"May, kamu mau pulang?" tanya Bu Nadia.
"Iya, Bu," jawab Maysa sambil merapikan meja jahitnya.
"Kamu sudah pikirkan penawaran Bu Rina kemarin?"
"Astaghfirullah ... maaf, Bu. Saya sampai lupa," seru Maysa yang merasa bersalah.
Terlalu banyak masalah yang terjadi padanya membuat dia lupa. Padahal Bu Rina sudah berbaik hati menawarinya kerjasama. Maysa merasa seperti orang yang tidak tahu terima kasih saja. Wanita itu berpikir tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Di kemudian hari belum tentu ada orang baik seperti Bu Rina.
Apalagi dengan kehidupan Maysa yang sekarang, sudah pasti dia membutuhkan banyak uang untuk dirinya sendiri dan Eira. Wanita itu tidak ingin lagi bergantung pada orang lain termasuk mamanya, apalagi sang suami. Maysa sudah berjanji melakukan segalanya untuk kebahagiaan putrinya. Mungkin ini memang jalan yang Tuhan berikan.
"Bu, saya mau menerima tawaran Bu Rina. Saya akan berusaha semampu saya agar tidak mengecewakan Bu Rina," ucap Maysa pada Akhirnya.
Dia yakin jika ini adalah pilihan yang terbaik. Walaupun nantinya wanita itu akan gagal, setidaknya Maysa sudah berusaha. Mengenai hasilnya, biarlah Tuhan yang menentukan. Dia yakin tidak ada usaha yang sia-sia.
"Benar, May? Kamu yakin?" tanya Bu Nadia meyakinkan.
"Saya yakin, Bu."
Bu Nadia tidak mau pilihan Maysa hanya emosi sesaat. Namun, ibunya Eira itu meyakinkan atasannya bahwa dirinya benar-benar yakin. Mengenai hasilnya nanti biarlah waktu yang menjawab. Dia akan berusaha semampunya.
"Nanti saya akan menghubungi Bu Rina. Mengenai bagaimana nanti, kita bicarakan lagi setelah Bu Rina setuju."
"Iya, Bu. Terima kasih, Ibu, sudah percaya sama saya."
"Kamu wanita hebat, sayang jika tidak dikembangkan," ujar Bu Nadia yang ditanggapi Maysa dengan senyuman.
"Kalau begitu, saya pamit, Bu," ucap Maysa setelah berbincang sedikit dengan Bu Nadia.
"Hati-hati."
Maysa pun meninggalkan butik dan pulang ke rumah ibunya. Dia masih belum mau pulang ke rumahnya sendiri. Mama Rafiqah sudah membujuk sang putri untuk pulang dan membicarakan semuanya dengan baik-baik, tetapi wanita itu menolak. Maysa tidak ingin bertemu dengan Rafka yang nantinya akan semakin menambah sakit hatinya.
Perasaan dan hatinya belum baik-baik saja. Entah sampai kapan dia menolak bertemu sang suami. Maysa perlu waktu menata hatinya. Setelah itu, dia akan membuat keputusan dengan sangat yakin. Namun, sayang, keinginannya tidak sejalan dengan kenyataan.
Di depan rumah mama kini terparkir sebuah mobil. Maysa tersenyum kecut melihatnya. Dia sangat tahu siapa pemiliknya, siapa lagi kalau bukan Rafka. Wanita itu jadi kembali sakit hati mengingat keberadaan mobil itu.
Demi bisa membeli mobil, mereka harus hidup berhemat padahal dirinya dan Eira tidak pernah menggunakannya. Rafka tidak pernah mengajak istri dan anaknya jalan-jalan menggunakan mobil itu, selain datang ke rumah ibu dan mertuanya. Akan tetapi, pria itu malah membawa selingkuhannya jalan ke mana pun dengan menggunakan mobil.
Maysa memarkirkan motornya dan memasuki rumah. Dia memantapkan hatinya, apa pun yang akan Rafka katakan, wanita itu tidak akan peduli. Sudah terlalu banyak luka yang sang suami berikan. Maysa juga ingin bahagia.
"Assalamualaikum," ucap Maysa sambil berjalan menuju ruang tamu.
"Waalaikumsalam."
Maysa mencium punggung tangan mamanya dan sang suami. Meski dirinya sedang ada masalah dengan Rafka, tetapi dia masih tetaplah suami yang harus dihormati. Surganya juga masih ada pada pria itu.
"Aku datang ke sini untuk menjemput kamu. Ayo, kita pulang!" ajak Rafka yang tidak melepaskan tangan istrinya setelah bersalaman.
"Maaf, Mas, tapi aku tidak ingin pulang. Aku masih ingin di sini. Lagi pula rumah itu sudah tidak nyaman untuk ditempati."
"Kamu tidak boleh begitu. Kamu juga harus memikirkan Eira. Ayo, kita pulang!"
