NovelToon NovelToon

PERJANJIAN PERNIKAHAN

Episode: 01. Awal

Awal

Di sebuah rumah sakit, khususnya kamar mayat. Seorang pria tampan dengan pakaian jas lengkap sedang menangis histeris memeluk tubuh terbujur kaku. Dengan gaun putih penuh noda darah, hingga warna gaun itu menjadi dua bagian.

"Jill, jangan tinggalkan aku. Aku mohon bangunlah!" Bisiknya perlahan dengan berurai air mata.

"Kita akan menikah. Ayolah sayang bangun." Bisiknya kembali dengan dada turun naik.

"Maaf Pak silahkan keluar, kami akan melakukan pengurusan jenazah," ujar salah satu perawat yang memasuki kamar mayat.

Dengan perlahan pria itu mengurai pelukannya. Sekali lagi ia usap dengan lembut disertai tangan bergetar wajah pucat itu.

Dengan kedua kaki lemah ia berusaha bangkit. Meninggalkan kamar yang terkutuk itu baginya.

Sesuai njuran perawat ia melangkah menuju bagian administrasi untuk melunasi biaya.

Di sebuah kursi paling pojok ia duduk terdiam dengan raut wajah pilu. Bulir-bulir bening masih terlihat jelas dipelupuk matanya.

Bayangan-bayangan kebersamaan mereka terlintas sebelum kejadian naas itu. Awalnya senyuman kebahagiaan tiada tara kini merubah menjadi tangisan tiada henti.

Seraya mengepalkan kedua tangannya ia berusaha kuat, menyapu sisa-sisa air mata itu. Orang-orang disekitarnya melihat iba karena mereka pasti sudah tahu apa yang sedang dialaminya saat ini.

Hmm

Tiba-tiba deheman halus membuatnya mendongkak ke samping.

"Ada masalah apa Nak?" tanya pria paruh baya itu.

Pria itu terdiam tidak mampu untuk menjawab, apa lagi orang ini asing baginya.

"Apa yang terjadi?" pria paruh baya itu kembali bertanya.

Pria itu memejamkan mata sesaat seraya mengatur nafas yang begitu sesak.

"Baiklah kita bisa bicara di sana?" ajak pria paruh baya itu karena suasana di sana cukup berisik.

Entah apa yang membuatnya setuju hingga mereka berjalan gontai. Lalu saling duduk bersebelahan di koridor rumah sakit tersebut.

"Kehilangan seseorang yang sangat kita cintai dan sayangi sungguh menyayat hati. Tetapi kembali lagi kita tidak bisa melawan takdir," ujar pria itu dengan tatapan sendu.

"Apa Bapak merasakan apa yang aku rasakan saat ini?" mendengar kalimat yang dilontarkan pria paruh baya itu membuatnya ingin bertanya.

Pria itu mengangguk. "Putri Bapak sedang diambang kematian," tuturnya dengan nada terisak, sangat berat mulutnya mengatakan itu.

Pria tampan itu melebarkan mata.

"Sebelumnya jika boleh tahu siapa namamu Nak?"

"Panggil saja Balin Pak."

"Kenalkan nama Bapak adalah Bahtiar," pungkasnya seraya mengulurkan tangannya.

Pria yang bernama Balin membalas uluran tangan itu. Ia juga dapat melihat dengan jelas di raut wajah paruh baya itu menggambarkan kesedihan mendalam. Tetapi ia tidak tahu apa yang sedang dialaminya.

Pak Bahtiar menghela nafas panjang sebelum menceritakan keadaan putrinya.

"Putri Bapak kritis, dan harus segera mendapat donor jantung. Tetapi sampai saat ini tidak ada yang bersedia, walaupun kami siap membayar mahal," cerita Pak Bahtiar dengan tatapan sendu.

Balin kaget mendengar berita itu. Ternyata putri Pak Bahtiar menderita gagal jantung.

