Maysa menepikan motornya. Hatinya benar-benar sesak memikirkan apa yang sudah terjadi hari ini. Dia mencoba untuk terlihat biasa saja agar tidak membuat Eira ikut merasa sedih. Air mata yang sedari tadi ingin keluar pun ditahannya.
Wanita itu berpikir sejenak, tidak tahu harus membawa putrinya ke mana. Rumahnya bukan lagi tempat yang nyaman untuk mereka. Maysa juga tidak ingin ke sana yang akan semakin membuatnya terluka. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke rumah mamanya.
Hanya rumah itu yang bisa menerima segala kekurangan dan kelebihan Maysa. Hanya tempat itu yang menjadi tempat keluh kesahnya selama ini. Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam, wanita itu pun akhirnya sampai juga di depan rumah mamanya. Meski ragu dia tetap mengetuk pintu dengan pelan.
Maysa menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Maysa berucap, "Assalamualaikum."
Tidak ada sahutan dari dalam. Mungkin mamanya ada di belakang. Dia pun mengulangi ucapannya. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," ucap seorang dari dalam yang diyakini Maysa adalah Riri. "Kakak! Ayo, masuk! Kenapa ke sini lagi?" tanya Riri sambil membawa kakaknya masuk.
"Mama ada di rumah, Dhek?" tanya Maysa tanpa menjawab pertanyaan Riri.
"Ada di dalam. Kakak duduk saja, biar aku panggilkan." Riri yang merasa ada yang aneh pun segera memanggil mamanya. Dia yakin pasti telah terjadi sesuatu dengan kakaknya itu.
"Cucu Oma ke sini lagi? Pasti kangen sama oma, ya!" canda Mama Rafiqah sambil memeluk Eira.
"Mama yang ajak ke sini. Tadi dari rumah Oma Syana," jawab Eira membuat Mama Rafiqah menatap Maysa. Kalau mereka dari rumah besannya itu, kenapa sekarang ke sini? Dia yakin pasti telah terjadi sesuatu.
Maysa yang ditatap mamanya pun hanya bisa menundukkan kepala. Dia merasa menjadi anak yang tidak berguna karena hanya bisa menjadi beban untuk wanita itu. Matanya sudah mengembun, sebentar lagi sudah pasti akan tumpah.
"Eira main sama Tante dulu, ya! Oma mau bicara sama mama sebentar," pinta Rafiqah sambil mengangguk ke arah Riri.
"Iya, Oma." Tanpa banyak bertanya, Eira pun pergi bersama dengan Riri menuju kamar tantenya. Tempat biasa dia bermain dengan gadis itu.
Riri sebenarnya penasaran, apa yang terjadi dengan kakaknya. Dia yakin pasti ini semua berhubungan dengan kakak iparnya dan wanita yang dilihatnya di restoran waktu itu. Akan tetapi, tidak mungkin membiarkan Eira sendiri.
"Ada apa, May? Kamu dari rumah mertuamu?" tanya Mama Rafiqah begitu cucunya tidak terlihat.
Maysa tidak bisa lagi menahan kesedihannya. Dia segera memeluk mamanya dan menangis di dada wanita itu. Mama Rafiqah sempat terkejut, tetapi tetap membalas pelukan putrinya sambil mengusap kepala Maysa. Dia tidak bertanya lagi dan membiarkan sang putri meluapkan kesedihannya. Setelah merasa tenang Nanti, barulah dia akan bertanya.
Tangisan Maysa membuat hati Rafiqah terasa sakit. Tanpa sadar dia pun ikut meneteskan air mata. Orang tua mana yang rela melihat anaknya tersakiti seperti ini. Apalagi mengingat apa yang Rafka lakukan pada putrinya.
Awalnya dia berharap rumah tangga putrinya bisa diperbaiki. Akan tetapi, di saat melihat Maysa seperti ini, rasanya harapan itu sirna begitu saja. Mama Rafiqah hanya ingin putrinya bahagia. Entah pilihan apa yang akan diambilnya nanti, wanita paruh baya itu akan tetap mendukung.
Setelah dirasa cukup lama menangis Maysa pun mulai menenangkan diri. Dadanya sedikit lega, setelah mencurahkan semuanya di depan wanita yang sudah melahirkannya. Dia mencoba mengusap sisa air mata yang membasahi pipi.
