Beberapa kali Maysa menarik napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Dia harus bersikap setenang mungkin. Wanita itu tidak ingin mamanya tahu jika dirinya ada masalah. Maysa belum sanggup menceritakan apa yang dialami pada orang yang selama ini membesarkannya. Dia tidak sampai hati jika harus membuat mamanya ikut kepikiran.
Untuk saat ini, biarlah itu menjadi masalah pribadinya. Mengenai sang mama, dia akan membicarakan nanti, setelah semuanya baik-baik saja. Wanita itu memesan taxi untuk ke rumah mamanya karena Maysa harus menjemput Eira di sana.
Tidak berapa lama, taksi yang dipesan pun datang. Dia naik taksi tersebut dan meninggalkan taman menuju rumah mamanya. Sepanjang perjalanan, wanita itu banyak-banyak beristighfar agar hatinya lebih tenang. Maysa juga berdoa agar mamanya tidak mencurigai apa pun saat mereka bertemu nanti.
Akhirnya Maysa sampai di rumah mamanya setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dia sampai saat azan maghrib berkumandang. Rumah tampak sepi, pasti mereka sedang melaksanakan salat magrib berjamaah. Wanita itu mengetuk pintu beberapa kali diikuti ucapan salam. Namun, tak kunjung ada jawaban dari dalam rumah.
Maysa pun memilih duduk di teras rumah, sambil menunggu seseorang membukakan pintu. Dia mengamati keadaan sekitar yang tidak banyak berubah. Tidak berapa lama, pintu terbuka. Tampak adiknya yang keluar.
"Assalamualaikum," ucap Maysa.
"Waalaikumsalam, mau jemput Eira, Kak?" tanya Riri—adik Maysa.
"Iya, dia tidak tidur, kan?" tanya Maysa karena Eira memang sering ketiduran di saat bermain. Tidak jarang dia harus nunggu putrinya bangun untuk diajak pulang.
"Tidak, dia lagi shalat sama mama. Kakak sudah shalat?"
"Belum, Kakak pinjam mukena kamu, ya!"
"Ya sudah, Kakak salat dulu sana! Mukenanya ada di kamar."
Maysa pun berlalu menuju kamar adiknya untuk membersihkan diri dan shalat di sana. Sementara itu, Riri pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Sudah menjadi kebiasaan gadis itu dalam menyiapkan makanan di rumah ini.
"Tadi yang ketuk pintu Kakak kamu, Ri?" tanya Mama Rafiqah yang baru memasuki dapur.
"Iya, Ma. Lagi bersihin diri di kamar mandi. Kakak juga mau shalat."
"Kamu siapin juga makan malam buat kakak kamu. Biar nanti di rumah tidak perlu masak lagi."
"Iya, Ma."
Riri pun menambah porsi masakannya. Meski masih muda, dia yang selalu menyiapkan semua makanan sejak Maysa menikah. Gadis itu tidak pernah mengeluh tentang pekerjaannya. Semua dilakukannya dengan ikhlas.
"Oma, aku mau minum susu!" pinta Eira yang baru memasuki dapur.
"Cucu Oma mau susu? Sebentar, ya! Oma buatin dulu."
Rafiqah pun membuatkan susu formula untuk Eira. Untungnya persediaan air hangat masih ada jadi, dia tidak perlu memasak air lagi. Setelah jadi, segera diberikan pada cucunya.
"Ini susunya, Sayang."
"Terima kasih, Oma," ucap Eira setelah menerimanya.
"Sama-sama, Sayang."
"Assalamualaikum, Ma," ucap Maysa sambil mencium punggung tangan wanita paruh baya yang sudah melahirkannya.
"Waalaikumsalam, kamu makan malam di sini dulu, ya! Sebelum pulang."
"Iya, Ma."
"Aku nggak mau pulang. Aku mau nginep di sini!" seru Eira yang mendengar pembicaraan antara mama dan omanya.
"Jangan gitu dong, Sayang. Semalam, kan, kamu sudah nginep di sini! Sekarang waktunya kita pulang. Di rumah, Papa sendirian. Nyariin kamu nanti kalau kamu nggak pulang."
"Aku nggak mau! Aku mau tidur sama Oma," sela Eira sambil memeluk tubuh omanya.
