"Makanan kamu aduk-aduk juga nggak bakalan bisa berubah. Apalagi sampai bertambah," tegur Ryan. Namun, Rafka sama sekali tidak berniat untuk meladeni ucapan sahabatnya itu.
Baginya masalah yang dia hadapi jauh lebih penting. Ryan yang melihatnya pun merasa aneh. Biasanya Rafka akan kembali marah, tetapi kini hanya diam saja.
"Oh, iya, beberapa hari yang lalu aku ketemu sama Maysa. Dia sekarang terlihat sangat mandiri, ya! Bahkan dia masih saja bekerja. Aku heran, istri seorang manajer masih saja bekerja," ujar Ryan lagi dan berhasil mengalihkan perhatian Rafka.
"Dia mencari uang buat dirinya sendiri. Memangnya kenapa? Tidak ada urusannya sama kamu," sahut Rafka dengan ketus.
"Ya, kalau itu orang lain pasti sudah tidak bekerja. Secara suaminya bisa menghasilkan banyak uang. Istriku saja tidak bekerja, dia lebih suka di rumah bersama anak. Aku pun tidak keberatan karena aku tidak ingin anakku kekurangan kasih sayang, tapi aku heran kenapa istri kamu sedikit terkejut, ya, saat aku mengatakan kalau kamu seorang manajer? Apa memang dia tidak tahu tentang jabatanmu?"
Seketika pandangan Rafka tertuju pada Ryan. Mungkin ini yang membuat Maysa tahu. Pria itu berpikir, apakah sahabatnya ini punya maksud tersembunyi dengan membongkar rahasianya? Jika benar, Rafka akan membuat perhitungan.
"Jadi kamu yang sudah memberitahu dia bahwa aku naik jabatan?" tanya Rafka dengan pandangan yang masih menatap tajam pria yang ada di depannya.
"Memangnya kenapa? Dia, kan, istrimu! Apa kamu juga tidak memberitahunya jika kerjaan kamu seorang manager?" tanya Ryan dengan wajah bingung.
Dia sama sekali tidak berniat ikut campur dengan urusan orang lain. Kemarin pembicaraannya dengan Maysa juga cuma obrolan ringan. Pria itu juga tidak tahu jika Rafka merahasiakan pekerjaannya dari sang istri.
"Apa urusannya sama dia, pekerjaanku manajer atau tidak. Seharusnya kamu tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain."
"Aku tidak ikut campur hanya saja kenapa kamu merahasiakan hal itu dari istrimu? Jangan bilang kalau kamu memberikan nafkah padanya dengan tidak layak. Itu juga yang membuat dia bekerja dan kamu menggunakan uang gaji kamu dengan bersenang-senang bersama Bu Vida."
"Sekali lagi aku tegaskan itu bukan urusan kamu. Untuk pekerjaanku, itu urusanku, tidak ada hubungannya dengan siapa pun."
"Raf, kita berteman sudah lama. Aku hanya tidak ingin kamu melakukan kesalahan yang akan kamu sesali seumur hidupmu. Kamu masih memiliki istri dan sudah memiliki anak. Mereka jauh lebih berhak atas hasil keringatmu dari pada orang lain. Kamu Ak—"
"Sudahlah, aku tidak ingin mendengar ceramahmu. Aku ke sini ingin menenangkan pikiran, tapi kamu malah semakin membuatku pusing."
Rafka pergi begitu saja. Bahkan makanannya pun tidak dimakan sedikit pun. Ryan memandang kepergian sahabatnya dengan menggelengkan kepala. Dia tidak habis pikir bagaimana Rafka bisa berubah begitu banyak.
Ternyata jabatan bisa membutakan. Dulu sahabatnya tidak seperti itu. Dia pria yang baik. Namun, sekarang uang telah membuatnya berubah. Tidak ada kehalusan dalam sikapnya. Kata-katanya pun terdengar arogan, seolah dirinya bisa memiliki apa pun.
"Semoga kamu cepat sadar jika apa yang kamu lakukan itu salah. Aku tidak ingin kamu menyesal saat semuanya sudah terlambat," gumam Ryan sambil menatap punggung sahabatnya hingga tak terlihat.
Sore hari saat waktu pulang kerja, Vida mendatangi Rafka di ruangannya. Tadi saat makan siang dia ada meeting padahal mereka biasanya selalu makan bersama. Hubungan mereka bukan rahasia lagi, semua orang sangat tahu dan tidak ada yang berani bicara.
"Hai, Raf," sapa Vida.
