Bab 20

Akhirnya aku bisa kembali merebahkan tubuhku di ranjangku setelah empat hari menginap di rumah sakit. Pagi tadi dokter sudah memperbolehkan Keisha pulang.

Mas Adji menyambut kepulangan kami dengan wajah penuh harap. Begitu masuk ke dalam rumah dia langsung memeluk aku dan Keisha.

Entah apa yang sedang Mas Adji pikirkan, tapi aku merasakan pelukannya begitu hangat dan tulus. Aku bisa melihat kebahagiaan di matanya ketika melihat kami berdua.

Selama Keisha di rumah sakit Mas Adji sama sekali tidak menjenguk Keisha. Tidak masalah bagiku, aku bisa memaklumi keadaannya.

Aku fokus menunggu Keisha di rumah sakit dan ibulah yang mengurus semua keperluan Mas Adji di rumah. Aku heran kemana keluarga Mas Adji, tidak ada satupun yang menjenguk Keisha atau sekedar menanyakan keadaannya. Tapi ya sudahlah. Mungkin mereka sudah tidak menganggap Mas Adji sebagai keluarga mereka. Anggap saja suamiku sebatang kara.

Aku duduk di sofa setelah membereskan baju kotor yang aku bawa dari rumah sakit. Aku tidak perlu capek-capek membersihkan rumah karena ibu sudah melakukannya.

Ibu ... apa jadinya aku tanpamu.

Mas Adji berjalan menggunakan tongkatnya menghampiriku, kemudian dia duduk di sampingku.

"Maafkan aku Win, aku tidak bisa menggantikan kamu menjaga Keisha di rumah sakit."

"Sudahlah Mas, kita sama-sama tahu kondisimu. Yang penting sekarang Keisha sudah sembuh."

Situasi menjadi canggung. Lalu kami berdua sama-sama terdiam. Pikiranku pun melayang entah kemana.

"Win ... Winda ... "

Suara Mas Adji menyadarkanku.

"Kamu sering melamun sekarang. Ceritalah padaku Win. Jangan kamu pendam sendiri," ucap Mas Adji lembut.

Aku masih diam.

"Mungkin aku tidak bisa membantu, tapi setidaknya menceritakan masalahmu bisa membuatmu merasa lebih baik."

Aku pandangi wajah Mas Adji. Sungguh aku sangat merindukan laki-laki ini. Rasa benci dan marah yang dulu memenuhi hatiku perlahan surut berganti dengan rasa kasihan. Keinginanku untuk berpisah dengannya pun mulai memudar meski aku belum bisa memaafkannya.

Bagaimanapun juga, laki-laki di sampingku ini adalah pilihanku. Dia telah bersedia menerimaku apa adanya. Dia hanya manusia biasa yang bisa membuat kesalahan. Dan aku juga manusia biasa yang perasaannya bisa berubah-ubah dan kadang plin plan. Jadi mungkin aku akan berusaha melupakan kesalahannya dan juga memaafkannya.

"Win ... "

Mas Adji kembali menyadarkanku dari lamunan, kemudian aku memalingkan wajahku dari Mas Adji.

"Kamu nggak apa-apa? Sebaiknya kamu istirahat. Mungkin kamu kecapekan."

"Aku menggunakan sisa uang yang kita punya untuk biaya rumah sakit Keisha. Aku juga meminjam uang pada ibu karena uangku masih belum cukup." Akhirnya aku mengutarakan isi pikiranku.

"Tidak apa-apa Win, nanti kalau aku sudah sehat aku akan kembali bekerja. Akan aku lunasi hutang kita pada ibu."

"Tapi kamu tidak bisa melanjutkan terapi karena uang kita sudah habis."

Mas Adji menghela nafas berat.

"Nggak apa-apa. Seharusnya aku minta maaf sama kamu. Sebagai seorang suami aku tidak bisa menafkahi kamu, mencukupi kebutuhanmu. Aku sudah menyebabkan kamu dan Keisha menderita dan hidup kekurangan. Aku tidak bisa menjaga kamu dan Keisha."

Suara Mas Adji semakin lama terdengar semakin berat.

"Aku ke kamar dulu ... "

Untuk kesekian kalinya Mas Adji meninggalkan aku sendirian tanpa mau menatapku. Mungkinkah dia kecewa karena tidak bisa melanjutkan terapi?

...****************...

Ku urungkan niatku ke kamar Mas Adji karena mendengar dia sedang berbicara dengan ibunya di telepon.

"Ibu tidak menjenguk Keisha?"

" ... "

"Iya Bu, Keisha sudah keluar dari rumah sakit. Dia sudah lebih baik setelah dioperasi."