"Pak Balin jenazah sudah siap dibawa ke rumah duka." Tiba-tiba suster menghampiri mereka dan memberitahukan.

"Terima kasih suster," ujar Balin dengan dada sesak, seakan sulit bernafas jika kembali mengingat nama itu.

Sang suster mengangguk dan kembali bertugas.

"Siapa yang meninggal?" tanya Pak Bahtiar.

"Calon istriku Pak," gumam Balin, kembali mengusap air mata itu.

Pak Bahtiar kaget dan ia memperhatikan penampilan Balin. Di seluruh pakaian Balin penuh dengan noda darah, dan pakaian yang tidak biasa.

"Kami mengalami kecelakaan ketika dalam perjalanan menuju Gereja. Sepeda motor yang aku kendarai ditabrak dari arah belakang. Hingga calon istriku terpental dan mengalami luka cukup parah di bagian kepala, dan nyawanya tidak tertolong lagi," pungkas Balin dengan tatapan kosong, kejadian naas itu masih membekas dalam ingatannya.

Pak Bahtiar mengulurkan tangan, memberi usapan di punggung Balin. Memberi kekuatan agar ia tabah menghadapi situasi mencekam saat ini.

"Aku yang bersalah dalam hal ini, aku telah membuatnya tiada. Aku salah," seru Balin seraya menutup wajahnya sambil terisak pilu.

"Ikhlaskan Nak, ini bukan sepenuhnya kesalahan kamu. Itu sudah ditakdirkan yang Mahakuasa, kita tidak bisa melawan bahkan menyalahkan takdir. Begitu juga yang dialami putri Bapak," pungkas Pak Bahtiar.

Balin terdiam, hanya bisa menyesali kejadian yang tidak pernah terduga.

"Usia mendiang calon kamu berapa tahun?" tanya Pak Bahtiar.

"28 tahun Pak," sahut Balin.

Sejenak Pak Bahtiar berpikir. Tiba-tiba pikirannya berselancar ke arah itu.

Hmm

Pak Bahtiar menghela nafas panjang, ia ingin menawarkan sesuatu kepada Balin. Walaupun ia tahu bahwa permintaannya ini tidaklah layak, bahkan ia tahu jika Balin akan menganggapnya gila atau manusia tidak normal tetapi hanya ini cara satu-satunya untuk menyelamatkan putrinya dari ambang kematian.

"Nak, Bapak ingin menawarkan sesuatu. Tetapi sebelumnya Bapak minta maaf karena sungguh sangat lancang," ucap Pak Bahtiar dengan tatapan serius.

Balin mengangguk. "Katakan Pak karena aku tidak punya waktu banyak lagi," ujar Balin.

"Bersediakah kamu menukarkan salah satu organ tubuh mendiang calon istrimu dengan putri Bapak?" ucap Pak Bahtiar penuh kehati-hatian. Lidahnya keluh untuk mengatakan hal itu.

Deg

"Jangan bercanda Pak!" Seru Balin dengan nada meninggi, bahkan ia beranjak bangkit dari tempat duduknya, terbelalak kaget.

Pak Bahtiar memejamkan mata sesaat kemudian, setelah mendengar atau melihat reaksi Balin yang sudah ia prediksikan sebelumnya.

"Bapak minta maaf Nak karena sudah sangat lancang," ucap Pak Bahtiar dengan tatapan datar.

Bersambung.....

🌹🌹🌹

Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi

Episode: 2. Perjanjian Pernikahan

Dengan pikiran kacau Balin meremas rambutnya.

"Aku harus segera pergi," ujar Balin.

"Bapak mohon Nak, hanya kamu yang bisa membantu Bapak. Apapun imbalan yang kamu minta akan Bapak turuti," mohon Pak Bahtiar, bahkan ia berlutut di kaki Balin. Seorang pengusaha terpandang rela melakukan hal tabu itu kepada orang biasa seperti Balin.

Balin melebarkan mata melihat apa yang dilakukan oleh Pak Bahtiar.

