8. Bawa Ayahku Pulang

Bawa Ayahku Pulang.

Rachel tidak bisa membungkam semua mulut yang mencibir dan mencemooh dirinya sesuka hati, ia juga tidak bisa berada dengan orang-orang munafik dalam satu ruangan yang sama. Rachel bukan tidak tahu siapa-siapa saja yang memakai topeng di wajahnya, mereka terang-terangan memuji di depan, tapi tidak segan mengumpat di belakang.

Memiliki tanggung jawab besar menjadi alasan Rachel bertahan selama ini. Tapi, kejadian hari ini benar-benar hampir menjatuhkan mental Rachel, meskipun kedua wanita tadi sudah mendapatkan sanksi dari Lian, tetap saja Rachel butuh waktu menenangkan dirinya sendiri.

"Saya siap dipindahkan ke Jakarta, Pak," ucap Rachel kepada manager HRD yang masih setia menunggu jawabannya. Cukup lama ia bergelud dengan dirinya sendiri, akhirnya egonya kalah juga.

"Itu pilihan yang tepat, El. Saya sudah siapkan beberapa berkas pemindahan kamu ke kantor pusat. Nanti pak Lian yang mengantarmu. Jadi, kamu atur waktu sama pak Lian aja."

Rachel menghembuskan nafas di udara, kalau seperti ini maka sia-sia, maksud hati ingin menjaga jarak dari Lian, tapi justru pertemuan mereka akan semakin intens.

"Saya bisa berangkat sendirian, Pak."

"Nggak usah, El. Ini sudah prosedur kantor. Lagi, Pak Lian memang bertugas di sana. Proyek ini dia sendiri yang megang."

"Kalau gitu saya semakin tidak enak hati, dong, Pak. Saya ... udah bikin kesalahan sama pak Lian. Saya nggak yakin pak Lian memaklumi posisi saya, Pak."

Kesalahan sudah terang-terangan menolak perasaan Lian beberapa saat yang lalu.

"Kamu belum kenal pak Lian dengan baik, sih...dia bahkan lebih memaklumi kamu dari saya. Buktinya, Lian tidak memersalahkan status kamu sebagai singgle mom."

Benarkah seperti itu adanya?

"Saya tahu, anak muda itu sering memerhatikan kamu dalam diam, kayaknya Lian suka sama kamu, El...."

"Pak---

"Saya bicara bukan sebagai atasanmu, tapi sebagai orang tuamu, anggap saja ini nasihat dari ayahmu. Kubur dalam masa lalumu, El. Coba buka dan siapkan hatimu untuk diisi pria lain. Apalagi laki-laki seperti Lian. Saya bisa menjamin seratus persen kalau Lian orang baik. Pikirkan anakmu ... dia juga butuh figur seorang ayah."

Rachel menunduk lesu, ia paling lemah bila membahas Kalea. Ya, meskipun bisa dipastikan Rachel bisa mencukupi semua kebutuhan Kalea, tapi Rachel tidak tahu seperti apa batin Kalea sebenarnya.

"Kalea tidak butuh figur seorang ayah, Pak. Saya bisa menjadi ibu sekaligus ayah untuk anak saya."

Darmaji membenarkan bingkai kaca mata yang ia kenakkan. Sepertinya, ia memang tidak akan bisa menang bila berdebat dengan Rachel.

"Jadi, kamu akan menjawab apa kalau anakmu bertanya di mana ayahnya?"

Bibir Rachel terkatup rapat, dirinya belum memersiapkan kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. Tidak mungkin Rachel mengatakan kalau ayah Kalea sudah meninggal 'kan?

Meskipun luka yang didera Rachel tergolong luka ringan, tapi Lian tidak mengizinkan Rachel kembali ke meja kerjanya. Ketika Rachel keluar dari ruangannya dia sudah mengijinkan Rachel meninggalkan kantor.

***

KALEA BAKERY

Sebuah ruko dua lantai bertuliskan nama sang buah hati menjadi tempat tinggal Rachel dan Audy selama di Surabaya. Uang dari hasil penjualan rumah peninggalan orang tua mereka beberapa tahun yang lalu digunakan sebagai modal untuk membuka usaha kecil-kecilan yang dikelola Audy. Dari toko kue ini juga Rachel bisa membayar uang kuliah dan lulus tanpa hambatan.

"Bolos, El?" Pertanyaan menyapa saat pintu berbahan kaca didorong dari luar. Jordy saat itu berada dibalik kasir.

"Nuduh ... curiga terus sama aku, nih ada insiden kecil." Rachel menunjukkan tangannya yang didapati gelak tawa dari jordy.

"Resiko orang cantik memang begitu," ucap Jordy bisa menebak perkara yang dihadapi Rachel.

"Hem, Kalea mana?" Rachel bertanya setelah dirasa tidak ada keberadaan Kalea di sana.

"Main di taman sama anak-anak!"

"Kenapa dibiarkan main sendirian?"

