Boleh baca bab 15 lagi ya. Ada revisi sedikit.
Rachel tidak tahu apa yang membuat perasaannya resah tidak menentu, sedari tadi fikirannya bercabang ntah kemana. Meskipun ia sudah bicara dengan Kalea dan memastikan keadaan Kalea baik-baik saja, tapi ia masih gelisah, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi apa? Rachel mencoba mengabaikan apapun yang bisa mengganggu pekerjaannya, ia mencoba fokus mengecek lahan bersama mandor satu. Namun, semakin lama perasaan ini semakin tidak menentu, jantungnya berdebar-debar, darahnya berdesir dan terasa hangat, sementara keringat dingin mulai memenuhi dahinya. Mungkin, sengatan cahaya matahari sudah terlalu lama menerpanya mengakibatkan Rachel tidak enak badan.
Angin berhembus membawa aroma wangi yang tidak asing di hidung Rachel. Tapi ... itu tidak mungkin. Kenzi tidak mungkin ada di sini, meskipun begitu matanya gatal hingga ia refleks menghenuskan pandangan ke sembarang arah, hingga menangkap sosok itu berjalan mendekatinya.
Mata itu ... juga menatap matanya, mata itu hampir meluruhkan jantung Rachel. Ini tidak mungkin, batinnya tidak percaya, tapi kenyataannya pria itu memang semakin memungkas jarak diantara mereka. Sampai ....
"Ra...."
Telinga Rachel berdengung, ia memejamkan mata. Enam tahun sudah berlalu dan selama itu juga tidak ada yang memanggil namanya seperti itu. Hanya Kenzi ... Kenzi seorang. Tubuh Rachel gemetaran, ia enggan membuka mata. Tidak siap menerima semuanya. Jika ini mimpi ia takut berakhir, jika ini nyata apa yang harus ia lakukan? Haruskah lari? Tapi bagaimana dengan hati ini?
Cinta ... benci ... rindu semua menyatu di hati Rachel. Sungguh rasa ini sangat menyiksa dirinya.
"Aku benci ... Aku benci," lirihnya. Mata Rachel masih terpejam, ia berusaha menahan air mata agar tidak luruh di pipinya. "Pergi ... pergi." Rachel berusaha mengusir bayangan Kenzi seperti yang selama ini ia lakukan.
Kenzi sekilas memejamkan mata, hatinya teriris mendengar kata benci yang keluar dari bibir Rachel. Meskipun sebelumnya ia sudah menduga kalau Rachel akan membencinya, tapi sungguh Kenzi tidak bisa menerima semua ini.
"Pak Bara?" Mandor itu tidak tahu apapun, ia hanya menyapa Bara.
"Bara?" Nama itu berhasil membuat Rachel membuka matanya lagi.
Kenzi mengangkat tangan saat mandor itu ingin bicara lagi. Kenzi tidak mau ada yang mengganggu moment ini. Hingga mandor itu pergi meninggalkan ia dan Rachel.
Kenzi tidak tahan lagi, ia buka dan ia buang topi prooyek yang dipakai Rachel, kemudian memeluk Rachel, mendekapnya penuh dengan kerinduan.
"Maaf, Ra ...," ucapnya lirih, mencium puncak kepala Rachel dan menghirup aroma wangi yang menguar dari rambut Rachel.
"Huhuhuhuhuhuhu." Pelukan ini membuat air mata Rachel luruh membasahi wajahnya. Tubuhnya bergetar hebat mendapati kenyataan bahwa seorang Kenzi Barata Abimana yang merupakan ayah dari anaknya saat ini sedang memeluknya. Sekuat apapun ia bertahan dan melawan, tapi tubuh ini masih terkejud setengah mati, hingga otaknya lambat berfikir.
"Aku kangen, Ra ... Sangat." Kenzi berbisik di telinga Rachel. Tangisan Rachel terdengar pilu dan menyayat hati membuat air matanya ikut jatuh.
"Kamu baik-baik aja 'kan, Ra? My Ra...."
Kenzi semakin mengeratkan pelukan ini. Tidak ada yang berubah dari Rachel, hanya saja tubuh Rachel sedikit lebih kurus dari terakhir kali ia peluk.
Rachel tidak bicara, hanya menangis sampai perlahan tangisannya memudar bersamaan mata berkunang-kunang sampai ia kehilangan kesadaran.
"Ra ...." Kenzi menguar pelukannya, ia anggat dagu Rachel, dilihatnya wajah Rachel pucat dalam keadaan tidak sadarkan diri. " Ra ... Bangun, Ra."
Ditepuknya pipi Rachel sangat halus. Namun Rachel tidak juga membuka mata. Tanpa banyak berfikir, pria itu menggendong Rachel untuk segera ia bawa ke rumah sakit terdekat.
