Dengan pikiran kacau Balin meremas rambutnya.
"Aku harus segera pergi," ujar Balin.
"Bapak mohon Nak, hanya kamu yang bisa membantu Bapak. Apapun imbalan yang kamu minta akan Bapak turuti," mohon Pak Bahtiar, bahkan ia berlutut di kaki Balin. Seorang pengusaha terpandang rela melakukan hal tabu itu kepada orang biasa seperti Balin.
Balin melebarkan mata melihat apa yang dilakukan oleh Pak Bahtiar.
"Putri Bapak adalah segala-galanya," lirih pilu Pak Bahtiar seraya meneteskan air mata.
Sungguh Balin tak tega melihat beban yang dipikul oleh Pak Bahtiar, tetapi permintaannya itu sangatlah mustahil untuk ia penuhi.
"Jangan begini Pak," pungkas Balin, merengkuh tubuh Pak Bahtiar agar kembali duduk di samping dirinya.
"Bapak tidak ingin kehilangan seseorang yang sangat bapak sayangi untuk kedua kalinya," ungkap Pak Balin dengan tatapan sendu.
"Jika kamu bersedia, maka sebagai perjanjian kita kamu menikah dengan putri Bapak," imbuh Pak Bahtiar tidak main-main.
Lamunan Balin membuyar mendengar tawaran Pak Bahtiar kembali.
"Bapak akan menikahkan kamu dengan putri Bapak," lanjutnya dengan tatapan serius.
"Bagaimana mungkin! Aku sangat mencintai mendiang calon istriku, dan aku baru saja berduka! Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu." Papar Balin dengan deru nafas memburu.
"Dari itu kamu tidak kehilangan dia karena salah satu dari organ tubuhnya berada didalam tubuh putri Bapak," pungkas Pak Bahtiar.
Ucapan Pak Bahtiar kembali membuat Balin menatapnya dengan tatapan penuh arti.
"Pikirkan baik-baik Nak."
"Maaf Pak kedatangan saya menganggu. Saya menyampaikan bahwa kondisi Bapak semakin kritis dan sangat kecil untuk bertahan. Detak jantungnya semakin melemah," terang sang suster.
Dada Pak Bahtiar kembali dihantam bebatuan mendengar keterangan sang suster tentang kondisi putrinya.
Dengan pandangan gelap serta dada sesak Pak Bahtiar berusaha bangkit. "Terima kasih Nak sudah menjadi pendengar jeritan hati Bapak. Maaf karena perkataan Bapak terlalu lancang," tutur Pak Bahtiar. Setelah mengusap bahu Balin, ia melangkah gontai membawa kakinya menuju ruang dimana putrinya terbaring.
Balin terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata. Memandangi tubuh lemah itu sampai tak terlihat lagi.
Permintaan atau penawaran Pak Bahtiar kembali terngiang-ngiang dalam benaknya.
"Bisakah aku melakukan itu? jika aku setuju, maka aku tak kehilangan Jill," gumam Balin.
Balin menggelengkan kepala. "Tidak, tidak mungkin! Itu sama saja aku egois, mementingkan diriku sendiri. Bagaimana dengan Jill jika salah satu organ tubuhnya hilang? dia akan kecewa di akhirat," imbuhnya bimbang.
"*Bang, jika suatu saat nanti tiba-tiba orang asing minta bantuan yang tak biasa, apa yang Abang lakukan?"
"Maksudnya?"
"Bantu orang yang sedang minta bantuan kepada kita dengan ikhlas, karena Tuhan menunjukan dan menentukannya. Apapun masalahnya selagi kita bisa kenapa harus menolak? karena kita hidup saling tolong menolong. Lihatlah anak kecil itu merengek minta bantuan kepada orang asing tetapi mereka mengabaikannya, padahal mereka dapat membantunya. Tetapi ego atau sifat kepedulian mereka seakan tidak diterapkan*."
Deg
Tiba-tiba Balin mengingat perkataan Jill 2 hari yang lalu, dimana mereka melihat anak kecil. Seakan perkataan Jill benar-benar terjadi saat ini.
Tidak ingin membuang waktu lagi Balin beranjak bangkit dan ingin bertemu dengan Pak Bahtiar. Perkataan Jill membuatnya sadar, walaupun masalahnya jauh berbeda tetapi selagi bisa kenapa tak diberi kesempatan.
Balin bertanya kepada suster dimana ruang rawat putri Pak Bahtiar. Sangat mudah baginya mendapat petunjuk karena Pak Bahtiar bukanlah orang yang sembarangan.
Balin bergegas menuju ruang VIP. Dari kejauhan ia dapat melihat kerapuhan pria paruh baya itu, duduk dengan raut wajah memikul beban.
Balin mendekat, lalu duduk di sebelah Pak Bahtiar. Hingga Pak Bahtiar kaget mendapati sosok itu. Seketika raut wajahnya berubah cerah, bahkan senyuman terukir di bibirnya.
"Apa kamu menyetujuinya Nak?" itulah yang dipikirkan oleh Pak Bahtiar.
Balin mengangguk.
"Terima kasih Nak, sungguh Bapak sangat berterima kasih. Apapun yang kamu minta akan Bapak penuhi," papar Pak Bahtiar seraya memeluk Balin. Balin hanya bisa bungkam, sejujurnya ia tidak berhak melakukan itu tetapi perkataan Jill waktu itu membuatnya yakin.
"Aku tidak butuh apapun tetapi seperti yang Bapak janjikan, aku dapat memenuhinya," ujar Balin seakan menyetujui pernikahan itu.
"Iya Nak, ketika putri Bapak sembuh maka kalian akan segera menikah," ujar Pak Bahtiar dengan wajah berseri-seri.
Balin mengangguk
Setelah mendatangani semua urusannya Balin berpamitan akan pulang.
Bersambung....
🌹🌹🌹
Jangan lupa tinggalkan like vote favorit hadiah dan komennya agar author lebih semangat lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Purwanti San
baru mengikuti keliatannya ceritanya menarik semangat Thor
2023-01-14
0
Helena Tobing
mantap
2022-12-27
0
Helena Tobing
good
2022-12-27
0