Bab 6

Aku mendengar suara pintu depan di buka. Sebelumnya aku juga mendengar suara mobil memasuki halaman.

"Ma ... Ada yang datang," ucap Keisha sambil terus mengerjakan tugas sekolahnya.

"Iya ... Mama juga dengar. Siapa ya ... "gumamku.

Aku hentikan kegiatanku melihat baju-baju di online shop. Ku letakkan ponselku dan beranjak untuk melihat siapa yang datang.

"Sebentar ya Kei, kamu di sini saja lanjutkan tugasmu. Mama mau lihat siapa di depan."

Keisha mengangguk dan melanjutkan apa yang sedang dikerjakannya.

Aku melihat Mas Adji memasuki ruang tamu. Tidak biasanya jam segini dia sudah pulang. Harusnya dua jam lagi baru dia pulang, itupun kalau dia tidak mampir-mampir dulu.

Aku perhatikan Mas Adji berjalan pincang. Apa ada yang salah? Ada dia sakit?

"Kamu nggak apa-apa Mas?" reflek bibir ini bertanya seperti itu karena aku melihat dia meringis menahan sakit.

Aku memang masih marah padanya, tetapi aku juga tidak tega melihatnya kesakitan seperti itu. Bagaimanapun juga, sudah tujuh tahun aku hidup bersamanya. Tidak mungkin jika aku bisa langsung tidak peduli padanya.

"Aku juga nggak tahu Win. Sejak tadi pergelangan kakiku sakit. Dari tadi sudah aku tahan, tapi lama-lama nggak kuat juga. Ini rasanya nyeri banget, apalagi kalau buat jalan," jawabnya.

Akhirnya Mas Adji berhenti dan duduk di sofa ruang tamu karena sudah tidak sanggup lagi berjalan.

"Aku diantar temanku. Ini buat menginjak gas aja nggak kuat. Mobilnya aku tinggal di kantor biar besok diantarkan sopir kantor." Mas Adji bicara sambil memijit-mijit kakinya.

"Kuambilkan minum?"

Mas Adjie mengangguk. "Air putih saja."

Bergegas aku menuju dapur mengambil air putih untuk Mas Adji.

"Sebaiknya dibawa ke dokter," ucapku datar.

"Nanti malam Mas Arya yang akan mengantarku. Aku sudah memberi tahu dia tadi."

Tentu saja! Bagaimana aku bisa lupa kalau Mas Arya selalu menjadi yang nomor satu mengetahui hal apapun di dalam rumah tangga kami.

Setelah merasa lebih baik, Mas Adji kembali berdiri dan melanjutkan langkahnya menuju kamar.

"Aku ke kamar dulu, siapa tahu bisa mendingan jika aku luruskan kakiku."

Aku pun memilih untuk menemani Keisha mengerjakan tugas sekolahnya.

Malam harinya...

Mas Adji dan Mas Arya baru saja pulang dari rumah sakit. Aku dan Keisha menyambut mereka di depan rumah.

"Apa kata dokter Mas?" tanyaku setelah kami semua duduk di ruang tamu.

"Dokter bilang kadar asam urat Adji tinggi. Sudah diberi obat. Nanti pasti sembuh, bukan penyakit serius kok," terang Mas Arya. Seperti biasa, Mas Adji tidak banyak bicara jika ada kakaknya.

Setelah itu Mas Arya menerangkan apa saja yang harus aku lakukan, makanan yang boleh dan pantang dimakan oleh Mas Adji dan sebagainya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku mendengar penjelasan panjang lebar dari Mas Arya.

"Ya sudah kalau ngerti, aku mau pulang."

"Ya Mas, terima kasih."

"Jangan lupa obatnya di minum!" ucap Mas Arya.

"Win, kamu pastikan Adji minum obatnya setiap hari." Aku mengangguk.

Setelah memastikan Mas Adji meminum obatnya, aku segera menyusul Keisha tidur di kamarnya. Sampai saat ini aku belum ingin kembali tidur di kamarku dan Mas Adji. Aku memilih tidur bersama Keisha.

Menjelang dini hari aku mendengar Mas Adji berteriak memanggilku. Aku pun bangun dan bergegas mendatangi kamarnya. Tanpa mengetuk pintu, aku langsung masuk saja ke dalam kamar.

"Ada apa Mas?" tanyaku langsung.

"Kakiku sakit sekali," rintih Mas Adji. Dia terlihat sangat kesakitan sambil terus memegangi pergelangan kakinya. Sementara tubuhnya terlihat basah oleh keringat.

