"Ma, papa ke mana?" tanya Eira pada mamanya.
"Papa kerja, Sayang," jawab Maysa.
"Tapi, kok, nggak pulang-pulang, sih, Ma?" tanya Eira lagi.
Entah sudah berapa kali Maysa memberi jawaban yang sama seperti itu. Nyatanya sudah tiga hari Rafka tidak pulang, sejak pertengkaran terakhir kali. Dia tidak tahu pria itu tidur di mana. Sang suami sama sekali tidak mengirim pesan ataupun memberi kabar.
Maysa sendiri juga enggan bertanya. Dia masih sakit hati pada suaminya padahal pria itu yang bersalah, tetapi seolah-olah kesalahan dilimpahkan padanya. Dalam hati wanita itu bertanya, apakah salah jika dirinya menuntut hak pada Rafka? Sesuatu yang selama ini diberikan kepada wanita lain padahal seharusnya menjadi miliknya.
Maysa juga punya hak atas hasil keringat sang suami. Akan tetapi, Rafka mengatakan jika wanita itu sama sekali tidak memiliki hak. Semua adalah miliknya terserah pada pria itu, mau memberi nafkah atau tidak.
"Papa, kan, cari uang yang banyak biar bisa beliin Eira mainan. Bukannya Eira bilang mau beli boneka seperti punya teman-teman?" Maysa mencoba membujuk putrinya dengan menahan air matanya.
"Iya, tapi kalau papa nggak pulang, lebih baik Eira nggak usah beli mainan. Mainan di rumah juga masih banyak."
Mata Maysa berkaca-kaca mendengar apa yang putrinya katakan. Begitu rindunya gadis kecil itu pada papanya. Namun, Rafka sama sekali tidak memikirkan Eira. Bertanya keadaannya pun tidak.
Maysa menarik napas dalam-dalam agar air matanya tidak tumpah. "Nanti Mama sampaikan sama papa, biar nggak usah capek-capek kerja. Sekarang Eira makan dulu, habis itu Mama anterin ke rumah Oma."
"Iya, Ma."
Eira memang paling senang jika diajak ke rumah omanya. Di sana dia merasa punya seseorang yang bisa diajak berbicara karena Mama Rafiqah memang selalu ada untuk cucunya. Wanita paruh baya itu juga di rumah sendiri saat Riri pergi kerja. Maysa dan Eira pun melanjutkan acara sarapan pagi.
Setelah itu, keduanya pergi menuju rumah Mama Rafiqa dengan menggunakan motor. Selama ini Eira juga tidak pernah keberatan harus selalu naik motor. Padahal papanya punya mobil. Maysa sangat beruntung ibunya mendidik Eira dengan baik. Sekarang gadis kecil itu menjadi anak yang lebih mengerti keadaan. Akan ada kalanya dia juga seperti anak lain, yang ingin pergi bersama dengan papa dan mamanya.
Tidak berapa lama, akhirnya keduanya sampai juga di rumah Mama Rafiqah. Tampak wanita paruh baya itu sedang menyiram tanaman di depan rumah. Di depan rumah juga ada motor Riri, pasti adiknya itu belum berangkat.
"Assalamualaikum, Ma," ucap Maysa.
"Waalaikumsalam," sahut Mama Rafiqah yang kemudian beralih menatap Eira. "Cucu Oma, cantik sekali hari ini!"
"Terima kasih, Oma," sahut Eira dengan suara cemprengnya.
"Eira masuk dulu, ya! Mama mau bicara sama Oma," ucap Maysa.
"Iya, Ma." Eira pun segera berlalu ke dalam. Sementara itu, Maysa duduk di teras bersama dengan mamanya.
"Ada apa, May."
"Tidak ada apa-apa, Ma. Ini ada sedikit uang untuk Mama. Mudah-mudahan bermanfaat. Maaf juga Maysa selama ini sudah ngerepotin Mama," ucap Maysa sambil menyerahkan amplop berisikan uang kepada mamanya.
Kemarin Maysa memutuskan untuk menjual jam tangan, yang sebelumnya dia beli untuk hadiah ulang tahun Rafka besok. Akan tetapi, kenyataan yang dia terima beberapa hari ini, membuat dia memutuskan untuk kembali menjual jam tangan itu. Lebih baik uang itu diberikan kepada mamanya.
"Kamu itu bicara apa, sih, May? Eira juga cucu Mama. Mama tidak pernah merasa terbebani. Mama senang bisa melihat langsung perkembangan cucu Mama sendiri. Daripada kamu titipin sama orang yang tidak jelas, lebih baik di antar ke sini. Apalagi zaman sekarang banyak sekali kejahatan. Meskipun itu orang terdekat."
