Desas-desus tentang wanita penggoda menyebar di kantor. Terutama di devisi 6 yang ditempati Rachel. Nama Rachel menjadi topik hangat pagi ini. Sebagian membenarkan, namun tidak banyak juga yang menyangkalnya. Termasuk seorang Lian Keyle. Sebenarnya, pria berusia 28 tahun ini sudah cukup lama mendengar berita hoax dari mulut ke mulut, belum sempat Lian mengambil tindakkan, malah terjadi keributan di pantry.
Sebuah bangku berbahan besi terlapis busa menjadi tempat duduk Rachel saat ini, di depannya Lian melipat lutut dan tampak hati-hati mengoleskan salep ke tangan Rachel yang terkena air panas.
"Udah, Pak Lian ... aku nggak apa-apa," ucap Rachel sembari menahan perih. Dari awal Rachel sudah menolak saat Lian membawanya ke ruangan pria itu. Namun, Lian tidak mengindahkan rengekkannya.
"Bisa jadi apa-apa kalau tanganmu tidak diobati, El." Lian menutup tube salep tersebut kemudian ia letakkan di atas meja. "Akan aku potong tangan mereka kalau sampai tanganmu melepuh," imbuhnya sambil meniup-niup tangan Rachel.
Kenapa harus seperti ini? Kenapa Lian malah mengingatkan Rachel pada pria itu. Kenzi juga pernah memerlakukan dirinya seperti ini. Kenzi menjadi orang pertama yang panik saat Rachel terluka. Kenzi tidak segan-segan menghukum orang-orang yang telah menyakitinya. Tidak perduli itu siswa perempuan atau laki-laki. Kenzi Barata Abimana selalu melindungi seorang Rachel Florencia. Tapi, sekarang seorang Lian yang melakukannya.
Tes!
Rachel cepat-cepat menghapus air mata yang lolos dari wadahnya, bahkan saat seperti ini Kenzi tetap menguasai pikirannya. Aargghggh!! Terkutuklah kau Kenzi! Rachel menjerit dalam hati.
"Kenapa nangis?" Lian mendongak dan mendapati air mata di wajah Rachel. "Apa ini masih sakit?"
Rachel menggeleng lemah dan berucap, "Nggak ... sakitnya nggak seberapa."
Rachel tersenyum bersamaan air mata yang semakin tidak bisa dibendung. Bukan tangan, tapi hati ini masih teramat sakit.
"Menangislah, El ... aku di sini untukmu." Lian menghapus air mata di pipi Rachel. "Aku mau menjadi orang pertama yang menghapus air matamu, aku mau menjadi orang pertama yang sembuhkan lukamu, aku mau menjadi orang pertama yang selalu ada untukmu."
Ada kelembutan di setiap kalimat yang diucapkan Lian. Tidak, ia tidak sedang membual. Ada cinta di dalam hati ini untuk Rachel.
"Ak-aku...." Rachel tidak bisa bicara lagi. Dada ini amat terasa sesak seperti terhimpit beban berat.
"Rachel ... semua pasti baik-baik saja. Aku bisa pastikan itu untukmu." Ntah dapat dorongan darimana, ia meraih bahu Rachel, memeluk dan mengusap punggungnya dengan sayang.
Enam tahun sudah sandaran itu hilang. Kini, ada seseorang yang mendekap dan memberi kekuatan untuk tubuh Rachel. Ya ... mau sekuat apapun ia bertahan. Diri ini tetap membutuhkan seseorang sekedar untuk bersandar dan dijadikan teman untuk mencurahkan keluh kesah.
"Aku tidak seperti itu, sungguh...," ucap Rachel dengan bibir bergetar, sehina itu kah dirinya di mata orang?
"Ya, aku tau...."
"Apa yang aku dapatkan sekarang semua murni dari hasil kerja kerasku."
"Ya, aku tau...."
"Aku harus terus bekerja keras supaya bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anakku, tapi mereka menuduhku yang tidak-tidak. Aku salah apa?"
Rachel semakin tergugu, tangannya mencengram kemeja bagian pinggang Lian, bahkan air matanya sudah membasahi kemeja Lian. Untuk sesaat Rachel lupa siapa orang yang tengah memeluknya saat ini. Rachel lupa apa yang ia ucapkan beberapa detik yang lalu sampai ia merasa sentuhan lembut di kepalanya.
"Pak Lian?" Setelah menarik diri, ia mendapati Lian menatapnya dalam. Jantung Rachel berdetak cepat saat menyadari kalau ia sudah kelepasan bicara. Anak? Itu tadi yang ia ucapkan.