***
Lian terlihat serius di gudang tempat penyimpanan material. Memastikan semua bahan sesuai standart agar tidak membahayakan keselamatan para pekerja.
"Apa ada yang harus dirombak, Pak?" tanya mandor begitu mendapati Lian berdiri di antara tumpukkan semen.
"Cukup, tapi utamakan keselamatan para pekerja. Saya tidak mau ada kejadian seperti tempo lalu saat salah satu pekerja jatuh dari lantai dua."
Beruntung tidak sampai kehilangan nyawa, mengalami patah tulang dan berakhir di rumah sakit.
"Siap, Pak."
"Jadi selesai ngecek lahannya? Kenapa Rachel tidak diajak ke sini?" Lian memanjangkan leher mencari Rachel.
"Mbak Rachel ... lagi kedatangan tamu."
"Siapa?" Lian memicingkan mata, perasaan Rachel baru datang di Jakarta. Siapa yang menemuinya?
Mandor itu tampak berpikir. "Kayaknya ... pak Bara," ucapnya yakin.
"Bara? Untuk apa dia bersusah payah datang ke sini?" Pria itu berlari sebelum mendengar jawaban dari lawan bicaranya. Namun, Lian tidak menemukan Rachel di semua tempat, bahkan ponselnya pun tidak bisa dihubungi.
***
Rumah sakit.
"Pastikan Rachel baik-baik saja, dokter!" Kenzi mondar-mandir di ruangan pasien, khawatir melihat Rachel masih belum sadarkan diri di tempat tidur pasien.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak. Sebentar lagi Nona Rachel pasti siuman."
Bagaimana mau tenang? Wanitanya terbaring tidak berdaya dengan selang infus di tangan. Setelah dokter pergi pun Rachel masih belum juga sadarkan diri.
"Jangan buat aku khawatir, Ra ... please, buka mata kamu, Ra." Pria itu menatap sayu wajah Rachel yang masih pucat pasih, tangannya bergetar saat menggenggam dan mencium punggung tangan Rachel. Bisa memeluk, mendekap dan mencium tangan Rachel rasanya seperti mimpi. Bahagia, sedih, haru menyesal semua tumbuh menjadi satu.
"Kamu boleh bilang benci, kamu boleh caci maki aku, kamu boleh pukul aku semaumu, tapi aku mohon jangan diam seperti ini, aku tahu kamu mendengarku, Ra. Aku tahu...," lirih pria rapuh itu, air mata mulai keluar dari sudut mata Rachel.
Rachel memang sudah sadar, hanya saja ia tidak mau membuka mata. Hati ini masih terlalu sakit.
"Ra ... ini aku." Kenzi menghapus air mata Rachel, ibu jarinya mengelus pipi Rachel. "Buka mata kamu, Ra...it's me."
Namun air mata Rachel semakin mengalir deras.
"Jangan siksa aku seperti ini, Ra ... aku mohon." Air matanya pun ikut jatuh. Sungguh Kenzi tidak siap diabaikan.
"Ra---
"Pergi...," lirih Rachel setelah membuka mata, ia tatap mata Kenzi yang masih belum berpaling darinya.
Tubuh Kenzi mematung, jantungnya terasa dihantam paku bumi. Mata Rachel menggambarkan kebencian melihatnya, bukan kerinduan seperti yang ia rasakan.
"Ra....
"DIAM! PERGI DARI SINI!!"
Deg!!!!
Jantung Kenzi tidak baik-baik saja. Tidak terpikirkan sebelumnya kalau Rachel tidak mau bertemu dengannya.
"Kamu ngusir aku, Ra?"
"Jangan panggil aku seperti itu!" teriak Rachel. Sungguh dia merindukan Kenzi, tapi kondisi yang sekarang tidak memungkinkan untuk ia bermanja di pelukan Kenzi. "Pergi dari sini! Pergi! Aku nggak mau melihatmu! Pergi!!"
Rachel semakin histeris. Dia mencabut jarum infus secara paksa lalu ia hempas begitu saja.
"Tenang, Ra ... Jangan seperti ini." Kenzi memeluk Rachel yang masih meronta di brangkar rumah sakit.
"Maenjauh dariku!! Aku bilang pergi!! Pergi Kenzi! Pergi! Aku benci kamu! Aku benci!!!!
Teriakan Rachel menggema di dinding ruangan itu. Kenzi memejamkan mata saat Rachel meneriaki namanya. Ya, hanya Rachel dan keluarganya yang memanggilnya Kenzi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Fiona Azzahra
astaga😭😭😭😭😭😭
2022-12-03
0
Ira-Hazirah Sweetz
ayooo thor....semangat next kilat
semakin serruuu sampai mewek bacanya
2022-07-28
1
Ena Susanti
bolak balik ka NT selalu zonk,sampai lupa ada novel ini lg d tunggu up nya.terimakasih sudah up kk
2022-07-27
0