Bandara Internasional Soekarno Hatta
Pria muda berpakaian casual baru saja meninggalkan kabin pesawat. Akhirnya setelah melewati perjalanan hampir 20 jam lamanya, kini tibalah ia di tanah kelahiran Indonesia.
"I'm back...." Bibirnya terangkat hingga membentuk sebuah senyuman, kedua bola mata yang sembunyi di balik kaca mata hitam memancarkan aura kerinduan untuk wanita yang sampai saat ini masih bertahta di hatinya. Enam tahun sudah berlalu, bukan berarti Kenzi tidak pernah mencari Rachel.
Tepatnya, tiga tahun yang lalu, Kenzi diam-diam kembali ke Indonesia. Ia mengumpulkan semua keberanian dan siap menerima amukan dari Rachel asalkan wanita itu mau mendengarkan penjelasannya. Ya, Kenzi punya alasan kuat mengapa ia meninggalkan Rachel tanpa bisa meninggalkan pesan. Rumah Rachel menjadi tempat utama yang ia datangi saat itu, tapi sayangnya yang ia dapati bukan Rachel atau Audy. Bahkan, tidak ada yang tahu kakak beradik itu pergi ke mana. Kenzi mendapati satu-satunya rumah peninggalan orang tua Rachel sudah berpindah tangan. Ternyata sudah lama Audy menjual rumah itu kepada pemiliknya yang baru.
Mobil hitam sudah melesat di jalan raya. Kenzi menatap nanar pada apapun yang ada di luar jendela, bibirnya tersenyum saat melewati tempat favorit Rachel kala itu, sebuah taman pernah menjadi saksi kebahagiaan dirinya dan Rachel. Namun, hatinya terasa nyeri saat mendapati kenyataan kalau semua itu hanya tinggal kenangan.
"Kita sudah sampai, Mas!"
Suara sopir mengembalikan kesadaran Kenzi, ia melihat rumah semi permanen milik Rachel masih terawat baik. Ya, tiga tahun yang lalu Kenzi sengaja membeli rumah itu lebih mahal dari pemiliknya yang baru. Hingga akhirnya rumah itu menjadi miliknya.
"Tidak ada yang datang ke rumah ini, Mas. Non Rachel atau siapapun, nggak ada yang nitip pesan untuk Mas Kenzi."
Lagi-lagi Kenzi menghela nafas kecewa saat mendengar informasi orang yang ia tugaskan menjaga rumah Rachel. Kali ini sepertinya ia harus berusaha lebih keras lagi.
Akun sosial media Rachel sudah lama tidak aktif, no handpone wanita itu tidak bisa dihubungi lagi. Rachel pasti sengaja menggantinya.
"Ayolah, Rachel ... kasih petunjuk supaya aku bisa ketemu sama kamu. Tuhan ... apa aku sudah tidak pantas memohon padamu sampai Engkau tidak kunjung mengabulkan doaku?"
Kenzi menengadahkan wajahnya menghadap langit cerah Jakarta hari itu. Meskipun alam semesta tidak merestui ia dan Rachel kembali bersama seperti dulu, tapi Kenzi masih punya harapan besar.
"Anak ... malam itu berhasil 'kan? Kamu pasti hamil anakku 'kan, Ra? Maaf, kalau aku sudah memersulit hidupmu. Hanya itu yang bisa mengikat kita, Ra...."
Dering handpone membuyarkan kenangan indah malam itu. Kenzo meraih handpone di saku celananya. Ternyata, orang yang membuat ia meninggalkan Rachel beberapa tahun yang lalu menghubunginya.
"Iya, pa...."
"Kenapa belum sampai di rumah? Jarak antara Bandara dengan rumah kita tidak terlalu jauh, kenapa kamu belum sampai juga?"
Kenzi menahan kesal, bahkan Permana tidak memberinya waktu untuk sekedar bernostalgia dengan rumah Rachel. Ia menutup panggilan itu secara sepihak tanpa menjawab pertanyaan sang papa.
"Aku bukan Kenzi yang dulu, Pa... sudah cukup aku jadi anak manis yang harus menuruti semua kemauan papa. Di sini ...." Ia menepuk dadanya. "Masih sakit, Pa... sakit karena harus menjauhi Rachel. Dan semua itu karena papa."
Waktu sudah merubah seokor kucing imut menjadi seekor singa yang sudah siap menerkam dan membu nuh siapapun yang mengusiknya. Termasuk, sang papa.