"Aku ... tau." Lian menghapus sisa air mata di pipi Rachel dengan ibu jarinya. Ekspresi wajahnya tampak biasa, tidak ada terkejutan di sana.
Mata Rachel terbiak sempurna, habislah sudah. Lian pasti akan menyeretnya ke pengadilan karena sudah membohongi perusahaan tentang statusnya selama ini.
"Aku minta maaf sudah--
"Shhttttt!" Lian meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. "Dan aku tahu kalau kamu seorang wanita tangguh. Ibu dari seorang putri yang cantik. Aku tau itu, Rachel...."
"Huhuhuhuhuhu...." Tangisan Rachel semakin pecah, tubuhnya semakin lemas. Resah, gelisah, cemas menyelimuti dirinya.
Lian membiarkan Rachel menangis sepuasnya, setelah dirasa Rachel lebih tenang ia memberikan segelas air yang baru ia ambil dari dispenser yang ada di sudut ruangannya.
"Minumlah, nanti kita bicara lagi."
Hanya sedikit air putih yang melewati tenggorokkan Rachel, meletakkan gelas di atas meja dengan kepala tertunduk dalam.
"Pak Lian pasti ilfeel sama saya. Tapi, saya berani bersumpah kalau saya tidak pernah menjual diri. Saya memang hamil di luar nikah, tapi---
"Rachel cukup ...." Lian memungkas ucapan Rachel lalu mengangkat dagu wanita itu sampai mereka bertemu pandang. Posisi Lian yang sudah kembali jongkok di depan Rachel membuat ia leluasa menatap wajah Rachel.
"Aku tidak mau menjudge kamu. Kalau aku ilfeel sama kamu, mungkin selama ini aku gak akan pernah memerhatikan kamu."
Rachel terkesiap mendengarnya, berarti dugaannya selama ini memng benar adanya. Lian memang sering memerhatikan dirinya. Terkadang pria ini kedapatan memandanginya. Bahkan sering menawarkan tumpangan untuk diantarkan pulang ke rumah. Namun, Rachel yang masih berusaha menjaga jarak dari pria manapun selalu menolak ajakan Lian.
"Ke-kenapa bapak memerhatikan saya?" Lebih baik bertanya daripada menduga-duga 'kan?
"Karena aku suka sama kamu." Lian tersenyum lega. "Akhirnya aku punya kesempatan untuk bilang ini sama kamu, ya...."
Wajah Rachel menjadi kaku, tubuhnya menegang, juga terdapat kerutan di keningnya.
"Bapak tau saya sudah punya anak 'kan?"
Lian mengangguk yakin.
"Tau dari mana? Dan kenapa bapak bisa suka sama saya?"
Lian tidak langsung menjawab, ia harus menyegarkan tenggorokkan agar bisa bicara lancar. Ini kesempatan bagus untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Rachel. Setelah meneguk minuman bersoda yang baru ia ambil dari lemari pendingin, Lian duduk di samping Rachel.
"Aku pernah tidak sengaja liat kamu di mall sama anak kecil. Kalian terlihat akrab dan saling menyayangi, sejak saat itu aku semakin penasaran sama kamu. Memang di CV kamu tertulis belum menikah, tapi pak Darmaji---
"Jadi pak Darmaji bilang ke bapak kalau saya udah punya anak." Rachel menghembuskan nafas berat. Kalau seperti ini besar kemungkin ada orang lain lagi yang tahu tentang anaknya.
"Kamu nggak perlu khawatir, cuma aku dan pak Darmaji yang tahu tentang ini." Lian bicara seolah tahu apa yang dikhawatirkan Rachel.
"Terus, em... ke-kenapa bapak masih bisa suka sama saya? Saya kan---
"Karena hatiku tidak butuh alasan untuk mencintai. Ketika hati ini berdesir hangat saat berada di dekat kamu dan jantung ini berdetak lebih cepat saat melihatmu, di situ aku putuskan kalau aku jatuh cinta sama kamu, El ...."
Rachel terkesiap dan menatap penuh dengan pertimbangan, sementara Lian menatap penuh harap.
***
Bandara Internasional Soekarno Hatta
Pria muda berpakaian casual baru saja meninggalkan kabin pesawat. Akhirnya setelah melewati perjalanan hampir 20 jam lamanya, kini tibalah ia di tanah kelahiran Indonesia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
tak butuh alasan tuk mencintai tapi butuh satu alasan tuk meninggalkan pergi
2022-07-30
1
Naila Saputri
sbenar y penasaran knpa tiba2 kenzi pergi ninggalin Rachel
2022-07-06
1
🐣Ika. S🤍
🤣akan ada perang Dunia ke 7
2022-07-06
1