"Aku sibuk, Audy ketemuan sama klien yang mau pesen kue untuk arisan."

Sontak, Rachel yang dilanda panik langsung memutar badan mencari anaknya di taman. Anak seusia Kalea tidak boleh dibiarkan main tanpa pengawasan orang dewasa, apalagi belakangan kejahatan semakin marak.

Kecemasannya bertambah saat Rachel mendengar obrolan putrinya dengan anak tetangga. Dirinya yang belum siap mendengar pertanyaan itu langsung naik darah bersamaan dengan jantung yang hampir mau jatuh.

"KALEA!!!" Teriakkan Rachel menarik perhatian beberapa orang terutama Kalea dan Romeo.

"Mo... Ibu," ucap Kalea lirih, ia jatuhkan boneka pemberian Ken tadi saat sang ibu mendekatinya.

"Pulang!" Rachel impulsif menarik tangan Kalea. "Jangan pernah keluar rumah tanpa ijin dari ibu!" sentaknya sambil membawa Kalea pergi dari taman.

Bentakan Rachel membut air mata Kalea luruh. "Sakit, Bu...," ucapnya sambil tergugu.

Rachel terkesiap dengan apa yang telah ia lakukan terhadap Kalea. Ini pertama kalinya ia memarahi Kalea bahkan sampai membuat anaknya menangis.

"Maaf, ya, Nak...ma'afkan ibu." Tangan Rachel yang hendak merengkuh wajah Kalea ditepis kasar, mata Kalea memerah menatapnya. "Kal...."

"Ibu jahat! Kalea benci! Ibu nggak sayang sama Kal!" Kalea berlari kencang meninggalkan ibunya.

"Ibu nggak bermaksud seperti itu, Kal," lirih Rachel bersamaan dengan air mata penyesalan yang ikut membasahi wajah. "Ibu belum siap menerima pertanyaan itu, maafkan ibu belum bisa cerita tentang ayahmu, Kal...."

Dua hari sejak kejadian di taman Kalea mendiamkan Rachel. Hatinya masih sakit ketika Rachel membentaknya di depan banyak orang, ia juga memilih tidur di kamar Audy.

"Kalea masih marah sama aku, Kak?" Rachel menatap nanar pintu kamar Audy yang masih tertutup rapat.

"Iya, dia belum mau ketemu sama kamu." Audy menjawab sambil menata makanan di piring Kalea untuk ia bawa ke kamar. "Kakak udah berusaha bujuk dia, tapi Kalea tetap nggak mau keluar kamar. Kayaknya keras kepalnya itu nurun dari bapaknya!" cetus Audy tanpa sadar.

Rachel menghela nafas panjang, selera makannya hilang sudah.

"Hari ini aku mau ke Jakarta, gimana mau pergi kalau Kalea masih marah sama aku?"

Ya, sebelumnya Audy sudah memberi izin untuk Rachel pindah ke Jakarta. Meskipun hati kecilnya khawatir kelak Rachel akan bertemu dengan Kenzi, tapi Audy yakin tidak akan ada yang namanya CLBK diantara mereka, sebab Rachel sudah sangat membenci Kenzi. Ya ... yang Audy tahu selama ini adiknya membenci Kenzi.

Audy mengulurkan sepiring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi setengah matang kesukaan Kalea.

"Makasih, Kak...." Rachel mencium pipi Audy kemudian mengambil alih piring untuk ia bawa ke kamar di mana Kalea berada.

Kelea membuang muka saat daun pintu terayun menampakkan sesosok wanita cantik yang membawakan makanan untuknya.

"Aku nggak mau ...," putusnya sebelum Rachel bicara.

Rachel meletakkan piring tersebut di atas nakas lalu duduk di tepi tempat tidur.

"Maafin ibu udah marah sama Kalea, ya...." Rachel mengelus rambut putrinya. "Jangan diamkan ibu kayak gini, Kalea Elga ... ibu nggak bisa tidur kalau kamu ngambek sama ibu."

Kalea semakin memasang wajah cemberut.

"Bicara, dong, Nak...," bujuknya setelah mencium pipi Kalea. "Kamu ikut ibu ke Jakarta, ya?"

Kalea menggelengkan kepala, andai saja Kalea tidak sedang marah, ia pasti ikut ke Jakarta.

Rachel harus mengalah lagi." Ya udah, ibu nggak lama kok di sana. Kamu mau ibu bawain apa kalau pulang nanti?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Kalea menatap Rachel.

"Apa, Nak...kamu mau apa?"

"Bawa ayahku pulang...."

Terpopuler

Comments

Raisha Anggraeni Sumitra

Raisha Anggraeni Sumitra

kok nyesek yaaa🥺

2022-08-05

1

Tiahsutiah

Tiahsutiah

semoga aja rachel dan kenzi bejodoh karna pasti ada kenapa kenzi meninggal kan rachel

2022-07-27

1

Septy Cweet

Septy Cweet

Kasihan emang😢
sedih bacanya

2022-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!