"Nanti kalau Papa nyariin gimana, Sayang? Kita pulang, ya! Nanti Eira mau dibeliin apa?"
"Nggak mau? Aku mau sama Oma, sama Tante."
Maysa masih tetap membujuk putrinya agar mau diajak pulang. Banyak yang perlu dipikirkan. Kalau di sini, dia takut mamanya akan curiga. Wanita itu juga ingin berbicara dengan Rafka, tetapi Eira tidak mau pulang.
"Sudahlah, Kak. Jangan dipaksa, sebaiknya Kakak kirim pesan saja sama Kak Rafka kalau malam ini Kakak dan Eira, tidur di sini. Sudah lama juga, Kakak, tidak pernah menginap," Sela Riri yang merasa kasihan pada ponakannya.
"Iya, May. Kalau perlu kamu suruh suamimu ke sini saja, biar dia menginap di sini sekalian."
Maysa mengela napas. Sebenarnya banyak hal yang ingin dia bicarakan dengan sang suami. Akan tetapi, benar apa yang dikatakan adik dan mamanya. Sudah lama wanita itu tidak tidur di rumah ini.
Biarlah malam ini dia dan putrinya tidur di sini, sambil menenangkan diri. Maysa juga perlu berpikir, langkah apa yang akan wanita itu ambil nanti, seandainya Rafka benar-benar telah menduakannya. Jika pilihannya adalah berbagi, maka jawabannya adalah tidak. Tidak perlu banyak berpikir.
"Baiklah, kalau begitu. Nanti aku kirim pesan sama Mas Rafka"
"Jadi malam ini aku nginep di sini, Ma?" tanya Eira yang diangguki oleh Maysa. "Terima kasih, Mama ."
"Iya, Sayang, tapi besok kita pulang, ya! Setelah Mama pulang kerja."
"Iya, Ma."
Maysa tersenyum melihat putrinya yang sangat bahagia. Dia tidak tahu apa yang akan dirasakan Eira jika gadis kecil itu mulai mengerti bagaimana keadaan keluarganya nanti. Mudah-mudahan saja tidak berpengaruh pada putrinya. Lagi pula Eira juga tidak begitu dekat dengan Rafka. Buktinya dua malam gadis kecil itu tidur di sini, tidak sekali pun dia bertanya tentang papanya
"Ayo, kita makan dulu! Semuanya sudah siap," ajak Riri.
"Aduh, adik Kakak ini semakin hari, semakin rajin saja. Pasti nanti calon suaminya bakalan bangga punya istri seperti ini," goda Maysa.
"Ah, Kakak! Aku masih belum mau menikah. Aku masih mau bekerja bantuin mama."
"Hus ... nggak boleh bilang begitu. Kalau ada jodoh, sebaiknya segera menikah daripada harus menambah dosa. Mama juga nggak ngizinin kamu buat pacaran, ya!"
"Iya, Ma. Mama tenang saja, aku juga nggak punya pacar, kok!"
"Baguslah kalau begitu. Oh ya, May, kamu sudah kirim pesan kepada suamimu?"
"Belum, Ma. Ponselnya ada di kamar, nanti saja. Tadi Mas Rafka sudah kirim pesan, kalau dia sedang lembur. Pasti saat ini dia sedang ada di kantor," jawa Maysa berbohong. Biar nanti saja dia mengirim pesan. Wanita itu juga tidak berharap suaminya akan menginap di rumah ini. Melihat wajah sang suami bahagia bersama dengan wanita lain, membuat hatinya semakin bertambah sakit. Jadi lebih baik tidak bertemu dulu untuk saat ini. Apalagi di rumah mamanya.
"Ya sudah, ayo, kita makan!" ajak Rafiqah kemudian beralih bertanya pada cucunya. "Eira Mau disuapin sama Oma?"
"Nggak mau, aku makan sendiri," tolak Eira.
"Cucu Oma makin pintar, ya! Sebentar, Oma ambilin dulu."
"Biar aku saja, Ma," sela Maysa.
"Tidak apa-apa. Kamu pasti capek kerja, kamu ambil makanan kamu saja." Rafiqah segera mengambilkan makanan untuk cucunya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Yani
Kamu harus kuat Maysa buat apa mau senang sendiri
2022-11-24
1
Imam Sutoto Suro
keren thor lanjutkan
2022-11-19
0