“Bukan begitu, Mas. Aku hanya bertanya kamu seharian ini ke mana saja? Bukan menuduhmu yang tidak-tidak.” Maysa mencoba membela diri.
“Alah, itu pasti alasan kamu saja. Kamu pasti berpikir aku pemalas karena aku memberimu uang belanja sedikit, kan? Padahal aku sudah menjelaskan jika uangnya untuk mama. Kenapa kamu sekarang perhitungan seperti ini?”
“Aku bukannya perhitungan. Aneh saja, setiap hari kamu lembur, tapi gaji kamu masih tetap sama. Buat apa capek-capek kerja kalau nggak digaji."
Maysa tidak menyangka jika Rafka sangat pandai bersilat lidah. Tidak bisakah pria itu berkata jujur? Selama ini dirinya selalu percaya dan menuruti perkataan suaminya, tetapi setelah apa yang dia lihat tadi, rasanya ada yang berbeda saat wanita itu menatap Rafka.
"May, kamu tentu tahu kalau cari kerja saat ini sangat sulit. Kalau aku berhenti dari sana, bagaimana aku kerja? Iya, kalau aku langsung diterima kerja di tempat lain, kalau tidak? Kita mau makan pakai apa?"
"Kita? Aku rasa cuma kamu yang kebingungan, bukan aku."
"Maksud kamu apa? Aku semakin nggak ngerti, apa yang terjadi padamu hari ini?"
"Mas, aku ingin kamu jujur padaku. Tadi aku melihat kamu bersama dengan seorang wanita di mall dan kalian terlihat sangat mesra. Apa ada yang ingin kamu jelaskan mengenai hal itu?" tanya Maysa dengan nada tegas. Dia memang wanita, tapi bukan berarti dirinya harus terlihat lemah.
"Ma–mana mungkin aku ke mall, Sayang. Aku ... seharian ini ada di kantor. Kamu mungkin salah orang," jawab Rafka dengan sedikit gugup.
"Mas, aku tidak mungkin salah orang. Itu benar-benar kamu. Pakaiannya juga sama seperti yang kamu pakai hari ini. Jadi kamu tidak perlu beralasan." Maysa masih mempertahankan keyakinannya karena dia yakin tidak salah lihat.
"Kamu ini kenapa, sih? Kan, sudah aku katakan berkali-kali. Kalau aku seharian ini di kantor. Aku sibuk banyak pekerjaan di sana. Mana mungkin aku punya waktu jalan-jalan di mall. Kamu jangan menuduhku yang tidak-tidak. Kamu sendiri ngapain di mall? Bukankah kamu bekerja?" tanya Rafka balik.
"Aku sedang bertanya padamu, Mas. Kenapa kamu malah balik bertanya?"
Maysa dibuat kesal oleh suaminya. Dia ingin Rafka menjawab pertanyaannya dengan jujur, tetapi malah balik bertanya padanya. Apa mungkin pria itu sengaja mengalihkan pembicaraan?
"Aku heran saja, kenapa kamu ada di mall? Sementara saat itu, masih jam kerja."
"Akhirnya kamu ngaku juga, kan, kalau saat itu jam kerja. Padahal aku tidak mengatakan jam berapa aku melihatmu berada di mall," ucap Maysa dengan pandangan sinis.
Sepandai-pandainya orang menyembunyikan bangkai, akhirnya akan tercium juga. Meski Maysa sudah mengira sebelumnya, tetap saja hatinya sakit. Namun, Rafka sepertinya belum mau mengakui kesalahannya dan masih tetap kekeh mengatakan jika itu bukan dirinya.
"Itu ... itu ... aku cuma asal saja. Bukannya tadi kamu menanyakan aku ada di mana seharian ini? Berarti itu masih jam kerja, kan?"
"Kamu pandai sekali berkilah, Mas. Sejak kapan kamu pandai berbohong?"
"Kamu itu maunya apa? Aku sudah menjawab pertanyaanmu bahwa aku tidak ada di mall. Kamu sendiri yang ada di mall disaat jam kerja atau jangan-jangan kamu yang jalan sama pria lain. Maling teriak maling, apa itu keahlianmu sekarang?" cibir Rafka.
"Mana mungkin aku jalan dengan pria! Aku di mall karena ingin membelikan Eira mainan. Sudah lama aku tidak membelikannya, tapi saat aku sampai, malah aku melihatmu bersama wanita jalan dengan begitu mesra. Yang lebih parahnya lagi kamu membelikan wanita itu sebuah kalung. Aku yakin, itu harganya pasti sangat mahal. Padahal di sini kamu hanya memberiku uang belanja lima ratus ribu. Tidakkah kamu berpikir uang segitu cukup untuk apa?"
