Bab 14

Adji POV

Aku menikah dengan wanita yang sangat aku cintai, Winda. Meski ibuku tidak menyukai wanita pilihanku tapi aku tetap menikahinya.

Winda bersedia menerimaku ketika aku masih bukan siapa-siapa. Waktu itu gajinya sebagai SPG bahkan tiga kali lipat dari gajiku sebagai karyawan swasta biasa. Tetapi dia tetap memilihku.

Singkat cerita, kami menikah. Hidup kami bahagia. Karirku perlahan menanjak. Aku naik jabatan menjadi supervisor. Winda juga masih terus bekerja. Kami sama-sama mengumpulkan uang dan bisa membangun rumah dalam waktu yang singkat.

Kenaikan jabatanku membawaku ke pergaulan yang lebih luas. Aku mulai sering mengikuti pertemuan, rapat, seminar dan kegiatan semacam itu.

Sering kali aku disuguhi minuman keras setelah acara selesai. Aku tidak pernah menyentuh minuman seperti itu seumur hidupku. Awalnya aku menghindarinya. Aku hanya memesan minuman ringan sementara teman-temanku meminum alkohol.

Tapi mereka menghinaku, menyebutku ketinggalan, kuno, manusia purba, udik dan sebagainya. Naluriku sebagai laki-laki pun tidak terima dikatakan demikian. Aku mulai mencicipi minuman itu. Rasanya tidak enak, bahkan kepalaku pusing setelah meminumnya untuk pertama kali.

Lama-kelamaan aku pun terbiasa. Aku menjadi candu dengan minuman itu. Aku seperti tidak bisa terlepas darinya. Hidupku yang tadinya lurus menjadi melenceng karenanya. Aku jadi sering pulang larut karena setiap pulang kerja teman-temanku mengajakku minum-minum. Aku tidak bisa menolak ajakan mereka.

Aku jadi sering bertengkar dengan Winda karena itu. Seringkali aku pulang tengah malam dan melihat dia tertidur di sofa karena menungguku. Lalu pagi harinya aku menyesal telah jahat sekali padanya.

Tetapi aku terlalu menikmati dunia yang baru aku kenal ini. Kebiasaan baruku ini benar-benar merubah hidupku dalam waktu yang sangat singkat.

Hingga aku naik jabatan lagi, dan kebiasaan baruku ini semakin menjadi-jadi. Ini bukan lagi sebuah kebiasaan, tapi hobi yang mulai mengakar di dalam tubuhku.

Aku bahkan tidak bisa menemani Winda melahirkan karena aku sedang karaoke dan mabuk bersama teman-temanku. Waktu itu kami semua sepakat untuk mematikan ponsel kami agar tidak diganggu pasangan kami. Yah, kami semua laki-laki jadi mungkin ingin bermain sedikit "nakal" malam itu.

Aku sempat menolak tapi mereka terus mendesakku. Siapa yang tidak melakukannya dianggap pengecut dan dicap sebagai suami takut istri. Akhirnya aku mengikuti aturan mereka. Kumatikan ponselku seperti mereka.

Betapa aku menyesal malam itu. Malam dimana putriku lahir. Winda sangat marah padaku. Dia sampai tidak mengijinkan aku mendekati anakku. Bahkan melihat wajahnya saja aku tidak diijinkan.

Aku berlutut di depan pintu kamar dia dirawat. Hanya sebatas itu aku diperbolehkan mendekatinya. Beruntung waktu itu menjelang subuh, jadi tidak ada yang melihatku.

Aku memohon padanya agar dia mau memaafkan aku dan mengijinkan aku menggendong putriku. Dengan segala janji aku ucapakan, akhirnya dia memaafkan aku. Tapi tidak serta merta mengijinkan aku menyentuh Keisha.

Dia memintaku pulang terlebih dahulu, mandi dan membersihkan badanku agar aroma alkohol di tubuhku hilang. Aku tidak tahu apa maksudnya tapi aku mengikuti keinginannya. Apapun aku lakukan asal dia memaafkan aku. Sampai di rumah bukannya mandi, aku justru terlelap karena pengaruh alkohol dalam tubuhku.

Sudah hampir siang baru aku terbangun. Dengan terburu-buru, ku bersihkan badanku. Aku rutuki kebodohanku. Winda baru saja memaafkan aku tapi aku sudah membuat kesalahan lagi.

Aku sampai di rumah sakit ketika semua orang sudah berkumpul. Keluargaku, bapak dan ibu mertuaku semuanya ada di sana kecuali aku.

Hebatnya, Winda mengatakan kepada mereka semua jika dialah yang menyuruh aku pulang untuk istirahat. Dia bilang aku kelelahan karena semalaman menemaninya.