"Iya, Ma. Mama benar," jawab Maysa. "Bahkan saat ini suamiku pun melakukan kejahatan," lanjutnya dalam hati. "Ya sudah, Ma. Aku harus berangkat. Nggak enak sama Bu Nadia kalau telat," ujar Maysa yang segera berdiri dan mencium punggung tangan mamanya.
"Hati-hati, jangan ngebut."
"Iya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Maysa menaiki motor dan melajukannya meninggalkan rumah Mama Rafiqah. Wanita paruh baya itu manahan napas sejenak. Semalam Riri mengatakan sesuatu pada dirinya mengenai Rafka. Gadis itu melihat kakak iparnya bermesraan dengan seorang wanita di sebuah restoran.
Riri yang saat itu bersama dengan teman-temannya tidak ingin membuat keributan. Dia hanya mengamati dari jauh. Gadis itu juga tidak ingin masalah rumah tangga kakaknya akan menjadi konsumsi pubik, mengingat tempat itu sangat ramai. Riri pura-pura tidak melihat sambil sesekali mengambil gambar.
Mama Rafiqah benar-benar merasa sedih. Jika benar yang dipikirkannya telah terjadi, pasti itu yang kemarin Maysa maksud. Dia juga tidak ingin terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangga anaknya. Akan tetapi, jika putrinya sudah tersakiti, wanita itu tidak bisa tinggal diam begitu saja.
"Ma, apa tadi Kak Maysa?" tanya Riri yang baru saja keluar.
"Iya, dia sudah berangkat bekerja."
"Apa Mama tadi bertanya pada kakak?"
"Biarkanlah itu menjadi urusan mereka. Nanti kalau memang sudah saatnya, kakakmu pasti akan cerita," jawab Mama Rafiqah lesu.
"Aku benar-benar heran sama Kak Rafka. Padahal selama ini Kak Maysa sudah sangat baik. Kakak juga sudah berusaha keras untuk bekerja, demi menutupi kebutuhan rumah tangga mereka, tapi dasar laki-laki itu tidak tahu terima kasih. Seenaknya main dengan wanita lain. Aku juga heran dengan wanita itu, sepertinya dia orang berkelas, tapi kenapa mau diajak berselingkuh!" gerutu Riri.
"Ri, kita tidak tahu mereka punya hubungan apa. Barangkali mereka saudara." Mama Rafiqah mencoba berpikir positif.
"Saudara tidak mungkin begitu, Ma. Mana mungkin ada saudara yang peluk-peluk, sampai cium segala."
"Sudahlah, biarkan saja. Mama percaya kakak kamu bisa melewatinya dengan baik."
Riri hanya mengangguk. Meski dalam hati, dia benar-benar kesal pada kakak iparnya yang tidak tahu bersyukur, sudah memiliki istri yang baik seperti Maysa. Gadis itu kepikiran Eira, entah bagaimana dengannya nanti.
*****
Di kantor, Rafka dibuat pusing dengan banyak pekerjaan yang menumpuk. Dari kemarin dia tidak bisa bekerja dengan benar. Di rumah, mamanya selalu mengomel, memintanya dirinya untuk segera pulang. Memang sudah tiga hari ini, pria itu menginap di rumah orangtuanya.
Rafka beralasan Maysa tidur di rumah sang mertua. Namun, sepertinya mamanya tidak percaya dan memintanya untuk tetap pulang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang anaknya katakan.
"Tumben Pak Bos makan di sini? Biasanya di restoran," tegur Ryan yang melihat Rafka makan di kantin perusahaan.
Ryan duduk di depan Rafka tanpa menunggu persetujuan dari temannya itu. Dari ekspresinya, sudah dipastikan ada masalah yang sedang dialami Rafka dan Sepertinya sangat serius.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Ma Em
Bagus Maysa kamu harus cerdik menghadapi suami yg tukang bohong seperti Rafka jgn mau dianggap bodoh sama Rafka Maysa hrs lebih pintar kalau punya suami yg suka selingkuh itu cuma makan hati daripada kamu tersiksa lebih baik berpisah saja itu jalan terbaiknya
2025-02-12
0
Yani
Bagus tidakan Riri mengambil photo Rafka sama ulet bulu jadi Maysa punya bukti
2022-11-24
0
Imam Sutoto Suro
mantul thor lanjutkan
2022-11-19
0