PERJANJIAN PERNIKAHAN
Awal
Di sebuah rumah sakit, khususnya kamar mayat. Seorang pria tampan dengan pakaian jas lengkap sedang menangis histeris memeluk tubuh terbujur kaku. Dengan gaun putih penuh noda darah, hingga warna gaun itu menjadi dua bagian.
"Jill, jangan tinggalkan aku. Aku mohon bangunlah!" Bisiknya perlahan dengan berurai air mata.
"Kita akan menikah. Ayolah sayang bangun." Bisiknya kembali dengan dada turun naik.
"Maaf Pak silahkan keluar, kami akan melakukan pengurusan jenazah," ujar salah satu perawat yang memasuki kamar mayat.
Dengan perlahan pria itu mengurai pelukannya. Sekali lagi ia usap dengan lembut disertai tangan bergetar wajah pucat itu.
Dengan kedua kaki lemah ia berusaha bangkit. Meninggalkan kamar yang terkutuk itu baginya.
Sesuai njuran perawat ia melangkah menuju bagian administrasi untuk melunasi biaya.
Di sebuah kursi paling pojok ia duduk terdiam dengan raut wajah pilu. Bulir-bulir bening masih terlihat jelas dipelupuk matanya.
Bayangan-bayangan kebersamaan mereka terlintas sebelum kejadian naas itu. Awalnya senyuman kebahagiaan tiada tara kini merubah menjadi tangisan tiada henti.
Seraya mengepalkan kedua tangannya ia berusaha kuat, menyapu sisa-sisa air mata itu. Orang-orang disekitarnya melihat iba karena mereka pasti sudah tahu apa yang sedang dialaminya saat ini.
Hmm
Tiba-tiba deheman halus membuatnya mendongkak ke samping.
"Ada masalah apa Nak?" tanya pria paruh baya itu.
Pria itu terdiam tidak mampu untuk menjawab, apa lagi orang ini asing baginya.
"Apa yang terjadi?" pria paruh baya itu kembali bertanya.
Pria itu memejamkan mata sesaat seraya mengatur nafas yang begitu sesak.
"Baiklah kita bisa bicara di sana?" ajak pria paruh baya itu karena suasana di sana cukup berisik.
Entah apa yang membuatnya setuju hingga mereka berjalan gontai. Lalu saling duduk bersebelahan di koridor rumah sakit tersebut.
"Kehilangan seseorang yang sangat kita cintai dan sayangi sungguh menyayat hati. Tetapi kembali lagi kita tidak bisa melawan takdir," ujar pria itu dengan tatapan sendu.
"Apa Bapak merasakan apa yang aku rasakan saat ini?" mendengar kalimat yang dilontarkan pria paruh baya itu membuatnya ingin bertanya.
Pria itu mengangguk. "Putri Bapak sedang diambang kematian," tuturnya dengan nada terisak, sangat berat mulutnya mengatakan itu.
Pria tampan itu melebarkan mata.
"Sebelumnya jika boleh tahu siapa namamu Nak?"
"Panggil saja Balin Pak."
"Kenalkan nama Bapak adalah Bahtiar," pungkasnya seraya mengulurkan tangannya.
Pria yang bernama Balin membalas uluran tangan itu. Ia juga dapat melihat dengan jelas di raut wajah paruh baya itu menggambarkan kesedihan mendalam. Tetapi ia tidak tahu apa yang sedang dialaminya.
Pak Bahtiar menghela nafas panjang sebelum menceritakan keadaan putrinya.
"Putri Bapak kritis, dan harus segera mendapat donor jantung. Tetapi sampai saat ini tidak ada yang bersedia, walaupun kami siap membayar mahal," cerita Pak Bahtiar dengan tatapan sendu.
Balin kaget mendengar berita itu. Ternyata putri Pak Bahtiar menderita gagal jantung.
"Pak Balin jenazah sudah siap dibawa ke rumah duka." Tiba-tiba suster menghampiri mereka dan memberitahukan.
"Terima kasih suster," ujar Balin dengan dada sesak, seakan sulit bernafas jika kembali mengingat nama itu.
Sang suster mengangguk dan kembali bertugas.
"Siapa yang meninggal?" tanya Pak Bahtiar.
"Calon istriku Pak," gumam Balin, kembali mengusap air mata itu.
Pak Bahtiar kaget dan ia memperhatikan penampilan Balin. Di seluruh pakaian Balin penuh dengan noda darah, dan pakaian yang tidak biasa.
"Kami mengalami kecelakaan ketika dalam perjalanan menuju Gereja. Sepeda motor yang aku kendarai ditabrak dari arah belakang. Hingga calon istriku terpental dan mengalami luka cukup parah di bagian kepala, dan nyawanya tidak tertolong lagi," pungkas Balin dengan tatapan kosong, kejadian naas itu masih membekas dalam ingatannya.
Pak Bahtiar mengulurkan tangan, memberi usapan di punggung Balin. Memberi kekuatan agar ia tabah menghadapi situasi mencekam saat ini.
"Aku yang bersalah dalam hal ini, aku telah membuatnya tiada. Aku salah," seru Balin seraya menutup wajahnya sambil terisak pilu.
"Ikhlaskan Nak, ini bukan sepenuhnya kesalahan kamu. Itu sudah ditakdirkan yang Mahakuasa, kita tidak bisa melawan bahkan menyalahkan takdir. Begitu juga yang dialami putri Bapak," pungkas Pak Bahtiar.
Balin terdiam, hanya bisa menyesali kejadian yang tidak pernah terduga.
"Usia mendiang calon kamu berapa tahun?" tanya Pak Bahtiar.
"28 tahun Pak," sahut Balin.
Sejenak Pak Bahtiar berpikir. Tiba-tiba pikirannya berselancar ke arah itu.
Hmm
Pak Bahtiar menghela nafas panjang, ia ingin menawarkan sesuatu kepada Balin. Walaupun ia tahu bahwa permintaannya ini tidaklah layak, bahkan ia tahu jika Balin akan menganggapnya gila atau manusia tidak normal tetapi hanya ini cara satu-satunya untuk menyelamatkan putrinya dari ambang kematian.
"Nak, Bapak ingin menawarkan sesuatu. Tetapi sebelumnya Bapak minta maaf karena sungguh sangat lancang," ucap Pak Bahtiar dengan tatapan serius.
Balin mengangguk. "Katakan Pak karena aku tidak punya waktu banyak lagi," ujar Balin.
"Bersediakah kamu menukarkan salah satu organ tubuh mendiang calon istrimu dengan putri Bapak?" ucap Pak Bahtiar penuh kehati-hatian. Lidahnya keluh untuk mengatakan hal itu.
Deg
"Jangan bercanda Pak!" Seru Balin dengan nada meninggi, bahkan ia beranjak bangkit dari tempat duduknya, terbelalak kaget.
Pak Bahtiar memejamkan mata sesaat kemudian, setelah mendengar atau melihat reaksi Balin yang sudah ia prediksikan sebelumnya.
"Bapak minta maaf Nak karena sudah sangat lancang," ucap Pak Bahtiar dengan tatapan datar.
Bersambung.....
🌹🌹🌹
Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Mystique
aku mampir><
jangan lupa juga yaaa kak mampir vote dan likenya cmiww💐
2023-02-01
0
Navis
masih awal
2022-09-24
0
Navis
masih awal
2022-09-24
0