Pagi hari seperti biasa, Maysa pasti akan menyiapkan sarapan untuk sang suami. Meski dalam hati dia masih marah dan tidak percaya pada Rafka, tetapi wanita itu tetap menjalankan kewajibannya untuk melayani pria itu. Entah bagaimana keadaannya saat ini. Saat tiba waktunya sarapan juga sang suami pasti akan keluar untuk mencari makan.
Memangnya mau makan di mana selain di rumah, sudah pasti dompetnya sudah kering untuk menghidupi wanitanya. Benar saja tidak berapa lama Rafka duduk di meja makan. Namun, Maysa memang sengaja tidak menghidangkan makanan terlebih dahulu. Dia masih sibuk di dapur untuk memasukkan bekalnya yang akan dibawa bekerja nanti.
"May, sarapanku mana?" pinta Rafka.
Maysa pun menghidangkan nasi dan tempe goreng beserta sayur bayam. Wanita itu tidak mengucapkan satu kata pun. Hatinya masih belum terima dengan apa yang dilakukan sang suami.
Rafka mendelik melihat apa yang dihidangkan istrinya. Semalam emosinya sudah mereda karena pesan dari Vida dan sekarang apa harus dimulai emosi lagi di pagi hari? Tidak cukupkah semalam Maysa mencari masalah dan berakhir dengan pertengkaran?
"Cuma ini makanannya?" tanya Rafka.
Maysa pun membalikkan tubuhnya. Dia sudah benar-benar kesal, kini malah ditambah lagi. Akan tetapi, wanita itu masih mencoba untuk bersabar menjawab pertanyaan suaminya.
"Maaf, Mas, uang lima ratus ribu untuk satu bulan itu, sehari hanya cukup tujuh belas ribu jadi, hanya dapat tempe. Kamu, kan, tahu kalau minyak goreng mahal. Apalagi aku juga perlu memberi beras. Masa makan tempe saja nggak ada berasnya, nggak kenyang dong," ujar Maysa sambil tersenyum paksa. Dia juga mencoba menjelaskan rincian belanjanya tiap hari agar pria itu tahu diri.
"Kamu mencoba untuk perhitungan dengan aku!"
"Perhitungan? Perhitungan soal apa? Kalau aku mau, sudah dari dulu aku buat perinciannya. Padahal yang aku sebutkan tadi baru kebutuhan pokok, lho, Mas. Belum kebutuhan Eira dan juga kebutuhan lainnya. Seperti listrik atau air. Masa baru segitu aja sudah ngeluh! Apa kabar denganku selama ini?"
"Kamu ini kenapa, sih? Pagi-pagi sudah bikin orang nggak mood saja. Kamu masih marah soal tadi malam?"
"Tentu, dong, Mas! Siapa yang tidak marah melihat suaminya membelikan wanita lain sebuah kalung mahal. Sementara di rumah aku banting tulang untuk memenuhi kekurangan kebutuhan keluarga kita."
Wanita mana yang rela diperlakukan semena-mena seperti itu? Maysa sudah cukup bersabar selama ini. Sebelumnya dia berharap sang suami mau berubah. Namun, semakin hari, tingkahnya semakin menjadi.
Bukan maksud wanita itu perhitungan. Maysa hanya ingin sama-sama berjuang antara suami dan istri. Dirinya tidak keberatan jika memang harus menghidupi keluarga ini saat Rafka tidak mampu. Seperti selama ini alasan yang pria itu katakan padanya.
Dia juga tidak pernah marah saat sang suami mengatakan ingin memberi mamanya uang. Sedangkan untuk mama dari Maysa tidak pernah diberi. Apa pengorbanannya selama ini masih kurang juga?
"Oke, aku akui memang kemarin jalan dengan temanku di mall, tapi dia cuma teman, nggak lebih. Mengenai kalung, itu dia beli sendiri," ujar Rafka pada Akhirnya. Tentu saja semakin menggores hati Maysa.
Pria itu lelah bertengkar dengan Maysa. Berharap setelah ini tidak ada keributan lagi. Namun, Rafka salah. Wanita itu justru semakin marah dan ingin tahu ada hubungan antara dirinya dan Vida.
"Akhirnya kamu mengakui juga, Mas. Entah pengakuan apalagi yang akan keluar dari mulutmu," cibir Maysa.
"Tapi aku benar-benar tidak membelikan kalung untuknya. Dia membelinya sendiri. Aku tidak mungkin membelikannya, mau dapat dari mana uang sebanyak itu."