"Putri Bapak adalah segala-galanya," lirih pilu Pak Bahtiar seraya meneteskan air mata.

Sungguh Balin tak tega melihat beban yang dipikul oleh Pak Bahtiar, tetapi permintaannya itu sangatlah mustahil untuk ia penuhi.

"Jangan begini Pak," pungkas Balin, merengkuh tubuh Pak Bahtiar agar kembali duduk di samping dirinya.

"Bapak tidak ingin kehilangan seseorang yang sangat bapak sayangi untuk kedua kalinya," ungkap Pak Balin dengan tatapan sendu.

"Jika kamu bersedia, maka sebagai perjanjian kita kamu menikah dengan putri Bapak," imbuh Pak Bahtiar tidak main-main.

Lamunan Balin membuyar mendengar tawaran Pak Bahtiar kembali.

"Bapak akan menikahkan kamu dengan putri Bapak," lanjutnya dengan tatapan serius.

"Bagaimana mungkin! Aku sangat mencintai mendiang calon istriku, dan aku baru saja berduka! Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu." Papar Balin dengan deru nafas memburu.

"Dari itu kamu tidak kehilangan dia karena salah satu dari organ tubuhnya berada didalam tubuh putri Bapak," pungkas Pak Bahtiar.

Ucapan Pak Bahtiar kembali membuat Balin menatapnya dengan tatapan penuh arti.

"Pikirkan baik-baik Nak."

"Maaf Pak kedatangan saya menganggu. Saya menyampaikan bahwa kondisi Bapak semakin kritis dan sangat kecil untuk bertahan. Detak jantungnya semakin melemah," terang sang suster.

Dada Pak Bahtiar kembali dihantam bebatuan mendengar keterangan sang suster tentang kondisi putrinya.

Dengan pandangan gelap serta dada sesak Pak Bahtiar berusaha bangkit. "Terima kasih Nak sudah menjadi pendengar jeritan hati Bapak. Maaf karena perkataan Bapak terlalu lancang," tutur Pak Bahtiar. Setelah mengusap bahu Balin, ia melangkah gontai membawa kakinya menuju ruang dimana putrinya terbaring.

Balin terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata. Memandangi tubuh lemah itu sampai tak terlihat lagi.

Permintaan atau penawaran Pak Bahtiar kembali terngiang-ngiang dalam benaknya.

"Bisakah aku melakukan itu? jika aku setuju, maka aku tak kehilangan Jill," gumam Balin.

Balin menggelengkan kepala. "Tidak, tidak mungkin! Itu sama saja aku egois, mementingkan diriku sendiri. Bagaimana dengan Jill jika salah satu organ tubuhnya hilang? dia akan kecewa di akhirat," imbuhnya bimbang.

"*Bang, jika suatu saat nanti tiba-tiba orang asing minta bantuan yang tak biasa, apa yang Abang lakukan?"

"Maksudnya?"

"Bantu orang yang sedang minta bantuan kepada kita dengan ikhlas, karena Tuhan menunjukan dan menentukannya. Apapun masalahnya selagi kita bisa kenapa harus menolak? karena kita hidup saling tolong menolong. Lihatlah anak kecil itu merengek minta bantuan kepada orang asing tetapi mereka mengabaikannya, padahal mereka dapat membantunya. Tetapi ego atau sifat kepedulian mereka seakan tidak diterapkan*."

Deg

Tiba-tiba Balin mengingat perkataan Jill 2 hari yang lalu, dimana mereka melihat anak kecil. Seakan perkataan Jill benar-benar terjadi saat ini.

Tidak ingin membuang waktu lagi Balin beranjak bangkit dan ingin bertemu dengan Pak Bahtiar. Perkataan Jill membuatnya sadar, walaupun masalahnya jauh berbeda tetapi selagi bisa kenapa tak diberi kesempatan.

Balin bertanya kepada suster dimana ruang rawat putri Pak Bahtiar. Sangat mudah baginya mendapat petunjuk karena Pak Bahtiar bukanlah orang yang sembarangan.

Balin bergegas menuju ruang VIP. Dari kejauhan ia dapat melihat kerapuhan pria paruh baya itu, duduk dengan raut wajah memikul beban.

Balin mendekat, lalu duduk di sebelah Pak Bahtiar. Hingga Pak Bahtiar kaget mendapati sosok itu. Seketika raut wajahnya berubah cerah, bahkan senyuman terukir di bibirnya.

"Apa kamu menyetujuinya Nak?" itulah yang dipikirkan oleh Pak Bahtiar.

Balin mengangguk.

"Terima kasih Nak, sungguh Bapak sangat berterima kasih. Apapun yang kamu minta akan Bapak penuhi," papar Pak Bahtiar seraya memeluk Balin. Balin hanya bisa bungkam, sejujurnya ia tidak berhak melakukan itu tetapi perkataan Jill waktu itu membuatnya yakin.

"Aku tidak butuh apapun tetapi seperti yang Bapak janjikan, aku dapat memenuhinya," ujar Balin seakan menyetujui pernikahan itu.

"Iya Nak, ketika putri Bapak sembuh maka kalian akan segera menikah," ujar Pak Bahtiar dengan wajah berseri-seri.

Balin mengangguk

Setelah mendatangani semua urusannya Balin berpamitan akan pulang.

Bersambung....

🌹🌹🌹

Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi

Episode: 3. Perjodohan

6 bulan kemudian

Di pemakaman umum

Dengan tatapan pilu Balin mengusap nisan yang bertuliskan nama Jill Gladys. Malam ini ia akan bertemu dengan keluarga Bapak Bahtiar.

"Dek, mungkin kesalahan Abang ini tak bisa dimaafkan. Apa kamu marah di atas sana?" gumam Balin dengan perasaan bersalah karena telah berani melakukan hal yang beresiko.

Jill adalah anak yatim piatu, tidak memiliki keluarga. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal ketika ia berusia 15 tahun.

Untuk menyambung hidupnya ia bekerja sebagai penjaga toko sembari bersekolah. Jill dengan bisa membagi waktu untuk bekerja dan belajar.

Mendapat beasiswa karena prestasinya, Jill mampu menempuh pendidikan sampai S1. Dan ia diterima bekerja sebagai salah satu dosen di universitas x.

Pertemuan tak disengaja itulah timbul benih-benih cinta, bahkan cinta pada pandangan pertama antara Jill dan Balin.

Mereka menjalani hubungan selama 5 tahun. Tepat di tahun tersebut, dimana hari itu adalah hari ulang tahun Balin. Mereka meresmikan hubungan sebagai sepasang suami istri.

Semua rencana itu, kini hanya tinggal kenangan. Kenangan yang sangat buruk dimasa hidupnya.

Wanita yang sangat dicintainya dan dijaga baik-baik kini pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

+++

Di kediaman mewah milik keluarga Bahtiar

Seusai sarapan pagi. Pak Bahtiar ingin bicara kepada putrinya dan istrinya. Saatnya ia membicarakan masalah ini.

"Sayang temui Papi di ruang keluarga," titah Pak Bahtiar kepada putrinya yang kini kembali sehat.

"Iya Pi," sahut wanita cantik itu tanpa merasa curiga sedikitpun niat yang ingin disampaikan oleh Papi nya.

"Masalah apa sih Pi?" tanya wanita paruh baya yng tak tahu apa-apa.

"Papi akan menjelaskannya nanti, jadi habiskan dulu makanan Mami," ujar Pak Bahtiar sebelum meninggalkan meja makan.

"Selalu begitu!" Cabik wanita paruh baya itu dengan sinis, sayangnya tak didengar oleh suaminya.

"Semua pasti gara-gara si manja itu Mi," ucap wanita berambut pirang itu seraya menunjuk Bahagiana.

Yah nama putri Pak Bahtiar adalah Bahagiana Bahtiar. Presdir di perusahaan BB GROUP.

"Kamu tidak nyambung, bahkan aku sendiri juga tidak tahu apa yang akan dibicarakan Papi. Sangat aneh," pungkas Bahagiana dengan sinis menatap Rika.

"Terlalu sok!" Balas Rika seraya bangkit dari tempat duduknya.

Sepeninggalan Rika. Wanita paruh baya bernama Maya itu menatap sinis kepada Bahagiana yang dengan santainya menghabiskan makanannya.

"Mami ingin mengumpat juga?" kalimat itu langsung dilontarkan Bahagiana sebelum Maya berucap.

"Dasar!" Dengan amarah Maya bangkit dan ikut meninggalkan Bahagiana seorang diri.

Setelah meletakan sendok di atas piring Bahagiana menghela nafas panjang.

"Papi ingin membicarakan apa ya?" gumamnya dengan pandangan di atas piring kosong.

Setelah meletakan piring kosongnya ke wastafel Bahagiana segera menemui orang tuanya.

"Duduk sayang," ucap Pak Bahtiar dengan lembut. Bahagiana segera duduk.

Pak Bahtiar terlebih dahulu menghela nafas. Walaupun berat rasanya mengatakan hal ini tetapi Samapi kapan ia menyembunyikannya.

"Sayang besok malam Papi kenalkan kamu dengan seorang pria yang Papi pilih sendiri."

"Maksud Papi apa?" seketika Bahagiana beranjak bangkit setelah mendengar perkataan itu.

"Sayang tenang dulu, Papi belum selesai bicara," ujar Pak Bahtiar.

Bukan hanya Bahagiana yang kaget tetapi Maya dan Rika juga kaget.

Bahagiana kembali duduk tetapi dengan perasaan campur aduk antara penasaran.

"Papi sudah menjodohkan kamu dengan pria pilihan Papi. Mau tidak mau kamu harus setuju," ungkap Pak Bahtiar dengan tatapan serius menatap Bahagiana.

Deg

Sekali lagi membuat Bahagiana serta Maya, Rika terbelalak kaget.

"Apa Pi? katakan sekali lagi? apa Gia salah mendengar?" lirih Bahagiana seraya membungkam mulutnya tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Papinya.

"Kamu tidak salah mendengar sayang, begitulah kenyataannya. Besok malam kita bertemu dengan calon suamimu," sambungnya kembali seraya mengusap dada.

Bahagiana menggeleng dengan mata berkaca-kaca.

"Sampai kapan Papi lelah untuk memperkenalkan Gia dengan putra kolega Papi? sampai kapan Pi? sampai kapanpun Gia tak percaya dengan namanya cinta, kekasih ataupun suami!" Teriak Bahagiana histeris.

"Sungguh lancang kamu Gia!" Seru Maya dengan lantang karena mendapati sikap Bahagiana yang sudah kelewatan.

"Diam kamu, jangan ikut campur!" Balas Bahagiana membentak seraya menunjukan jari telunjuknya kepada Maya.

Pak Bahtiar hanya bisa memejamkan mata sejenak.

"Dia bukan dari kalangan atas. Dia pria biasa tetapi memiliki kesempurnaan yang tak diragukan lagi," ungkap Pak Bahtiar.

"Siapapun itu Gia tidak akan Sudi!" Setelah mengatakan itu Bahagiana segera berlalu menuju tangga.

"Gia.....Gia....." Teriak Maya agar Bahagiana mendengar penjelasan Papinya.

"Cukup Mi, biarkan dulu Gia menenangkan dirinya," ucap Pak Bahtiar dengan tatapan datar.

"Sebenarnya ada apa sih? Papi sudah tahu bukan jika si anak itu......"

"Papi tidak ingin membahas ini lagi. Nanti akan Papi jelaskan kepada Mami," potong Pak Bahtiar.

Bersambung....

🌹🌹🌹

Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!