Bab 15

Adji POV

Akhirnya Winda mengetahui perbuatanku. Entah dari mana yang jelas dia sudah mengetahui semua. Kami bertengkar hebat. Aku menyangkal semua yang Winda tuduhkan padaku padahal itu benar adanya.

Aku memang pengecut. Berani berbuat tapi tidak berani mengakuinya. Aku hanya takut Winda tidak akan memaafkan aku. Aku menyangkal saja dia sudah ngotot ingin bercerai dariku, apalagi jika aku mengakuinya. Pasti dalam hitungan hari aku sudah bukan lagi suaminya.

Winda bahkan sudah datang ke rumah pak RT untuk meminta surat pengantar. Aku benar-benar tidak bisa kehilangan dia. Aku telfon kakakku, Mas Arya untuk membantuku meyakinkan Winda. Dan berhasil.

Winda mengurungkan atau mungkin menunda niatnya untuk bercerai dariku. Dia sangat marah sampai-sampai tidak mau tidur bersamaku dan memilih tidur di kamar Keisha.

Aku berusaha bersikap tenang. Nanti aku akan ajak dia jalan-jalan ke mall dan kusuruh dia belanja semua yang dia suka, pasti hilang marahnya. Pikirku segampang itu.

Iseng aku ajak Winda dan Keisha ke rumah ibuku. Jarang sekali aku membawa mereka mengunjungi ibuku. Biasanya aku datang sendirian.

Ibu tidak begitu menyukai Winda karena sebelumnya sudah menjodohkan aku dengan anak sahabatnya yang seorang perawat. Aku tidak pernah memberi tahu Winda masalah ini.

Sambutan ibu tidak begitu baik ketika kami bertiga datang. Ibu sangat acuh pada Winda. Perlakuan ibu kepada Keisha juga jauh berbeda dengan perlakuannya pada Vino, anak Maya. Aku bisa melihatnya dengan jelas tapi aku pura-pura bersikap biasa.

Aku sedang duduk di samping ibu sambil memandangi ruangan tempat kami duduk menggali kenangan masa kecilku di rumah ini. Dan entah bagaimana awalnya, tahu-tahu ibu sudah menceramahi Winda.

Dan sepertinya ibu sudah bicara cukup lama tapi aku baru menyadarinya.

"Ibu bicara apa sih?" selaku waktu itu.

Tapi ibu terus memojokkan Winda hingga aku memutuskan untuk mengajak mereka berdua pulang sebelum dua wanita dalam hidupku ini saling lempar barang pecah belah.

Aku tidak tahu jika Mas Arya sudah memberi tahu ibu soal masalahku dengan Winda. Aku tidak berpikir sejauh itu.

Memang ibu sangat keterlaluan memperlakukan Keisha, tapi aku bisa apa? Aku tidak berani menegurnya. Nanti ibu akan menganggap jika Winda telah membuatku berani melawannya, Winda juga nanti yang disalahkan. Dan ibu akan semakin tidak menyukai Winda.

Tapi aku juga tidak bisa terima melihat ibu bersikap keras pada Winda dan Keisha. Aku di posisi serba salah. Aku hanya bisa memisahkan mereka dengan mengajak Winda pulang.

Benar saja, sampai di rumah, Winda semakin marah padaku. Kemarahannya kemarin belum reda sekarang semakin marah lagi karena sikap ibuku padanya.

Dia kembali membicarakan perceraian. Bahkan keinginannya untuk bercerai dariku semakin kuat karena kata-kata ibu tadi. Sekali lagi aku tegaskan padanya, tidak akan pernah ada perceraian diantara kami.

Aku lebih memilih menghindar daripada bertengkar lagi dengannya. Aku berdiam di kamar dan memikirkan semuanya. Aku heran kenapa dia mudah sekali memutuskan ingin bercerai dariku. Apa dia tidak berpikir panjang? Apa semudah itu dia ingin mengakhiri rumah tangga kami?

Tetapi semua kembali lagi kepadaku. Aku yang membuat kesalahan, aku khilaf. Tapi tak bisakah dia membicarakan ini dulu denganku? Aku ingin memperbaiki semuanya, tidak tiba-tiba ingin bercerai seperti ini. Kata "cerai" yang sering diucapkan oleh Winda selalu membuat aku merasa bersalah.

Beberapa hari sudah berlalu. Aku tahu Winda masih marah padaku. Dia terus mendiamkan aku. Tapi aku tetap bersikap biasa kepadanya. Aku tetap merayu dan menggodanya. Biasanya dia selalu luluh dengan rayuanku tapi kali ini agak sulit.