"Hai, juga."
Vida melihat Rafka membereskan mejanya dan memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya. Mungkin pria itu ingin mengerjakan di rumah padahal dia masih ingin bersenang-senang.
"Kamu habis ini langsung pulang? Padahal aku ingin mengajak kamu jalan," ujar Vida dengan wajah sedih.
"Aku lagi malas. Nanti pasti mama akan mengomel kalau aku tidak pulang juga."
"Mama? Mamamu menginap di rumah kamu?" tanya Vida yang tidak mengerti.
"Tidak. Justru aku yang tinggal di rumah Mama. Sudah tiga hari tinggal di sana."
"Kenapa? Kamu bertengkar dengan istrimu?"
"Iya."
Vida senang, tapi ada perasaan takut juga. Mengingat sekarang dirinya tengah bermain api dengan suami orang. Rafka pria yang baik dan ramah, hal itu yang membuatnya jatuh cinta. Meski mereka menjalin hubungan gelap, tidak sekalipun Rafka mau menjamahnya.
Pria itu berkata, dia hanya mau melakukan hubungan suami istri dengan wanita yang halal. Hal itu juga yang membuat Vida semakin penasaran padanya. Tanpa sadar dia sudah menyakiti hati wanita lain.
"Apa kamu juga mengatakan tentang hubungan kita?" tanya Vida dengan perasaan takut.
"Tanpa aku katakan juga, Maysa sudah tahu. Bukannya kamu juga sudah bersedia menjadi istri keduaku? Kenapa khawatir Maysa tahu atau tidak!"
"Iya, tapi, kan, nggak harus sekarang juga! Aku masih belum sanggup menghadapi kata-kata orang. Bagaimana mereka akan menuduhku sebagai pelakor."
"Sudahlah, tidak usah dipedulikan omongan orang lain," sahut Rafka. "Apa kamu mau ikut ke rumah mama?"
Vida berpikir sejenak kemudian mengangguk. "Boleh, sudah lama aku tidak ke sana. Apa mama kamu tidak marah kamu tinggal di sana?"
"Sudah pasti mama marah. Setiap hari dia selalu bertanya, 'bagaimana dengan rumah tanggaku. Apa kabar Maysa, bagaimana Eira?' Kepalaku sampai pusing mendengar setiap pertanyaannya."
"Sepertinya mama kamu sangat menyayangi Maysa. Bahkan saat berbicara denganku, mama kamu selalu memujinya."
Kamu jangan terlalu diambil hati ucapannya. Mama memang sangat menyayangi Maysa dan Eira, tapi tidak menutup kemungkinan, bahwa dia juga akan sayang sama kamu saat nanti kamu jadi istriku. Buktinya mama menerima kedatanganmu di rumah, kan? Mama juga nggak pernah mengusir kamu."
"Iya, Sayang."
"Ya udah, yuk! Kita jalan," ajak Rafka yang diangguki Vida
Orang tua Rafka memang sudah tahu mengenai hubungan putranya dengan Vida. Bahkan tidak jarang wanita itu datang ke sana. Mama Ishana—mama Rafka—sudah berulang kali mengingatkan anaknya agar memutuskan hubungannya dengan wanita itu. Namun, Rafka selalu menolak dan mengatakan bahwa dirinya sudah sangat mencintai dia.
Rafka sudah tidak bisa lepas dari wanita itu. Bahkan Mama Ishana sampai menangis histeris, tetapi tidak bisa menggoyahkan tekat putranya. Wanita itu sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia sering mengingatkan Rafka untuk bicara jujur pada Maysa. Namun, putranya hanya menyanggupi bahwa dia akan bicara pada sang istri nanti.
Sebagai seorang suami, Rafka sangat yakin bahwa Maysa akan menyetujui keinginan untuk menikah lagi. Mengingat selama ini wanita itu tidak pernah membantah apa pun yang dia katakan. Maysa selalu menuruti perintah sang suami karena baginya itu masih dalam batas wajar.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
S
Itu namanya lakinlaki tak tahu diri sudah d kasih hati minta rempela
2023-03-28
0
Siti Asmaulhusna
si Rafa swami bodoh ntar jg menyesal klo suruh balikan jangan mau maysa nama yg bner mahesa apa maysalupa aq
2023-01-29
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
yaaaaa... cucok lah ... yg satu pengkhianat, yg satu pelakor ...
sebel sama ortu Rafka ...
biar semua dapet karma
😡😡😡
2022-12-11
0