Bersyukur sekali aku menikah dengannya, aku tidak salah pilih. Dia wanita hebat yang mau menutupi kebusukanku di depan semua orang, termasuk keluargaku. Dalam hatiku aku berjanji tidak akan mengecewakan dia lagi.

Tapi ternyata aku tidak bisa menepati janjiku. Aku tidak bisa menolak godaan teman-temanku untuk minum dan karaoke lagi. Sekali lagi, aku sudah kecanduan kenikmatan dunia yang baru aku ketahui ini.

Sebulan kemudian aku sudah kembali lagi ke kebiasaan burukku. Aku kembali mabuk-mabukan. Aku dan Winda jadi semakin sering bertengkar. Aku bahkan jarang menyentuh putriku karena saking sibuknya dengan duniaku. Pulang kerja, mandi dan pergi lagi. Seperti itu hampir setiap hari.

Seringkali Winda marah padaku. Lama kelamaan Winda mendiamkan aku, dia acuh padaku. Dia tidak pernah marah-marah lagi jika aku pulang larut dan mabuk. Aku senang sekali. Aku pikir itu artinya dia sudah bisa menerima hobi baruku ini. Setiap kali aku pulang dan dia tidak marah, aku memberinya uang lebih.

Menurutku, suami yang bertanggung jawab adalah suami yang bisa mencukupi semua kebutuhan istri dan anaknya. Dan aku sudah memenuhi semua itu. Jadi aku tidak menelantarkan mereka kan? Aku biarkan dia melakukan apa yang dia suka. Dan dia juga membiarkan aku melakukan apa yang aku suka.

Aku juga tidak peduli dengan tubuhnya yang sekarang. Orang-orang bilang dia gendut atau gembrot, tapi bagiku dia bohay dan gemoy. Pipinya yang menggembung setiap kali tersenyum membuatku semakin gemas melihatnya. Aku tidak keberatan dia tetap seperti itu.

Aku memang sering meninggalkan dia untuk bersenang-senang dengan teman-temanku, tapi bukan berarti aku sudah tidak mencintainya. Dia adalah cintaku satu-satunya dan selamanya. Teman-temanku sampai menjuluki aku si bucin, tapi aku memang sangat mencintainya.

Kami sudah jarang bertengkar. Winda seolah tidak peduli pada kebiasaanku mabuk. Dia cuek saja asal aku memberinya uang lebih. Aku pun semakin menjadi-jadi.

Dan disinilah aku membuat kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku tergoda ketika seorang temanku memberi tahu ada seorang janda yang bisa "dipakai" di desanya. Dia seorang tukang pijat tapi juga bisa "melayani" yang lainnya.

Sungguh aku tidak pernah tergoda wanita manapun sebelumnya. Bahkan ketika teman-temanku langsung check in bersama gadis pemandu karaoke, aku lebih memilih pulang dan menyalurkan hasratku kepada istriku yang bohay itu. Tidak pernah terpikirkan olehku untuk menyentuh wanita lain selain istriku.

Tapi entah kenapa kali ini aku tergoda. Temanku sering bercerita tentang janda itu dengan menggebu. Sudah beberapa kali dia "memakai" jasanya. Ceritanya sungguh membuatku penasaran. Temanku terus mendorongku agar aku juga merasakannya.

"Kamu coba pijat aja, kalau nggak suka ya udah. Tapi aku jamin kamu pasti suka." Begitu ucap temanku.

Aku pun jadi semakin penasaran. Iseng aku meminta nomor Eva, nama janda itu.

Awalnya aku hanya ingin menjawab rasa penasaranku atas sosok Eva yang selalu diceritakan oleh temanku. Aku datang ke rumah Eva untuk pijat. Toh hanya pijat, tidak masalah selama Winda tidak tahu, pikirku waktu itu.

Eva cukup menarik. Sebenarnya Winda jauh lebih cantik dan pintar. Bahkan dari tutur kata dan caranya berpakaian, Eva terlihat murahan. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Winda-ku.

Tapi ada sesuatu yang menarik dari diri Eva. Aku tidak tahu itu apa. Sesuatu yang membuatku ingin merasakan "layanan" lain yang sering dibicarakan temanku.

Aku sering melihat gadis pemandu karaoke yang lebih cantik dan seksi, tapi aku tidak pernah ingin menyentuh mereka. Tapi Eva berbeda. Dia seperti punya magnet yang menarikku datang ke rumahnya untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini aku benar-benar tergoda.

Terpopuler

Comments

Tri Soen

Tri Soen

Kalau saja Adji punya pendirian yang kuat gak terpengaruh dengan gaya hidup teman2 nya pasti rumah tangga nya aman2 aja ...

2022-11-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!