Namun, Kenzi Barata Abimana, tidak tahu kalau sang papa sendiri yang justru tidak sengaja telah membawa petunjuk untuknya. Kembalinya Kenzi juga atas persetujuan sang papa yang telah mengusung anaknya menjadi penggantinya kelak.
***
Taman yang diisi beberapa anak kecil terlihat ramai, sekelompok anak laki-laki bermain bola dan beberapa anak perempuan bermain boneka. Ada juga beberapa orang dewasa mendampingi anak-anak duduk di bangku taman.
Suara tawa dan canda mengisi taman itu, siapapun pasti ikut tersenyum melihat keceriaan yang ada di sana, namun itu tidak berlaku untuk Kalea Elga.
Mata yang dihiasi bulu mata lentik itu mulai berkaca-kaca saat memerhatikan teman seusianya bermain dengan dua orang dewasa yang ia yakini sebagai orang tua anak laki-laki itu.
Kenapa aku tidak pernah seperti itu? Ya ... ntah berapa lama pertanyaan itu bertahan di hatinya.
"Kal, kenapa kamu di sini? Ayo kita main." Bocah laki-laki bernama Romeo menghampiri Kalea. "Kamu nangis?"
"Ehem...." Kalea menggelengkan kepala dan menghapus air matanya. "Aku mau pulang. Barbie sama aku, KEN sama kamu." Ia mengembalikan boneka Ken kepada Romeo.
"Tapi, ini aku beli untuk kamu, Kal. Aku kan anak laki-laki, nggak boleh main boneka, apalagi barbie-barbian kayak gini." Padahal, anak berusia 7 tahun ini sengaja merengek minta dibelikan boneka Ken, tapi Kalea malah menolaknya.
"Aku nggak mau." Kalea menolak dengan berat hati, padahal ia sangat ingin membawa boneka itu pulang ke rumahnya, tapi....
"Kenapa? Bukannya kamu sering sebut nama Ken? Aku pikir kamu mau boneka ini."
Kalea terdiam dan menunduk dalam.
"Kenapa, Kal? Ini Ken yang sering kamu tanyakan. Kenapa kamu nggak suka sama KEN?"
Kalea terisak dan berucap lirih, "aku nggak suka Ken ... ibu sering nangis gara-gara Ken."
Benar ... usia Kalea Elga memang masih lima tahun, tapi ia cepat tanggap dan bisa membaca situasi dengan baik. Ia pernah tidak sengaja mendengar ibu menyebut nama KEN, Kalea malam itu pura-pura tidur dan melihat ibunya menangis sambil menyebut nama ken. Sejak saat itu, Kalea penasaran kenapa ibunya selalu bersedih jika menyebut nama Ken.
Hari ini Kalea tahu kalau ternyata Ken berwujud boneka. Tapi, apa salah dan dosa boneka Ken pada ibunya?
"Ibu kamu nangis gara-gara boneka ini?" Romeo menahan tawa, aneh sekali pikirnya.
Kalea mengangkat wajah saat sebuah bola menggelinding di bawah kakinya.
"Aku nggak sengaja," ucap bocah laki-laki sesaat setelah mengambil bolanya.
Kalea mengangguk, ia ingin bertanya tapi ragu.
"Kenapa, Kal?" tanya Romeo setelah bocah laki-laki itu pergi.
"Rom ... Kamu dan mereka semua punya ayah, kenapa aku nggak punya?"
Pertanyaan ini sudah sangat lama Kalea simpan di hati, namun ia tidak berani bertanya kepada ibu, tante, om selama ini, karena tidak mau membuat ibunya menangis dan marah, akhirnya setelah mengumpulkan keberanian barulah ia bertanya itupun kepada Romeo.
Romeo tidak tahu apa-apa, ia tidak tega melihat Kalea bersedih seperti ini.
"Itu nggak mungkin, Kal. Kamu pasti punya ayah."
Kalea menggelengkan kepala.
"Aku nggak punya ayah... kalau ada, di mana?"
Kalea dan Romea sama-sama terdiam. Sama-sama memikirkan jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilontarkan Kalea.
"Ken...," cetus Romeo tiba-tiba. "Mungkin nama ayahmu Ken!"
"Ken?"
"KALEA!!!"
Kalea dan Romeo terkesiap mendengar teriakkan seseorang menyebut nama Kalea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Raisha Anggraeni Sumitra
ternyata sengaja nanem kecebong🥺
2022-08-04
2
Amsiya
lanjut thuor 😍
2022-07-08
0
shanti N
next lagi thor
2022-07-07
0