"Mana aku tahu kamu punya uang dari mana, kamu yang belikannya."
"Terserah kamulah, percuma juga aku jelasin kalau kamu nggak percaya."
"Mana bisa aku percaya saat aku melihat sendiri kalau kamu mengambil kartu kredit dari dompetmu. Aku juga tidak tahu sejak kapan kamu punya kartu kredit."
"Lama-lama aku bosan dituduh seperti itu," ucap Rafka ketus. "Aku jadi penasaran, apa selama ini kamu selalu membuntutiku ke mana pun aku pergi? Atau kamu menyewa seseorang untuk memata-mataku? Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan hal seperti itu."
"Apa maksudnya? Aku sama sekali tidak pernah membuntutimu. Apalagi sampai memata-matai. Aku masih punya banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Mana mungkin aku punya waktu untuk melakukan hal itu."
"Oh, ya! Kenapa aku jadi ragu."
Maysa menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dia tidak menyangka sang suami bisa berpikir seperti itu. Apa ini juga bentuk pengalihannya agar tidak terus disalahkan? Begitulah Rafka, selalu memiliki seribu cara yang membuat dirinya terlihat baik.
Selama ini wanita itu selalu bersabar, berharap suaminya berubah lebih baik lagi. Namun, sepertinya semua percuma.
"Mas, sebenarnya kamu kenapa? Kamu yang salah, sekarang melimpah semua kesalahanmu padaku."
"Aku tidak pernah melimpahkan kesalahanku padamu. Memangnya apa kesalahanku? Aku tidak merasa melakukan kesalahan apa pun."
"Apa pria semuanya seperti itu? Setelah melakukan kesalahan, dia pura-pura tidak melakukan apa-apa."
"Kenapa kamu keras kepala sekali? Sudah aku katakan berkali-kali, aku tidak melakukan kesalahan. Apa kamu sudah tidak percaya lagi padaku?"
"Tidak, aku tidak percaya padamu. Kamu lebih memilih wanita lain daripada keluargamu. Kamu tidak memikirkan bagaimana susahnya aku dan lebih memilih jalan dengan wanita jal**ng itu!'
"Maysa!" teriak Rafka sambil telapak tangannya. Wajahnya memerah dengan mata melotot. Terlihat dia sangat marah dengan apa yang diucapkan oleh istrinya.
"Kenapa berhenti? Mau memukulku? Silakan! Untuk pertama kalinya kamu mengangkat tanganmu hanya karena wanita lain. Aku harap kamu hanya melakukannya di depanku. Jangan di depan orang lain, terutama Eira."
"Kamu yang lebih dulu memancing emosiku. Harusnya kamu tahu kalau aku orang yang mudah emosi."
"Sudah berapa kali aku bersabar untukmu? Harusnya kamu belajar mengendalikan emosi. Kamu bukan anak kecil yang harus diajari apa saja tugas seorang laki-laki."
"Kenapa kamu malah mengajariku? Lebih baik aku pergi kerja. Aku tidak ingin mood-ku semakin memburuk dan berimbas pada pekerjaanku."
Rafka pergi begitu saja tanpa mencium kening istrinya. Hal yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Pria itu benar-benar marah. Padahal perutnya sudah meronta ingin diisi. Akan tetapi, amarah telah menguasai segalanya.
Sementara Maysa memandangi kepergian sang suami dengan hati yang dipenuhi luka. Ujian kali ini benar-benar sangat berat untuknya. Sebelumnya, jika ada masalah apa pun dia akan mengadu pada Rafka atau ibu mertuanya. Sekarang hal itu tidak mungkin dilakukannya.
Wanita itu memutuskan untuk bekerja, berharap bisa melupakan masalahnya sejenak. Dia juga perlu menenangkan diri. Kepalanya serasa mau pecah dengan semua permasalahan ini.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Ing
Itulah pentingnya mengumpulkan bukti2 foto, video, chat ataupun minta rekaman cctv ke petugas mall biar ga bisa ngehindar lg. Jgn di labrak dl tnp bukti apapun karna akan berbalik nyerang Maysa yg akan difitnah nantinya bikin Maysa jd jelek imagenya di hdpan kluarga besar.
Terkdg wanita mandiri di anggap ga usah di nafkahin byk karna bisa krja hasilin duit sndiri yg bikin lakinya santuyy aja sebodo amat
2023-11-03
0
Yani
Dasar laki" egois dia yang malah bslik menyalahkan
2022-11-24
0
Imam Sutoto Suro
wooow seru thor lanjutkan
2022-11-19
0