"Wanita yang mana? Membeli kalung apa? Dari mana aku uang sebanyak itu? Kamu jangan mengada-ngada! Sudah, tidak usah berdebat lagi. Aku capek seharian kerja, sampai rumah kamu malah marah-marah. Menuduhku yang tidak-tidak. Suami pulang bukanya dilayani dengan baik, ini malah marah-marah. Aku tidur di kamar tamu saja. Lebih baik kamu merenungkan diri kamu terlebih dahulu," gerutu Rafka.
Rafka segera meninggalkan kamar dengan menutup pintu dengan keras. Untung saja Eira tidak di rumah. Pria itu menuju kamar tamu dan tidur di sana. Maysa benar-benar terluka. Hatinya begitu perih melihat perubahan sang suami.
Dulu Rafka adalah suami yang sangat pengertian. Setiap pulang kerja dia akan selalu membantu Maysa mengerjakan pekerjaan rumah. Di hari libur, pria itu akan mengajak istrinya jalan-jalan ke mana pun wanita itu mau. Bahkan jika harus menguras dompet, Rafka tidak pernah mengeluh.
Semua berubah sejak dirinya hamil hingga sekarang usia Eira—putri mereka—berusia tiga tahun. Selama ini Maysa mencoba memaklumi sikap sang suami karena berpikir jika tanggung jawab Rafka Sekarang bertambah. Jadi pria itu harus lebih giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
Maysa tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dia sangat yakin jika yang dilihatnya di mall adalah sang suami, tetapi ternyata Rafka tidak mau mengakuinya dan malah menuduhnya yang jalan dengan pria lain. Selama ini kegiatan wanita itu hanya seputar rumah dan butik. Mana ada waktu untuk jalan dengan pria lain? Untuk putrinya saja waktunya sangat terbatas.
Tidak mau terlalu larut dalam kesedihan. Maysa memutuskan untuk tidur. Dia berharap setelah bangun nanti semuanya baik-baik saja. Namun, hingga tengah malam wanita itu tidak bisa tidur. Maysa membolak-balikkan tubuhnya berharap menemukan tempat nyaman yang bisa membuatnya terlelap.
"Ya Allah, hamba pasrahkan semua pada-Mu. Engkau maha membolak-balikkan hati manusia. Tidak ada yang tahu nasib yang akan kami jalani. Mudahkanlah urusan kami. Hanya Engkau yang Maha pengasih dan Maha penyayang." Doa Maysa dalam hati.
Sementara di kamar tamu, Rafka memaki dirinya. Andai saja tadi siang dia tidak menuruti keinginan Vida untuk pergi ke mall. Maysa tidak akan melihatnya. Kalau sudah seperti ini, istrinya akan marah.
Sebelumya Fadil—papa Rafka—sudah memperingatkannya agar tidak bermain api, tetapi dia tidak menghiraukannya. Pria itu selalu berkata bahwa Maysa tidak akan pernah tahu karena Rafka selalu bermain cantik. Sekarang semuanya sudah terbongkar. Sudah pasti semua orang akan menyalahkannya.
Ponsel dalam saku Rafka berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Vida. Pria itu mendes*h pelan. Saat ini bukan waktunya untuk membalas pesan dari wanita itu. Lebih baik dia menyimpannya saja. Namun, saat akan memasukkan ponselnya ke saku. Benda pipih itu berbunyi kembali.
Mau tidak mau, Rafka akhirnya membukanya daripada mengganggu, pikirnya. Seketika dia membuka matanya melihat foto yang dikirim Vida. Berkali-kali pria itu menelan salivanya melihat pemandangan indah di ponselnya. Amarah yang tadi sudah di ubun-ubun seketika menguap begitu saja.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Sunarmi Narmi
Besok lgi lbih cerdas dn jgan gegabah...rekam dn foto..ambil bukti yg banyak jgan cuma sekali kegiatan...klo kmu ngak mau di hujat yg baca 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-02-01
0
S
Jangan.maysa yg kepalanya mau pecah aku juga rasanya pingin gampar laki kek gitu.dasar d segerakan karmanya ya thor..😁
2023-03-28
0
Siti Asmaulhusna
liat Foto tlanjang pacar nya x badan si Vuda sendiri
2023-01-29
1