"Mas Rafka sudah mengkhianatiku, Ma. Dia telah bermain api dengan seorang wanita. Bahkan dia berniat untuk menikahinya. Dia benar-benar tega menghianatiku. Padahal selama ini aku sudah benar-benar berusaha untuk rumah tangga kami. Yang lebih parahnya lagi, selama ini dia memberiku nafkah tidak layak dengan berbagai alasan. Dia lebih memilih menggunakan uangnya untuk bersenang-senang dengan wanita itu, tanpa memikirkan aku dan Eira yang kesusahan di rumah."
Maysa pun menceritakan apa saja yang terjadi dalam rumah tangganya akhir-akhir ini. Dia juga menceritakan apa yang terjadi di rumah mertuanya. Tidak ada yang ditutupi oleh wanita itu. Baginya sang mama adalah tempat terbaik berkeluh kesah.
Mama Rafiqah terkejut mendengar apa yang dikatakan putrinya, jadi selama ini Rafka tidak menafkahi Salwa dengan benar. Wanita itu berpikir jika putrinya bekerja memang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Mama Rafiqah juga mengira Rafka bekerja hanya sebagai karyawan biasa.
Dia juga tidak mengira jika besannya bisa berbuat seperti itu. Selama ini wanita itu senang karena Isyana menyayangi putrinya seperti anak sendiri. Nyatanya sekarang malah menusuk dari belakang.
"Ma, apa yang aku harus lakukan? Mas Rafka tega sekali kepadaku."
"Bicaralah baik-baik dengan suamimu. Jangan menggunakan emosi karena itu hanya akan semakin memperburuk keadaan," ujar Mama Rafiqah. Meski dirinya begitu marah pada menantunya, tetapi dia tidak ingin egois, biarlah mereka yang mengambil keputusan.
"Aku tidak mau bertemu dengan Mas Rafka. Dia sudah sangat menyakitiku. Dia juga telah menyakiti Eira. Bertemu dengannya hanya akan semakin menyakiti hatiku."
"Kamu sudah dewasa, sudah bisa menentukan mana yang benar dan tidak. Mama tidak bisa memaksa kamu. Mama akan selalu mendukung keputusan apa pun yang kamu pilih. Meskipun kamu akan mengambil jalan yang salah sekalipun, Mama akan tetap mendukung kamu. Mama hanya bisa berdoa untuk kebaikan dan juga kebahagiaanmu."
Sebenarnya Mama Rafiqah ingin Maysa menyelesaikan masalahnya dengan Rafka secara baik-baik. Akan tetapi, melihat keadaan putrinya yang sangat terpuruk, dia tidak bisa memaksa. Biarlah waktu yang lebih dulu menyembuhkan luka di hati Maysa. Akan ada saatnya sang putri berbicara dengan menantunya dari hati ke hati.
Maysa merasa terharu dengan kata-kata mamanya. Dia bahagia memiliki seorang ibu seperti Mama Rafiqah. Beliau tidak pernah membela Maysa ataupun Rafka. Semua keputusan sepenuhnya ada di tangannya. Wanita paruh baya itu hanya memberi saran yang terbaik untuk rumah tangga anaknya.
"Terima kasih, Ma. Mama selalu ada untukku. Selama ini aku hanya bisa membuat repot Mama. Padahal sudah saatnya Mama bahagia di usia saat ini."
"Kamu bicara apa? Kamu tetaplah putri Mama. Meskipun kamu sudah memiliki seorang putri yang cantik, tapi kamu tetap anak Mama yang Mama sayangi, sama seperti Riri. Kalian berdua adalah penyemangat Mama," ujar Mama Rafiqah dengan meneteskan air mata.
Keduanya saling berpelukan menyalurkan rasa bahagia. Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan betapa bahagianya Maysa memiliki ibu seperti Mama Rafiqah. Meski kata terima kasih saja tidak cukup, tapi dia tetap mengatakannya.
"Sudah, sebaiknya kamu mandi dulu. Habis itu kita makan malam bersama. Kamu juga pasti lapar, kan? Kasihan juga Eira."
"Iya, Ma." Maysa menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Untung saja di rumah ini masih ada beberapa pakaian miliknya yang sengaja ditinggal.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Yani
Semangat Maysa kamu pasti bisa melewati ini semua
2022-11-24
0
Imam Sutoto Suro
semangat thor lanjutkan
2022-11-19
0
Bismillah
sebenernya nama nya siapa sih yg bener? salwa apa meysa....
2022-09-22
0