku," ungkap Rista.
"Mungkin Presdir menyukaimu!"
Rista tertawa mendengarnya, "Kalau memang menyukaiku seharusnya tidak memotong gajiku."
"Benar juga."
"Sudahlah jangan bahas dia lagi, aku mau mandi!" Rista pergi ke kamar mandi. Begitu selesai memisahkan pakaian kotor dan bersih. Ia memandangi hoodie yang dipinjamkan Presdir kepadanya.
"Harganya sangat mahal, beruntung kau bisa memakainya walau cuma untuk menutupi kakimu," ujar teman satu kamarnya.
"Ya, tapi apa Presdir mau menerima ini lagi?"
"Entahlah, kami juga tidak tahu karena tak pernah memakai barang kepunyaan Presdir."
Rista teringat dengan sapu tangan, kalau Darren menolaknya. "Pasti dia takkan mau menerimanya lagi, ya sudahlah lebih baik untukku saja!" batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments