Petang menjelang sepasang pengantin baru tersebut pulang dari kantor. Kebetulan pekerjaan hari ini menumpuk jadi membuat keduanya terlambat pulang.
Tiba di rumah. Mereka disambut oleh Papi Bahtiar yang sedang bersantai di depan televisi seraya menyesap teh hijau kesukaannya.
"Papi," sapa Balin.
"Kalian sudah pulang?" balas Papi Bahtiar dengan senyuman seraya meletakan cangkir itu di atas meja.
Balin mendekat, ikut duduk di hadapan Papi Bahtiar.
"Gia ke kamar dulu Pi," ucap Bahagiana seakan engan untuk bergabung, lagi pula ia merasa lelah dan ingin membersihkan diri terlebih dahulu.
Papi Bahtiar mengangguk.
"Hmm bagaimana pekerjaanmu hari ini? khususnya menghadapi sikap Gia?" tanya Papi Bahtiar ingin tahu, apakah putrinya itu membuat ulah.
"Ya gitulah Pi tetapi aku dapat mengatasinya. Papi jangan khawatir?" papar Balin.
Papi Bahtiar manggut-manggut. Ia percaya kepada Balin karena pilihannya tidaklah salah.
"Maaf jika Papi lancang. Apa sedikitpun hatimu tak tertarik kepada Gia, Nak?" pertanyaan itu berhasil membuat Balin kaget hingga membuatnya batuk.
"Hmm lupakan saja," sambungnya seakan pertanyaan itu tak layak untuk dilontarkan dan bahkan wajib dijawab oleh Balin.
"Gia wanita cantik serta mapan. Setiap pria pasti menyukainya dengan paras cantik, cerdas dan memiliki segalanya. Tetapi bagiku, dan perasaan ini hanya ada untuk Jill."
Papi Bahtiar sesak mendengar pengakuan Balin. Ia kira Balin akan melupakan mantan calon istrinya itu tetapi ia salah. Tidak mudah melupakan orang yang sangat kita cintai.
"Tidak masalah itu adalah hak kamu. Lagi pula Gia tidak pernah percaya dengan cinta," ucap Papi Bahtiar seraya mengusap rahangnya yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus.
Balin yang semua menepis perasaannya terhadap Bahagiana menjadi kepikiran, entah apa yang telah mengajal di hatinya.
Tap tap tap
Derap sepatu yang dapat dipastikan dua orang tersebut membuat obrolan antara Balin dan mertuanya terhenti.
Ternyata dua sosok itu adalah Mami Maya dan Rika. Dua tangan masing-masing penuh dengan tentengan paper bag dari toko terkenal.
Dapat dipastikan mereka sedang memborong bebelanjaan kebutuhan pribadi.
"Maaf Pi kami agak telat, maklum Ibu kota tidak lepas dari kemacetan," papar Mami Maya, beringsut duduk di sebelah suaminya. Ada perasaan takut yang menjeranya karena pergi cukup lama.
Hmm
Papi Bahtiar hanya berdehem karena tidak ingin masalahnya lebih runyam.
"Tiap hari habiskan uang!" Sindiran tajam itu berasal dari atas tangga penghubung.
Bahagiana kembali melanjutkan langkahnya.
"Tidak tahu bagaimana susah payahnya mendapatkan uang tersebut! Uang tidak akan datang sendirinya jika hanya tidur makan!" Ia kembali meralat sindiran tajam tersebut yang ditujukan kepada Mami Maya dan juga Rika.
"Kami tidak minta tetapi Papi sendiri yang menawari, jadi apa masalahnya untukmu?" potong Rika menjawab sindiran Bahagiana.
"Itulah istimewanya Papi, makanya kalian mengikatnya dengan berbagai cara, agar mesin ATM kalian------"
"Cukup Gia! Ada apa denganmu? apa kamu lupa jika kami juga bagian dari keluarga ini?" suara lantang itu memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya.
Bahagiana mengepalkan kedua tangannya. Ia muak melihat kelakuan Mami Maya dan Rika. Tiap hari hanya bisanya menghamburkan uang tanpa tahu bagaimana uang itu datang. Bisanya memeras kebaikan Papinya.
"Hanya Papi yang menganggap kalian keluarga! Aku? tapi tidak denganku! Camkan itu!!!"
Dengan santainya Bahagiana berlalu, meninggalkan tempat itu dengan perasaan murka.
Bahagiana pergi ke belakang, di sana ada bangunan khusus para pelayan rumah. Di sanalah tempat Bahagiana sering menenangkan atau meredam amarah jika seusai perang mulut dengan Papi serta Maminya.
Balin yang menyaksikan pertengkaran itu merasa tidak enak hati. Bahagiana memang keras kepala tetapi ia tidak bisa menyalahkan sepenuhnya. Lagi pula ia belum tahu seluk beluk keluarga ini.
"Bersihkan segera dirimu Nak. 1 jam ke depan kita akan makan malam," tutur Papi Bahtiar dengan tatapan datar.
Balin mengangguk dan segera beranjak, berjalan menuju kamar yang berada di lantai tiga.
+++
Sepeninggalan Balin dan juga Rika
"Sudah Papi ingatkan. Segera pulang sebelum Gia pulang tetapi seakan peringatan Papi tak berguna," papar Papi Bahtiar seakan menyalahkan istrinya.
"Apa alasan yang Mami berikan tidak jelas?"
"Aka untuk menghindari hal yang tak terduga lebih cerdas untuk berpikir. Untuk ke depannya tidak ada lagi acara borong-memborong. Ingat apa yang dikatakan Gia jika uang itu tidak akan datang dengan sendirinya jika tidak bekerja keras dan berusaha. Kamu sama putrimu tahunya menghabiskan saja!" Ocehan pedas Papi Bahtiar membuat Mami Maya tak terima tetapi ia tidak mungkin melawan.
Setelah mengatakan itu Papi Bahtiar beranjak. Ingin merendam amarah di dalam kamar mandi, dengan cara merendam di bathtub.
"Sialan! Ini semua gara-gara putri kesayangannya itu. Tidak bisa dibiarkan, bisa-bisa aku setres!"
Usai berperang dalam hati Mami Maya bergegas menyusul suaminya dengan perasaan marah.
Bersambung.....
🌹🌹🌹
Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Siti Fatmawati Lareken
sudah capek-capek pulang kerja masih ada saja pertengkaran yg tdk masuk akal.kasin suaminya.
2022-08-24
0
Dianita
next
2022-07-07
0
Dianita
👍👍👍💪💪💪
2022-07-06
0