Makan malam telah tiba. Papi Bahtiar serta Mami Maya sudah menempati meja makan. Dua paruh baya tersebut menunggu putri-putri serta menantu mereka.
"Pak, Nona belum lapar." Itu adalah laporan dari pelayan rumah.
"Dimana Gia sekarang?" sebentar lagi akan ke kamar Pak."
Pak Bahtiar mengangguk.
Balin membuka pintu kamar dari dalam. Ia akan segera turun kebawah untuk makan malam. Rupanya Bahagiana berdiri tepat di depan pintu dengan tangan menggantung karena ingin membuka pintu tetapi lebih cepat dibuka oleh Balin.
"Hmm bukankah saatnya makan malam? tapi kenapa kamu malah ke kamar?" tanya Balin.
"Apakah makanan itu bisa lolos dengan aman masuk kedalam tenggorokan setelah kejadian tadi?" bukannya menjawab Bahagiana malah melemparkan pertanyaan yang tidak nyambung bagi Balin.
Balin mengatupkan mulutnya.
"Aku akan makan nanti. Pergilah Papi pasti sudah menunggu," nada lembut itu membuat Balin tertekun dan tak percaya. Bahasa dan nada lembut itu lolos begitu saja dari mulut Bahagiana.
Balin seakan disengat listrik hingga membuatnya tidak sadar jika Bahagiana sudah masuk kedalam kamar.
Sesaat rasa terkejutnya usai hingga membuatnya kikuk sendiri. Tidak ingin membuat mertuanya menunggu terlalu lama. Balin segera turun.
Tiba di meja makan. Apa yang dikatakan Bahagiana benar bahwa kedua mertuanya dan juga Rika menunggu kedatangan mereka.
"Maaf buat menunggu," basa-basi Balin merasa tidak enak.
"Gia mana Nak?" tanya Papi Bahtiar, padahal ia sudah tahu dari pelayan.
"Di kamar Pi. Untuk itu aku akan membawa makanan kedalam kamar. Tidak apakah jika kami makan di kamar?" tanya Balin, tiba-tiba ide itu muncul begitu saja.
Mendengar hal itu membuat Papi Bahtiar sangat senang. Sedangkan Mami Maya dan juga Rika bergumam tak jelas, yang pastinya mengumpat sosok Bahagiana.
"Tentu saja boleh Nak. Biar Bibi yang mengantarkan makan malam kalian," ujar Papi Bahtiar dengan senang hati.
"Tidak perlu Pi, biar aku saja," ucap Balin.
"Sangat beruntung Gia mendapatkan suami tampan dan perhatian lagi," batin Rika senyam-senyum memperhatikan Balin.
Sedangkan orang yang diperhatikan sibuk menyendok makanan untuk dibawa ke kamar.
"Dasar manja!" Cicit Mami Maya dengan bibir mengerucut.
"Gia tidak meminta Mi tetapi ini keinginanku sendiri." Rupanya Balin menanggapi umpatan Mami Maya, hal itu membuat wanita sosialita tersebut geram. Rupanya menantu tak diharapkan itu mulai berani mencela ucapannya.
+++
Di kamar Bahagiana berdiam diri di balkon. Memandangi kelap-kelip lampu malam di kota tersebut.
Ia lelah dengan kehidupan seperti ini. Ia ingin pergi sejak awal tetapi keberadaan Papinya yang meruntuhkan keinginannya itu.
Belum lagi harta kekayaan yang kini menjadi atas namanya. Poin-poin itulah yang menjadi pertimbangan Bahagiana untuk tetap tinggal di rumah mewah tersebut.
Salah jika orang-orang mengatakan ia hidup bahagia, bergelimang harta. Itu salah dan ia tidak dapatkan setelah kepergian Mami kandungnya.
Makna nama yang diberikan tak sesuai namanya. Bahagiana tetapi hidupnya bertolak belakang.
Bahagiana tidak bahagia setelah kedatangan Mami sambung dan juga Adik tirinya tersebut.
Sekilas bayangan masa lalu terlintas. Dimana ia memohon agar Papinya tak membawa wanita yang tak lain Mami Maya ke rumah ini.
Hiks....hiks....
Tangis pilu itu tak bisa ditahan oleh Bahagiana yang selalu terlihat kuat dan juga acuh. Ia merasa bebas mengeluarkan isi hatinya karena ia tahu bahwa suaminya sedang makan malam dibawah sana.
Isak pilu itu menyayat hati. Sesosok tertekun mendapati Bahagiana menangis dalam diam di balik pintu pembatas antara kamar dengan balkon.
Ya itu adalah Balin. Tidak sengaja Balin mempergoki apa yang terjadi kepada Bahagiana. Niat hati ia ingin mengajak Bahagiana makan tetapi suaranya tercekat ketika mendapati istrinya yang tengah menangis tersedu-sedu.
Hmm
Balin berpura-pura berdehem agar Bahagiana menyadari keberadaannya.
Bahagiana terbelalak kaget, dengan spontan ia menyapu air matanya, seakan tidak ada yang terjadi.
"Aku bawa makan malam kedalam kamar. Kita akan makan malam di kamar," ucap Balin dengan perasaan bingung.
Bahagiana berbalik, menatap Balin untuk pertama kalinya dengan tatapan sendu.
"Kamu menangis?" entah kenapa pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut itu.
Bahagiana diam tak menjawab ataupun mengalihkan tatapannya. Biasanya wanita ini langsung menyemprot tetapi kali ini ada yang berbeda.
Balin melangkah semakin mendekat. Entah apa yang membuat keberanian mendekap tubuh Bahagiana untuk pertama kalinya.
Balin peluk tubuh itu, membawa kedalam pelukannya.
Bahagiana kaget dan jantungnya seketika berdegup kencang.
"Jika ingin menangis, menangislah. Jangan ditahan-tahan jika itu dapat membuatmu lega," bisik Balin.
Pelukan itu membuat perasaan Bahagiana nyaman. Nyaman yang tak pernah ia rasakan selama ini.
Hingga tidak sadar kedua tangan itu melingkar di tubuh Balin. Membalas pelukan itu tidak kalah eratnya.
Mata Balin melebar mendapat dekapan erat dari Bahagiana.
Bersambung....
🌹🌹🌹
Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Siti Fatmawati Lareken
biar bagaimanapun hati siapa Takan tersentuh melihat seorang wanita menangis tersedu-sedu.
2022-08-24
0
Dianita
next
2022-07-07
0
Bankit Susanto
smoga ja ini mnjdi awal yg baru bgi gia dan aq ykin si balin bsa membuat ibu trinya si gia mninggalkan rmah gia
2022-07-07
1