Aku mendekat lalu duduk di tepian tempat tidur Mas Adji. Aku perhatikan kaki Mas Adji yang masih terus dia pegangi.

"Kakimu bengkak Mas!" ucapku terkejut.

"Iya Win ... Aku tahu. Ini sakit sekali ... Rasanya seperti nggak bisa digerakkan."

"Biar aku kompres air dingin."

Aku berlari menuju dapur untuk mengambil air dingin setelah itu kembali lagi untuk mengompres kaki Mas Adji.

"Bukankah tadi sebelum tidur sudah minum obat? Kenapa malah semakin parah begini?"

"Aku juga nggak tau Win ... "

Dengan telaten aku mengompres kaki Mas Adji. Dia terus memperhatikan aku selama aku melakukannya hingga terlihat seperti lupa dengan rasa sakitnya.

Setelah Mas Adji merasa lebih baikan, aku pun pamit untuk kembali ke kamarku. Sudah tidak ada lagi yang harus aku lakukan.

Mas Adji memegang tanganku ketika aku hendak berdiri.

"Win ... " Mas Adji ingin bicara tapi terlihat ragu.

"Ada lagi Mas?"

"Tidurlah di sini bersamaku. Ini kamar kita. Kamu masih istriku."

Aku berpikir sebentar. Sebenarnya aku tidak tega, Mas Adji terlihat sangat berharap aku mengabulkan permintaannya untuk kembali tidur bersamanya.

"Tidak ... Aku tidur bersama Keisha saja," jawabku tegas.

"Tapi sampai kapan Win?"

"Entahlah, mungkin sampai kita bercerai!"

"Apa kamu tidak bisa memaafkan aku?"

"Selamat tidur Mas." Aku pun meninggalkan Mas Adji seorang diri.

Aku kembali ke kamarku dan Keisha, lebih tepatnya kamar sementara kami sampai aku bercerai dengan Mas Adji.

Pagi harinya Mas Adji memaksakan dirinya untuk berjalan ke ruang makan. Aku lihat dia sudah lebih baik meski jalannya masih pincang. Aku sudah memasak menu sehat seperti yang Mas Arya anjurkan kemarin sore.

"Papa Nggak kerja?" tanya Keisha sambil mengamati papanya yang masih mengenakan celana dan kaos pendek rumahan.

"Kaki Papa masih sakit Kei," jawab Mas Adji sambil menunjukkan pergelangan kakinya yang masih sedikit bengkak.

"Nanti pulang sekolah, Keisha temenin papa di rumah ya ... "

"Nggak ah Pa ... Keisha mau maun sama teman-teman Keisha."

"Kok main sih Kei? Kan Papa lagi sakit?"

"Biasanya kalau Keisha lagi sakit, Papa juga nggak pernah nemenin Keisha kan? Papa pergi terus sama teman-teman papa."

Jawaban Keisha membuatku tersedak. Aku tidak menyangka dia akan menjawab seperti itu. Mas Adji pun demikian.

"Papa kan harus kerja Kei ..."

"Tapi pulang kerja Papa pergi lagi kan? Mama terus yang nemenin Keisha."

Aku tidak habis pikir bagaimana Keisha bisa menjawab seperti itu. Mungkin dia menyimpulkan sendiri atas apa yang dia lihat selama ini. Entahlah, yang jelas aku tidak pernah mengajarinya seperti itu. Aku juga tidak pernah memberi tahu kebiasaan buruk Mas Adji kepadanya.

Mas Adji terdiam. Mungkin jawaban Keisha tadi menyinggungnya atau justru membuatnya menyadari kesalahannya. Tetapi memang seperti itu kenyataannya. Mas Adji jarang di rumah. Bahkan ketika Keisha sakit pun dia lebih memilih untuk pergi bersama teman-temannya dibandingkan menemani anaknya.

"Yuk ... Mama antar sekarang."

"Sebentar Ma ... Aku habiskan susuku dulu."

"Win, tolong ambilkan obatku sebelum pergi." Aku mengangguk.

"Kamu tunggu di depan ya Kei, Mama mau ambil obatnya papa dulu di kamar."

Keisha melakukan apa yang aku perintahkan, sementara aku mengambilkan obat untuk Mas Adji.

Terpopuler

Comments

wuland

wuland

karena Keisha lebih dekat dgn mamanya, jadi pada saat papanya sakit, dia tdk care ke papanya. Syukurin Dji

2023-01-26

0

🍂Daun 🍁 Kering🍂

🍂Daun 🍁 Kering🍂

NEXT!!!

2022-07-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!