" ... "

"Aku kan sudah lama nggak kerja Bu, nanti kalau aku sudah kerja lagi pasti ibu aku kasih uang bulanan seperti biasanya."

" ... "

"Apa ibu tidak bisa luangkan waktu sebentar saja untuk menengok Keisha?"

" ... "

"Ibu ... Halo ... "

Aku diam di depan pintu kamar Mas Adji mendengarkan percakapan Mas Adji dan ibunya melalui sambungan telepon. Aku menunggu beberapa saat dan tidak mendengar Mas Adji bicara lagi.

Kupastikan Mas Adji sudah selesai bicara dengan ibunya barulah aku mengetuk pintu kamarnya.

"Makan malam sudah siap Mas. Kamu mau makan di kamar atau di meja makan?" teriakku dari balik pintu. Aku bertanya demikian karena sudah terbiasa mengantarkan makanan Mas Adji ke kamar.

"Di meja makan saja Win, kalian duluan. Nanti aku bergabung," balasnya tanpa membuka pintu.

Setelah beberapa saat Mas Adji bergabung dengan aku dan Keisha di meja makan. Mas Adji sempat membelai rambut rambut Keisha sebelum duduk.

"Anak Papa sudah sembuh?"

Keisha mengangguk dan tersenyum melihat papanya.

"Mata Papa kok merah?"

"Oh ... Ini Papa habis cuci muka, mungkin terkena sabun." Mas Adji beralasan.

"Maafkan Papa ya Kei, Papa nggak bisa menemani Keisha selama Keisha di rawat di rumah sakit."

"Nggak apa-apa Pa, Papa kan juga sedang sakit. Udah ada Mama yang jagain Keisha. Harusnya Keisha yang minta maaf sama Papa."

"Kok Keisha yang minta maaf?"

"Gara-gara Keisha sakit, mama jadi nggak bisa merawat papa. Mama ninggalin papa di rumah sendirian karena harus jagain Keisha."

Aku bisa melihat mata Mas Adji berkaca-kaca setelah mendengar jawaban Keisha.

"Kan ada nenek sama kakek, jadi papa nggak sendirian," jawab Mas Adji dengan suara parau.

Selesai makan malam, kami menghabiskan waktu menemani Keisha bermain. Setelah itu barulah kami menuju kamar masing-masing untuk tidur. Mas Adji ke kamarnya dan aku ke kamar Keisha.

...****************...

Aku berputar mengelilingi kota membawa map berisi lamaran pekerjaan. Dari pabrik satu ke pabrik yang lain sudah aku coba tapi hasilnya nihil. Saat ini sulit sekali untuk mendapatkan pekerjaan.

Setelah lewat tengah hari akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Tapi aku tidak menyerah. Besok aku akan berusaha lagi. Aku tidak boleh menyerah, demi Keisha.

Aku mampir sebentar ke toko swalayan dekat rumah untuk membeli pembalut wanita karena aku sedang datang bulan. Aku sudah tidak melakukan suntik pencegah kehamilan sehingga menstruasiku lancar.

Aku memang sengaja tidak melakukannya karena sudah berbulan-bulan aku tidak berhubungan suami-istri dengan Mas Adji, jadi tidak ada gunanya menurutku.

Aku langsung berjalan menuju rak bagian pembalut wanita lalu memilih pembalut yang paling murah. Setelah itu aku membayar di kasir.

Ketika aku hendak keluar dari toko aku tidak sengaja melihat kertas bertuliskan "lowongan pekerjaan" tertempel di pintu. Mungkin tadi aku terburu-buru ketika masuk hingga tidak memperhatikannya. Aku pun kembali ke meja kasir untuk menanyakan lowongan yang di maksud tulisan tersebut.

Kasir itu menjelaskan jika toko ini sedang membuka lowongan untuk satu orang sebagai penjaga toko. Dengan semangat aku mengatakan pada kasir itu jika aku ingin mendaftar, kebetulan aku juga sudah membawa surat lamaran.

Tapi kasir itu menyarankan untuk kembali besok dan bertemu langsung kepada pemilik toko. Aku pun menyetujui sarannya.

Aku meninggalkan toko itu dengan perasaan lega. Entah besok pemilik toko itu akan menerimaku atau tidak, tapi setidaknya aku punya sedikit harapan.

Terpopuler

Comments

meilanyokey

meilanyokey

semangat mmh tangguh pejuang keluarga kamu pasti bisa

2023-05-30

0

Tri Soen

Tri Soen

Mana keluarga nya Adji gak ada yg mau peduli kan ya disaat Adji udah gak berdaya....

2022-11-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!