Mama Rafiqah yang tahu jika suasana sudah tidak enak pun mengajak Eira untuk ke dalam. Dia ingin memberi ruang untuk anak dan istrinya untuk bicara dari hati ke hati. Untung saja gadis kecil itu tidak banyak bertanya. Dia hanya menurut saja saat omanya mengajak bermain.
Maysa mencoba melepaskan genggamannya. Namun, Rafka malah semakin menggenggam erat tangan itu. Setiap orang pasti menginginkan rumah tangga mereka damai. Begitupun dengan Rafka dan Maysa. Namun, semuanya hancur begitu saja karena tujuan mereka tidak lagi sama.
Rafka ingin menikah lagi dan hidup bahagia dengan dua istri. Sementara Maysa tidak mau membagi keluarganya dengan wanita lain. Lebih baik dia mengalah, daripada harus mempertahankan seseorang yang sudah tidak menginginkannya lagi.
"Sebaiknya kamu pulang. Aku masih ingin di sini. Rumah ini adalah tempat yang paling nyaman untukku sekarang."
"Kamu tidak bisa begitu, May. Kamu wanita bersuami dan kita juga sudah punya rumah, sebaiknya kita pulang."
"Setelah apa yang kamu lakukan, kamu masih bisa berkata seperti itu! Apa kamu pernah berpikir apa saja yang sudah kamu lakukan dan seberapa besar kamu dan keluarga kamu telah menyakiti aku dan Eira? Kalian hanya memikirkan diri kalian sendiri, tidak sekalipun memikirkan perasaanku jadi, sebaiknya kamu pulang saja."
"Tidak bisa begitu, dong, May. Lagi pula apa salahnya sih kalau kamu menerima Vida sebagai madumu?"
"Salahnya karena aku tidak pernah menginginkan madu. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah setuju. Lebih baik kita sendiri-sendiri. Jalan kita sudah berbeda, percuma juga aku mempertahankan rumah tangga ini."
Maysa meneteskan air matanya. Hatinya sakit saat mengucapkan kata itu. Seberapa besar dia berusaha kuat, tetap saja hatinya terluka saat perpisahan benar-benar ada di depan mata. Wanita itu sama sekali tidak menginginkannya, tetapi apa boleh buat. Mungkin ini memang takdirnya.
"Maksud kamu apa bicara seperti itu?" tanya Rafka yang sudah mulai emosi.
"Kamu tidak bodoh untuk mengartikan apa yang aku katakan. Aku ingin kita berpisah. Kita bisa menjalani kehidupan kita masing-masing, kamu juga bisa menikah dengan wanita itu. Aku tidak akan lagi melarangmu."
"Sampai kapan pun aku tidak akan pernah melepaskan kamu, apalagi sampai bercerai."
"Kalau kamu tidak mau menceraikanku, biar aku saja yang mengajukan gugatan cerai. Kamu tinggal menerima surat panggilan saja."
"Aku tidak akan pernah menyetujuinya. Seharusnya kamu tahu bahwa Allah sangat membenci perceraian."
"Tapi kamu lupa jika Allah juga sangat benci dengan zina. Tekadku sudah bulat. Aku ingin kita bercerai."
"Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menceraikanmu. Lebih baik kamu pikirkan baik-baik tentang masalah kita. Jangan kamu egois dengan memikirkan diri kamu sendiri. Pikirkan juga Eira dan masa depannya. Apa kata orang-orang jika kita berpisah? Dia juga akan menerima dampaknya."
"Seharusnya kamu tanyakan pada dirimu sendiri mengenai hal itu. Pikirkan Eira saat kamu bermain apa."
"Aku tidak ingin berdebat. Sekarang aku tidak akan memaksamu untuk pulang. Aku memberimu waktu untuk berpikir. Semoga saja setelah berpikir semuanya kembali baik. Aku pergi dulu, assalamualaikum."
Rafka meninggalkan rumah mertuanya. Dia tidak ingin memaksa Maysa yang nantinya malah akan berakibat dengan perceraian. Pria itu ingin memberi waktu sang istri untuk berpikir. Mudah-mudahan nanti wanita itu berubah pikiran.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Ma Em
Aku suka karakter Maysa yg punya pendirian yg teguh tdk bisa diragukan lagi kalau kata Maysa mau tetap berpisah semoga Maysa dan Eira bisa merasakan kebahagiaan setelah berpisah dgn Rafka dapat pengganti Rafka lelaki yg baik cinta dan sayang sama Maysa dan Eira semangat Maysa jgn ragu maju terus jgn mau di bujuk lagi untuk Maysa mau dipoligami sama Rafka dan mertuamu
2025-02-12
0
Sunarmi Narmi
/Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer/
2025-02-01
0
S
Gila..laki laki ini benar benar belum py istri 2 aja uda g adil.njirr
2023-03-28
0