Aku sudah mengajaknya jalan-jalan ke mall, membelikan apa yang dia suka tapi dia tetap dingin padaku. Sepertinya dia benar-benar marah padaku. Dia acuh dan semakin dingin padaku.

Biarkan saja, aku akan memberikan ruang untuknya. Mungkin itu yang sekarang dia butuhkan. Aku pikir dia hanya terbawa emosi sesaat, nanti lama-lama akan luluh juga.

Aku tidak tahu bagaimana ceritanya Winda bisa bertemu dengan Eva. Entah apa yang Eva katakan padanya, yang jelas Winda semakin mendesakku untuk mengakui perbuatanku. Aku sama saja cari mati jika sampai mengakui perbuatanku.

Eva tidak ada artinya di hidupku. Aku sendiri masih bertanya-tanya, bagaimana aku bisa tergoda. Dia hanya kesalahan yang tidak akan pernah aku ulangi. Pokoknya hanya akan ada Winda di hidupku.

Aku terus menyangkal semua yang dia tuduhkan padaku, walaupun semakin lama rasa bersalah semakin menggerogoti perasaanku.

Selama aku tidak mengakui perbuatanku dan Winda tidak punya bukti apa-apa, dia tidak akan bisa bercerai dariku. Yang jelas aku tidak ingin berpisah dari gemoy-ku itu.

Tiba-tiba suatu siang aku merasakan sakit yang luar biasa di kakiku. Sudah coba kutahan tapi aku tidak kuat. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang lebih awal.

Dan di sinilah keterpurukanku di mulai. Ini seperti sakit biasa. Tidak ada luka, hanya kadang-kadang bengkak tapi tidak tahu kenapa tidak kunjung sembuh.

Sampai saat ini dia masih marah padaku. Ya, aku bisa memaklumi itu. Dia bicara padaku seperlunya. Dia hanya masuk ke kamarku untuk mengantarkan obat dan makanan. Tapi aku bersyukur dia masih mau merawatku.

Jujur aku merindukan Winda-ku yang dulu. Winda yang balas menggodaku ketika aku aku menggodanya. Winda yang sering meladeni keluhanku dengan guyonannya sehingga aku tidak jadi mengeluh tapi justru tertawa.

Aku rindu Winda-ku. Aku rindu memeluk tubuh bohay-nya. Aku rindu semuanya tentang Winda. Kini sulit sekali menyentuhnya.

Kadang aku seperti merasa Winda sedang mengelus-elus kakiku. Aku tidak tahu itu halusinasi atau nyata karena Winda selalu muncul saat aku sedang kesakitan.

Pernah suatu pagi aku ingin menanyakannya padanya tapi aku urungkan. Aku yakin itu hanya halusinasi akibat sakit yang aku rasakan dan juga karena aku begitu merindukannya.

Suatu hari ibu menjengukku di rumah. Kebetulan Winda sedang tidak di rumah. Ibu membawakan aku masakannya, makanan kesukaanku.

Ibu sudah cukup lama di rumahku tapi Winda belum juga pulang. Aku berharap Winda pulang setelah ibu pulang, agar mereka tidak usah bertemu sekalian.

Ditambah saat ini sedang ada orang bersih-bersih di rumah. Ibu pasti berpikiran yang tidak-tidak tentang Winda. Aku khawatir sekali jika dua wanita yang aku cintai ini sampai bertemu.

Tapi harapanku tidak sesuai kenyataan. Winda sudah pulang. Aku mendengar suara sepeda motornya. Ibuku juga mendengarnya.

Ibu menunggu di kamarku tapi Winda tidak kunjung masuk ke kamar. Akhirnya Ibu mendatangi Winda.

Dan seperti yang aku khawatirkan, ibuku langsung melemparkan kata demi kata yang menusuk perasaan. Terdengar jelas dari tempatku duduk bagaimana ibu memarahi Winda, melimpahkan semua kesalahan padanya.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Winda. Aku yang hanya mendengar saja sakit rasanya, apalagi Winda. Dan sampai sekarang aku masih heran bagaimana dia bisa sabar menghadapi sikap ibu yang seperti itu.

Terpopuler

Comments

Tri Soen

Tri Soen

Maka nya belain donk pas ibu kamu marah2 ke Winda...

2022-11-06

0

🍂Daun 🍁 Kering🍂

🍂Daun 🍁 Kering🍂

NEXT!!!

2022-07-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!